Uni Eropa Tolak Akui Maduro sebagai Presiden Terpilih Venezuela 

UE: Tidak ada penghitungan suara yang dapat diverifikasi

Jakarta, IDN Times - Uni Eropa (UE) secara resmi menolak mengakui kemenangan Nicolás Maduro sebagai presiden terpilih Venezuela. Keputusan ini diumumkan oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell pada Kamis (29/8/2024), setelah pertemuan para menteri luar negeri UE.

Borrell menyatakan, UE tidak dapat menerima legitimasi Maduro. Keputusan ini diambil karena tidak adanya tabulasi hasil penghitungan suara yang dapat diverifikasi dari pemilihan presiden 28 Juli lalu. Namun, UE mengakui bahwa Maduro akan tetap menjadi presiden de facto Venezuela.

"Kami tidak dapat menerima legitimasi Maduro sebagai presiden terpilih. Dia akan tetap menjadi presiden de facto, tetapi kami menyangkal legitimasi demokratisnya berdasarkan hasil yang tidak dapat diverifikasi," kata dia, dilansir dari Reuters.

1. UE skeptis Maduro bisa membuktikan kemenangannya

Keputusan UE menolak kemenangan Maduro didasarkan pada ketiadaan bukti yang dapat diverifikasi terkait klaim kemenangannya. Borrell menyatakan bahwa UE telah menyerah pada harapan Maduro akan menghasilkan bukti kemenangannya.

"Karena tidak ada hasil penghitungan suara dan tidak ada verifikasi, dan kami khawatir tidak akan pernah ada, kami tidak dapat menerima legitimasi Maduro sebagai presiden terpilih Venezuela," kata Borrell, dilansir dari The Guardian.

Sikap UE ini menandai puncak dari memburuknya hubungan antara blok tersebut dengan Venezuela. Hal ini terjadi sejak UE mengecam pemilihan ulang Maduro pada 2018. Sebelumnya, UE telah menerapkan sanksi sebagai bagian dari upaya internasional untuk melemahkan kekuasaan Maduro.

Baca Juga: Nikaragua Akan Kirim Pejuang Sandinista Lawan Revolusi di Venezuela

2. Oposisi klaim menang telak, AS dukung González

Kontroversi seputar hasil pemilihan presiden Venezuela terus berlanjut. Pihak oposisi telah mempublikasikan data pemungutan suara, yang menunjukkan kemenangan telak Edmundo González, kandidat oposisi.

Sementara itu,  Amerika Serikat (AS) telah menyatakan González sebagai pemenang sah pemilihan.

Panel ahli PBB, yang menganalisis sampel penghitungan suara yang dipublikasikan oposisi, menemukan bahwa dokumen tersebut memiliki semua fitur keamanan dari protokol hasil asli. Namun, Venezuela menolak hasil tersebut dan menyebutnya sebagai pemalsuan, dilansir dari Euronews. 

Venezuela menggunakan mesin pemungutan suara elektronik yang mencetak tanda terima kertas. Tanda terima ini kemudian disimpan dalam kotak suara dan digunakan untuk menghasilkan hasil penghitungan suara, atau actas. Hingga saat ini, otoritas Venezuela belum mengungkapkan actas tersebut.

3. Ribuan orang ditangkap, Uni Eropa serukan akhiri represi

Ketegangan terus meningkat di Venezuela pascapemilu. Lebih dari 1.600 orang dilaporkan ditangkap sebagai bagian dari tindakan demonstrasi. Protes yang berlangsung telah mengakibatkan setidaknya 27 kematian.

Kelompok hak asasi manusia Foro Penal melaporkan 1.780 orang ditahan sebagai tahanan politik. Dari jumlah tersebut, 114 di antaranya adalah remaja. UE menyerukan pemerintah Maduro untuk mengakhiri represi dan menghormati hak-hak oposisi.

UE juga menyerukan dialog antara pihak-pihak yang bertentangan di Venezuela.

Sementara itu, Maduro telah mengecam pemerintah asing yang mempertanyakan kemenangannya. Dalam pidato di Caracas, dia melontarkan serangkaian hinaan kepada Borrell. Maduro menuduh Borrell berkomplot dalam perang di Gaza dan memicu perang terbuka melawan Rusia dari Ukraina.

Baca Juga: Kuba Bantah Tuduhan Terlibat dalam Kekerasan di Venezuela

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Rama

Berita Terkini Lainnya