Maraknya Perkosaan, India Dinilai Tidak aman Bagi Perempuan

India dinilai tidak aman bagi perempuan

Intinya Sih...

  • Kasus pemerkosaan dan pembunuhan dokter magang di India menggemparkan netizen dan aktivis
  • Mogoknya petugas tenaga kesehatan di India sebagai dampak dari kasus pemerkosaan tersebut
  • India menempati posisi ketiga dengan tingkat pemerkosaan tertinggi di dunia, dengan 90 kasus dilaporkan setiap hari pada tahun 2022

Jakarta, IDN Times - Baru-baru ini (09/08/2024) India digegerkan dengan kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang dokter magang. Kasus ini menjadi perhatian netizen di media sosial dan banyak yang menyorot terhadap tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan di India.

Para wanita dan aktivis di India turun ke jalan-jalan untuk memprotes tingginnya angka kekerasann seksual terhadap wanita, meskipun telah dilakukan reformasi hukum dan pengambilan tindakan.

Selain itu, kasus ini berimbas pada mogoknya ratusan ribu petugas tenaga kesehatan (nakes) di India. Rumah sakit dan klinik di India juga menghentikan layanan kesehatan dan menolak pasies, kecuali untuk kasus darurat.

Pemerintah India sudah melakukan perubahan dalam sistem peradilan pidana setelah terjadinya pemerkosaan massal dan pembunuhan seorang pria berusia 23 tahun pada tahun 2012. Namun, para aktivis menilai perubahan itu belum banyak mengubah semuanya karena tiap tahunnya tingkat kejahatan tetap tinggi, termasuk kasus pemerkosaan.

1. Setiap tahunnya, kasus pemerkosaan di India selalu tinggi

Maraknya Perkosaan, India Dinilai Tidak aman Bagi Perempuanilustrasi perempuan dari India (pixabay.com/19661338)

Setiap tahun, kasus pemerkosaan di India terus meningkat, mencerminkan krisis yang mengakar di masyarakat. Kekerasan seksual terhadap perempuan di India telah menjadi masalah masif yang terus mengundang perhatian global. Berdasarkan statistik, India menempati posisi ketiga dengan tingkat pemerkosaan tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat dan Brasil.

Pada rentang tahun 2013-2022, jumlah kasus pemerkosaan yang dilaporkan selalu berada pada kisaran 30.000 kasus per tahun. Puncaknya terjadi pada tahun 2016, dimana terdapat 38.947 kasus pemerkosaan yang dilaporkan. Keadaan ini sangat mengkhwatirkan, bahkan saat keadaan Covid-19, kasus pemerkosaan masih sangat tinggi.

Menurut Biro Catatan Kejahatan Nasional India (NCRB), hampir terjadi 90 kasus pemerkosaan dilaporkan setiap hari di India pada tahun 2022. Ada kemungkinan angka sebenarnya jauh lebih tinggi, karena banyak kejahatan serupa yang tidak dilaporkan oleh korban karena takut adanya pembalasan, stigma korban pemerkosaan, dan kurang percayanya terhadap kepolisian. 

2. Celah hukum dan kondisi masyarakat adalah faktor utama tingginya pemerkosaan

Maraknya Perkosaan, India Dinilai Tidak aman Bagi Perempuanilustrasi ruang persidangan (pixabay.com/12019)

Hukum di India yang mengatur penindakan kejahatan seksual masih banyak kelemahan. Hal ini dimanfaatkan oleh pelaku untuk menghindari hukuman. "Sering kali, penyelidikan kasus pemerkosaan dikacaukan oleh polisi sendiri dan bukti-bukti kejahatan tidak dikumpulkan tepat waktu," kata aktivis perempuan, Dhalawe, dikutip ABC News.

Selain itu, para korban selamat masih saja menghadapi banyak hambatan dalam melaporkan kekerasan seksual yang mereka alami. Pengaduan polisi sering kali penuh dengan penghinaan dan intimidasi, baik di kantor polisi maupun rumah sakit, serta takut ketika kasusnya masuk ke pengadilan. 

Ironinya, lembaga peradilan tertinggi di India juga tidak luput dari kontroversial. Pada tahun 2021, seorang hakim tertinggi india, Ketua Mahkamah Agung India, Sharad Arvind Bobde, telah memicu kemarahan publik setelah dia menawarkan seorang tersangka pemerkosaan untuk menikahi korbannya jika ingin menghindari hukuman penjara. 

"Jika anda mau menikahi korban, kami dapat membantu Anda. Jika tidak, Anda kehilangan pekerjaan dan masuk penjara," Ujar Bobde, di dalam persidangan.

Selain itu, kondisi ini semakin diperparah dengan kondisi sosial di India. Masyarakat India masih bersifat patriaki, yang lebih mementingkan laki-laki dan menomor duakan perempuan dalam sistem sosial mereka. 

"Anak-anak menginternalisasi nilai ini pada usia yang sangat muda. Keinginan dan pendapat seorang gadis tidak dianggap sama pentingnya dengan anak laki-laki. Anak perempuan belajar untuk tunduk dari awal," Ujar Dr. Shruti Kapoor, aktivis perempuan dan pendiri organisasi Sayfty Trust.

Budaya patriaki telah melahirkan produk sampingan berupa budaya pemerkosaan dan kebencian terhadap perempuan yang menormalisasi kekerasan pria terhadap perempuan.

3. Budaya kekerasan terhadap perempuan

Maraknya Perkosaan, India Dinilai Tidak aman Bagi Perempuanilustrasi perempuan sedang merayakan hari raya (pixabay.com/murtaza_ali)

Faktor lain yang membuat meningkatkan pemerkosaan adalah budaya kekerasan. Equal Community Foundation yang berbasis di Pune dengan melibatkan remaja laki-laki dari rumah tangga berpenghasilan rendah menyediakan platform untuk berdialog dengan para perempuan dari komunitas mereka sendiri.

"Sebagian besar anak laki-laki ini percaya bawha anak perempuan yang menggunakan pakaian barat adalah tidak bermoral dan mereka dapat dilecehkan karena mereka yang memintanya," Kata Pravin Katke dan Rahul Kusurkar dari Equal Coomunity Foundation.

Selain itu, keduanya percaya, bahwa pria dan anak laki-laki pada dasarnya tidak melakukan kekerasan, tetapi norma patriaki yang membuat mereka tidak peka terhadap kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Norma patriaki telah menanamkan sikap dan perilaku yang merendahkan perempuan dan membenarkan kekerasan sebagai alat mengontrol perempuan.

Kasus pemerkosaan yang terus berulang telah membuat masyarakat geram dan marah, serta banyak yang menuntut hukuman mati. Bahkan, beberapa orang mendesak untuk diterapkannya hukuman gantung secaara terbuka bagi pelaku pemerkosaan. Oleh karena itu, para ahli menyebut bahwa ini juga menunjukkan adanya peningkatan kekerasan di negara India.

Baca Juga: Dokter di India Mogok Kerja untuk Protes Pembunuhan Tenaga Medis 

Muhammad Irfan Photo Verified Writer Muhammad Irfan

Pembelajar dan penulis lepas

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya