Jurnalis Reuters Dibunuh Israel, Amnesty Tuntut Penyelidikan

Korban lain jurnalis dari AFP kakinya harus diamputasi

Jakarta, IDN Times - Jurnalis Reuters bernama Issam Abdallah, dibunuh dengan tembakan tank Israel pada 13 Oktober di Lebanon. Dalam penyelidikan independen yang diterbitkan pada Kamis (7/12/2023), Abdallah meninggal seketika oleh tembakan pertama.

Tembakan Isarel itu juga melukai enam orang lain termasuk fotografer AFP, Christina Assi. Kakinya harus diamputasi dan saat ini masih berada di rumah sakit. Jurnalis lainnya berasal dari Al Jazeera.

Israel mengaku tidak menargetkan jurnalis. Amnesty International mengatakan ada bukti valid dan menyerukan dilakukan penyelidikan kejahatan perang atas tindakan Israel tersebut.

Baca Juga: Rusia Ampuni Pembunuh Jurnalis karena Ikut Perang Ukraina

1. Jurnalis tewas karena peluru kaliber 120mm

Jurnalis Reuters Dibunuh Israel, Amnesty Tuntut Penyelidikanilustrasi (Pixabay.com/1681551)

Penyelidikan independen dilakukan melibatkan ahli amunisi, citra satelit, laporan para penyintas dan video yang direkam kelompok jurnalis sebelum dan selama serangan. Pemimpin redaksi Reuters, Alessandra Galloni mengatakan berdasar bukti tersebut, tank Israel adalah yang membunuh jurnalisnya.

"Kami mengutuk pembunuhan Issam. Kami menyerukan kepada Israel untuk menjelaskan bagaimana hal ini bisa terjadi dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas kematian dan cederanya Christina Assi dari AFP, rekan kami Thaier Al-Sudani dan Maher Nazeh, serta tiga jurnalis lainnya," katanya dikutip dari The Guardian.

Senjata yang menewaskan Abdallah adalah peluru kaliber 120mm. Ini digunakan oleh tank Merkava Israel. Senjata tersebut kemungkinan besar ditembakkan dari arah tenggara, dekat desa Jordeikh di Israel, tempat tank-tank beroperasi.

Baca Juga: Banyak Jurnalis Tewas Imbas Serangan ke Gaza, PWI: Tak Masuk Akal

2. Serangan Israel tampaknya serangan yang disengaja

Para jurnalis diketahui berada di lereng bukit terbuka untuk mengambil siaran di mana telah terjadi bentrokan lintas batas antara Israel dan pejuang Palesina. Itu merupakan posisi terbuka yang dapat dilihat secara jelas.

Selain itu, para jurnalis juga mengenakan helm biru dan jaket antipeluru bertanda "Press" berwarna putih. Mereka juga sudah berada di lokasi selama hampir satu jam.

"Penargetan terhadap sekelompok jurnalis yang secara jelas diidentifikasi sebagai media tidak dapat dijelaskan dan tidak dapat diterima," kata direktur berita global AFP Phil Chetwynd, dikutip dari VOA News.

Human Rights Watch mengatakan tidak ada bukti sasaran militer di dekat para jurnalis. Mereka menilai, serangan tersebut tampaknya serangan yang disengaja terhadap warga sipil dan merupakan kejahatan perang.

3. Kriminalitas Israel tidak ada batasnya, kata PM Lebanon

Kelompok jurnalis yang diserang Israel terdiri dari tujuh orang. Mereka berasal dari media AFP, Al Jazeera, dan Reuters. Kendaraan jurnalis Al Jazeera hancur terbakar akibat tembakan yang kedua.

"Serangan langsung terhadap warga sipil dan serangan tanpa pandang bulu sangat dilarang oleh hukum kemanusiaan internasional dan dapat dianggap sebagai kejahatan perang," kata Aya Majzoub, wakil direktur regional Amnesty International untuk Timur Tengah, dikutip dari Ruters.

"Mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan di luar hukum Issam Abdallah dan melukai enam jurnalis lainnya harus bertanggung jawab," tambahnya.

Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati, mengatakan kriminalitas Israel tidak ada batasnya. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan perlindungan terhadap jurnalis harus dijamin. Insiden yang menyebabkan jurnalis terluka atau terbunuh harus diselidiki.

Baca Juga: 2 Bulan Gaza Dibombardir Israel, 16.456 Orang Tewas

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya