Sehari UU Anti LGBTQ Disahkan, Transgender Georgia Dibunuh

Kesaria Abramidze ditemukan tewas tertikam di apartemen

Intinya Sih...

  • Kesaria Abramidze ditemukan tewas tertikam di apartemennya di Tbilisi setelah undang-undang kontroversial yang membatasi hak-hak LGBTQ+ disahkan oleh parlemen Georgia.
  • Polisi menangkap seorang pria berusia 26 tahun, mantan pasangan korban, yang diduga melakukan pembunuhan berdasarkan rekaman CCTV.
  • Pembunuhan ini terjadi dalam konteks kampanye negara terhadap minoritas di Georgia, disertai dengan undang-undang baru yang melarang propaganda LGBT dan pernikahan sesama jenis.

Jakarta, IDN Times - Model transgender terkenal Georgia, Kesaria Abramidze (37), ditemukan tewas ditikam di apartemennya di Tbilisi pada Rabu (18/9/2024). Pembunuhan ini terjadi sehari setelah parlemen Georgia mengesahkan undang-undang kontroversial yang membatasi hak-hak LGBTQ+.

Dilansir dari Al Jazeera, Kementerian Dalam Negeri Georgia menyatakan bahwa Abramidze mungkin dibunuh secara kejam karena identitas gendernya. Polisi telah menangkap seorang pria berusia 26 tahun, yang diduga merupakan mantan pasangan korban. Penangkapan dilakukan berdasarkan rekaman CCTV yang menunjukkan tersangka melarikan diri dari lokasi kejadian.

1. Sosok Abramidze sebagai ikon LGBTQ+ Georgia

Kesaria Abramidze dikenal sebagai figur publik transgender pertama yang secara terbuka mengakui identitasnya di Georgia. Ia memiliki lebih dari 500 ribu pengikut di Instagram dan menjadi ikon bagi komunitas LGBTQ+ di negaranya. Prestasi Abramidze juga diakui secara internasional ketika ia mewakili Georgia di kontes Miss Trans Star International pada tahun 2018.

Presiden Georgia, Salome Zourabichvili, mengecam pembunuhan Abramidze.

"Pembunuhan yang mengerikan! Penolakan kemanusiaan! Ini harus menjadi peringatan bagi kita semua. Saya berharap kematian wanita muda yang cantik ini akan membuat kita lebih manusiawi dan lebih Kristiani," ujar Zourabichvili melalui Facebook pribadinya, dilansir Politico.

Sementara, kelompok hak asasi manusia lokal, Social Justice Center, mengaitkan pembunuhan ini dengan kampanye negara terhadap minoritas di Georgia.

"Ada korelasi langsung antara penggunaan ujaran kebencian dalam politik dan kejahatan kebencian," ujar organisasi tersebut, dikutip dari The Guardian.

2. Undang-undang baru ancam hak-hak LGBTQ+ Georgia

Undang-undang baru yang disahkan sehari sebelum pembunuhan Abramidze mencakup larangan terhadap propaganda LGBT, pernikahan sesama jenis, dan perawatan medis untuk perubahan gender. Selain itu, undang-undang ini juga melarang adopsi oleh pasangan sesama jenis dan orang transgender.

Josep Borrell, diplomat tinggi Uni Eropa, telah memperingatkan dampak undang-undang tersebut.

"Saya menyerukan Georgia untuk menarik legislasi ini, yang semakin menjauhkan negara dari jalur UE-nya," tulis Borrell di platform X.

Meskipun mendapat kritik keras, Perdana Menteri Georgia, Irakli Kobakhidze, membela undang-undang tersebut. Ia menggambarkannya sebagai alat untuk memperbaiki persepsi Eropa di kalangan warga Georgia sebagai tempat nilai-nilai tradisional dan Kristen daripada propaganda LGBT.

Kelompok hak asasi manusia juga mengkhawatirkan dampak undang-undang ini terhadap layanan kesehatan LGBTQ+.

"Kami tidak akan bisa melakukan ini secara efisien dan ini bisa menyebabkan peningkatan kasus HIV," ungkap Beka Gabadadze, ketua organisasi Temida yang membantu komunitas LGBTQ+ Georgia.

3. Abramidze  pernah kritik pemerintah Georgia

Intoleransi terhadap gender dan identitas gender telah menjadi motif utama kejahatan kebencian di Georgia. Menurut laporan Jaksa Georgia tahun 2023, dari 1.218 orang yang didakwa melakukan kejahatan kebencian tahun lalu, 1.164 didakwa atas dasar kejahatan kebencian berbasis gender.

Pembunuhan Abramidze bukanlah kasus pertama. Ini adalah pembunuhan keempat terhadap wanita transgender di Georgia yang menarik perhatian publik dalam satu dekade terakhir.

Sebelum kematiannya, Abramidze sendiri pernah mengkritik pendekatan pemerintah terhadap kekerasan dalam rumah tangga dan hak-hak perempuan. Pada April lalu, ia bahkan terpaksa melarikan diri ke luar negeri untuk sementara waktu karena takut akan keselamatannya setelah mendapat serangan dari mantan pasangannya.

Partai berkuasa Georgian Dream telah lama dituduh memicu homofobia dan transfobia serta mendorong agenda anti-Barat dan anti-liberal. Kritik ini semakin menguat menjelang pemilihan umum bulan depan. Pemilu ini dianggap sebagai penentuan apakah Georgia, yang dulunya merupakan negara bekas Soviet yang paling pro-Barat, akan bergeser ke arah Rusia.

Baca Juga: Parlemen Georgia Akhirnya Setujui RUU Anti-LGBTQ

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya