Tunisia Penjarakan Lawan Politik Presiden Saied Jelang Pemilu 2024

Pemerintahan Saied dituduh persulit pendaftaran capres rival

Jakarta, IDN Times - Menjelang pemilihan presiden Oktober 2024, pengadilan Tunisia menjatuhkan hukuman penjara kepada sejumlah calon potensial presiden dan melarang mereka mengikuti pemilihan mendatang. Langkah ini dikritik sebagai upaya menyingkirkan penantang serius bagi Presiden petahana Kais Saied.

Di tengah kontroversi tersebut, Saied justru telah mendaftarkan pencalonannya untuk pemilihan yang dijadwalkan pada 6 Oktober 2024. Saied mengatakan bahwa keikutsertaannya dalam pemilihan ini adalah upaya untuk membebaskan dan memandirikan Tunisia.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan demokrasi di negara Afrika Utara tersebut, yang pernah menjadi simbol harapan pasca Arab Spring 2011.

1. Vonis penjara bagi sejumlah calon potensial presiden

Beberapa tokoh oposisi dan calon potensial presiden Tunisia telah dijatuhi hukuman penjara dalam beberapa pekan terakhir.

Abir Moussi, tokoh oposisi utama dan ketua Partai Destourian Bebas, dijatuhi hukuman 2 tahun penjara atas tuduhan menghina komisi pemilihan. Moussi, yang telah ditahan sejak Oktober 2023, dihukum berdasarkan Dekrit 54, undang-udang yang diberlakukan Saied pada 2022 untuk memerangi berita palsu.

Selain itu, melansir dari The Guardian, empat calon potensial lainnya juga dijatuhi hukuman 8 bulan penjara atas tuduhan jual beli suara. Mereka adalah politisi terkemuka Abdel Latif Mekki, aktivis Nizar Chaari, Hakim Mourad Massoudi, dan Adel Dou. Pengacara Mokthar Jmai menyatakan bahwa keputusan ini juga melarang mereka mengikuti pemilihan mendatang.

Sebulan sebelumnya, Lotfi Mraihi, calon potensial presiden lainnya dan kritikus keras Saied, juga dijatuhi hukuman 8 bulan penjara atas tuduhan serupa. Mraihi juga dilarang mengikuti pemilihan presiden.

Baca Juga: 23 Orang Hilang di Lepas Pantai Tunisia

2. Pemerintahan Saied dituduh mempersulit pendaftaran calon presiden lain

Selain vonis penjara, sejumlah calon potensial lainnya juga menghadapi hambatan administratif yang mencurigakan. Melansir dari Arab News, setidaknya empat calon potensial terkemuka menyatakan bahwa otoritas menolak permintaan mereka untuk mengakses catatan kriminal mereka. Padahal berkas itu merupakan syarat wajib untuk mendaftar pemilihan.

Melansir France 24, Mondher Zenaidi, salah satu calon potensial, mengonfirmasi dalam video yang diunggah di Facebook bahwa otoritas yang bekerja di bawah instruksi Saied menolak memberikan catatan kriminalnya. Hal serupa juga dialami oleh mantan laksamana Kamel Akrout dan rapper yang beralih menjadi pengusaha, Karim Gharbi.

Untuk dapat masuk dalam surat suara, calon harus menyerahkan daftar tanda tangan dari 10 ribu pemilih terdaftar, dengan minimal 500 tanda tangan pemilih per daerah pemilihan. Sementara, Saied mengklaim telah mengumpulkan lebih dari 240 ribu tanda tangan dukungan.

Partai-partai oposisi, yang banyak pemimpinnya berada dalam penjara, menuduh pemerintahan Saied menekan sistem peradilan untuk menindak para rivalnya. Upaya ini diduga dilakukan untuk membuka jalan bagi Saied dalam usahanya memenangkan periode kedua.

3. Kekhawatiran terhadap demokrasi Tunisia

Situasi politik Tunisia saat ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap masa depan demokrasi di negara tersebut. Dilansir dari Arab News, sekitar 30 LSM mengecam penahanan sewenang-wenang terhadap para calon dan menuduh otoritas pemilu telah kehilangan independensinya.

Sekjen Amnesty International Agnes Callamard menyatakan, sejak Saied berkuasa, pelanggaran yang sebelumnya hanya ada di masa lalu Tunisia menjadi semakin terlihat dan sistematis.

"Alih-alih debat yang hidup dari arena politik yang pluralis, saya mengamati represi pemerintah, memupuk ketakutan dan kengerian tentang apa yang akan terjadi," kritik Callamard.

Beberapa calon potensial menuduh pihak berwenang berusaha mengembalikan Tunisia ke masa kediktatoran dan pemilihan formalitas yang menjadi norma sebelum revolusi Tunisia 2011. Kekhawatiran ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa lebih dari 60 suara kritis telah dituntut berdasarkan Dekrit 54 sejak 18 bulan terakhir.

Di tengah tuduhan-tuduhan ini, Saied membantah ada pembatasan terhadap para pesaingnya.

"Tidak ada pembatasan pada calon potensial untuk pemilihan presiden, ini omong kosong dan kebohongan. Saya tidak menindas siapa pun, dan hukum berlaku untuk semua orang secara setara," ujar Saied kepada wartawan setelah menyerahkan berkas pencalonan resminya.

Baca Juga: Tunisia-Libya Desak Uni Eropa Tambah Bantuan untuk Adang Migran

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Rama

Berita Terkini Lainnya