Rusia Diduga Miliki Program Drone Rahasia di China 

Drone digunakan untuk perang di Ukraina

Intinya Sih...

  • Rusia dikabarkan memiliki program rahasia di China untuk mengembangkan dan memproduksi drone serangan jarak jauh yang digunakan dalam perang melawan Ukraina.
  • Drone G3 dapat melakukan perjalanan sejauh 2.000 km dengan membawa muatan 50 kg, memungkinkan Rusia untuk melakukan serangan jarak jauh dengan presisi tinggi.
  • Kupol dilaporkan memiliki rencana ambisius untuk mengembangkan UAV serangan REM 1 buatan China dengan muatan 400 kg dalam waktu delapan bulan.

Jakarta, IDN Times - Rusia diduga memiliki program rahasia di China untuk mengembangkan dan memproduksi drone serangan jarak jauh yang digunakan dalam perang melawan Ukraina. Informasi ini terungkap dari laporan eksklusif Reuters pada Kamis (26/9/2024), berdasarkan dua sumber dari badan intelijen Eropa dan dokumen yang mereka tinjau.

IEMZ Kupol, anak perusahaan Almaz-Antey milik negara Rusia, dilaporkan telah mengembangkan dan menguji terbang model drone baru bernama Garpiya-3 (G3) di China dengan bantuan spesialis lokal. Dalam laporan kepada Kementerian Pertahanan Rusia, Kupol menyatakan dapat memproduksi drone termasuk G3 dalam skala besar di pabrik di China untuk digunakan di Ukraina.

1. Detail program drone rahasia Rusia di China

Drone G3 yang dikembangkan dalam program rahasia ini memiliki kemampuan yang cukup mengkhawatirkan. Dilansir Reuters, G3 dapat melakukan perjalanan sejauh 2.000 km dengan membawa muatan 50 kg. Kemampuan ini memungkinkan Rusia untuk melakukan serangan jarak jauh dengan presisi tinggi.

Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa sampel G3 dan beberapa model drone lain yang dibuat di China telah dikirim ke Kupol di Rusia untuk pengujian lebih lanjut. Proses ini melibatkan ahli-ahli dari China dan menunjukkan adanya kerja sama teknis antara kedua negara.

Sumber intelijen Eropa mengkonfirmasi bahwa Kupol telah menerima tujuh drone militer buatan China, termasuk dua unit G3, di markas besarnya di kota Izhevsk, Rusia. Temuan ini dianggap sebagai bukti konkret pertama adanya pengiriman pesawat tanpa awak (UAV) utuh dari China ke Rusia sejak perang Ukraina dimulai pada Februari 2022.

Lebih lanjut, Kupol dilaporkan memiliki rencana ambisius untuk mengembangkan UAV serangan REM 1 buatan China dengan muatan 400 kg dalam waktu delapan bulan. Sistem REM 1 ini akan memiliki kemampuan yang mirip dengan drone Reaper milik Amerika Serikat, yang dikenal sebagai salah satu drone tempur paling canggih di dunia.

2. Tanggapan internasional

Pengungkapan program drone rahasia ini telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak internasional. Gedung Putih menyatakan sangat prihatin dengan laporan tersebut. AS menganggap ini sebagai bukti bahwa perusahaan China memberikan bantuan mematikan kepada perusahaan Rusia yang dikenai sanksi.

NATO, melalui juru bicaranya Farah Dakhlallah, juga menyuarakan keprihatinan serupa.

"Laporan ini sangat mengkhawatirkan dan sekutu sedang berkonsultasi tentang masalah ini," ujar Dakhlallah.

NATO menekankan bahwa pemerintah China memiliki tanggung jawab untuk memastikan perusahaan-perusahaan mereka tidak memberikan bantuan mematikan kepada Rusia. Sementara, Kementerian Luar Negeri Inggris menyerukan China untuk menghentikan dukungan diplomatik dan material terhadap upaya perang Rusia.

"Selama ini, China hanya diketahui mengirim komponen penggunaan ganda untuk sistem senjata. Namun, transfer sistem senjata utuh yang terdokumentasi belum pernah kita lihat sebelumnya. Ini menandakan perkembangan yang sangat signifikan," ujar Fabian Hinz, peneliti di International Institute for Strategic Studies.

3. China kerap bantah kirim senjata ke Rusia

Rusia Diduga Miliki Program Drone Rahasia di China Ilustrasi bendera China. (unsplash.com/Yan Ke)

Beijing secara berulang membantah bahwa mereka atau perusahaan China telah memasok senjata ke Rusia untuk digunakan di Ukraina dan menyatakan bahwa mereka tetap netral dalam konflik tersebut. Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa tidak ada pembatasan internasional terhadap perdagangan China dengan Rusia.

Namun, pernyataan China tampaknya bertentangan dengan temuan di lapangan. Melansir The Independent, Vladyslav Vlasiuk, penasihat presiden Ukraina, mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen komponen asing yang ditemukan dalam senjata Rusia di medan perang di Ukraina berasal dari China.

Sementara itu, baik Rusia maupun Ukraina terus berlomba untuk meningkatkan produksi drone mereka, yang telah terbukti sebagai senjata yang sangat efektif dalam konflik ini. Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini mengumumkan bahwa militernya telah menerima sekitar 140 ribu drone pada tahun 2023. Lebih lanjut, Putin menyatakan rencana ambisius untuk meningkatkan jumlah ini sepuluh kali lipat tahun ini.

"Siapa pun yang bereaksi lebih cepat terhadap tuntutan di medan perang, dialah yang menang," tegas Putin dalam pertemuan di St. Petersburg tentang produksi drone.

Baca Juga: AS Larang Teknologi China-Rusia di Mobil Otonom Mulai 2027 

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya