20 Orang Lebih Dibunuh Ekstremis Bersenjata di Mali
Intinya Sih...
- Serangan ekstremis di Mali tewaskan lebih dari 20 warga sipil di desa Djiguibombo.
- Penyerang mengendarai sepeda motor saat penduduk merayakan pernikahan, menyebabkan korban tewas dan luka-luka.
- Kekerasan ekstremis di Mali telah meluas ke negara tetangga seperti Burkina Faso dan Niger.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dua pejabat di provinsi Mopti, Mali, mengatakan bahwa sekelompok ekstremis bersenjata membunuh lebih dari 20 orang warga sipil di desa Djiguibombo, beberapa puluh kilometer dari kota Bandiagara.
Serangan dilakukan pada Senin (1/7/2024) menjelang malam hari. Rumah-rumah penduduk dijarah, pusat kesehatan dan sepeda motor dibakar, serta ternak dan pasokan dirampas oleh kelompok tersebut.
Sejak 2012 lalu, Mali telah dilanda krisis keamanan berbagai faksi yang berafiliasi dengan al-Qaeda dan ISIS. Negara itu juga memiliki masalah dengan serangan-serangan kelompok bandit bersenjata.
Baca Juga: Oposisi Mali di Luar Negeri Bentuk Pemerintahan Transisi Sipil
1. Serangan dilakukan ketika penduduk menghadiri pesta pernikahan
Total mereka yang tewas dari insiden serangan tersebut sedikitnya 21 orang. Tapi jumlah pasti korban jiwa belum dapat ditentukan. Ada kemungkinan jumlahnya lebih banyak dari itu. Beberapa lainnya dilaporkan hilang dan nasibnya belum diketahui.
"Sebagian besar korban digorok lehernya," kata Bakary Guindo, ketua kelompok pemuda setempat, dikutip Associated Press.
Para penyerang mengendarai sepeda motor ke Djiguibombo ketika warga setempat sedang merayakan pesta pernikahan. Mereka kemudian mengepung desa itu dan melakukan serangan.
2. Serangan berlangsung sekitar tiga jam
Editor’s picks
Sampai sejauh ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Tapi, serangan demikian mengikuti pola yang dilakukan kelompok ekstremis JNIM yang terkait dengan al-Qaeda yang sering menargetkan wilayah tersebut.
"Itu adalah serangan yang sangat serius. Orang-orang bersenjata mengepung desa dan menembaki warga," kata Moulaye Guindo, walikota kota Bankass, dikutip Al Jazeera.
Ada dua pejabat setempat yang berbicara tanpa mau menyebutkan namanya karena takut ancaman yang terjadi. Mereka mengatakan jumlah korban sekitar 40 orang tewas. Perwakilan pemuda setempat mengatakan bahwa serangan berlangsung sekitar tiga jam.
"Banyak penduduk yang mengungsi menuju Bandiagara. Mereka yang tinggal bahkan tidak bisa menguburkan jenazah dengan benar," katanya.
3. Penguasa militer Mali belum bisa mengamankan situasi
Kekerasan ekstremis dimulai di wilayah Mali utara yang menyebar ke pusat negara pada 2015. Kelompok yang berafiliasi al-Qaeda yang dipimpin Amadou Kouffa yang melakukan kekacauan tersebut.
Pemerintahan militer mengambil alih kekuasaan setelah kudeta tahun 2020, berjanji untuk mengatasi meningkatnya ketidakamanan, namun serangan masih saja terjadi.
Dilansir Barron's, kelompok-kelompok ekstremis itu kemudian memberlakukan perjanjian kepada penduduk lokal yang mengizinkan mereka menjalankan bisnis dengan mebayar pajak, tidak berkolaborasi dengan tentara Mali atau kelompok bersenjata lain.
Kekerasan di Mali telah meluas ke negara tetangga di Burkina Faso dan Niger. Meski rezim militer melakukan kudeta dan mengambil alih kekuasaan di tiga negara tersebut, namun serangan kelompok ekstremis masih sering terjadi.
Baca Juga: Dialog Nasional Mali Setuju Perpanjangan Rezim Junta Militer
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.