Pejabat AS Keturunan Yahudi Resign, Protes Dukungan Biden ke Israel 

Pejabat keturunan Yahudi pertama yang protes Biden

Jakarta, IDN Times- Lily Greenberg Call, seorang staf Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat (AS) yang merupakan pendukung lama Biden dan Israel mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini dilakukannya sebagai bentuk protes terhadap dukungan Presiden Joe Biden terhadap tindakan militer Israel di Gaza.

Call menjadi staf politik pertama keturunan Yahudi yang mundur dari pemerintahan Biden karena masalah ini. Dalam pernyataan pengunduran dirinya, Call menuduh Biden menggunakan orang-orang Yahudi untuk membenarkan kebijakan AS dalam konflik Israel-Palestina,

"Saya tidak lagi dapat dengan hati nurani yang baik terus mewakili administrasi ini di tengah dukungan Presiden Biden yang memilukan dan berkelanjutan terhadap genosida Israel di Gaza," tulis Call, dilansir dari The Guardian pada Kamis (16/5/2024). 

1. Serangan ke Gaza dinilai tidak sesuai nilai Yahudi

Call menegaskan bahwa nilai-nilai Yahudi yang ia pegang sejak kecil menjadi landasan keputusannya untuk mundur. Menurutnya, serangan militer Israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza bertolak belakang dengan ajaran dan prinsip moral Yahudi.

Call tumbuh dalam keluarga Yahudi yang pernah mengalami diskriminasi dan penganiayaan di Eropa sebelum pindah ke AS. Mereka bahkan harus mengganti nama keluarga saat tiba di Ellis Island untuk memulai hidup baru.

Sebelumnya, Call dikenal sebagai pendukung vokal Israel dan aktif di kelompok pro-Israel seperti AIPAC (American Israel Public Affairs Committee). Namun pandangannya mulai bergeser setelah ia bertemu dan berdialog dengan lebih banyak orang Palestina. 

Baca Juga: Saling Nyalahkan, Negosiasi Israel-Hamas Kembali Temui Jalan Buntu

2. Biden punya kuasa untuk wujudkan gencatan senjata

Dalam pernyataan pengunduran dirinya, Call menegaskan bahwa Presiden Biden sebenarnya memiliki kekuasaan untuk mendorong tercapainya gencatan senjata. Namun, ia menyayangkan bahwa Biden tidak menggunakan pengaruhnya secara optimal untuk mengakhiri konflik.

Call berpendapat bahwa dengan terus mendukung tindakan militer Israel, AS secara tidak langsung berkontribusi terhadap kejahatan perang Israel. Ia juga menilai bahwa kebijakan AS saat ini melanggengkan apartheid dan pendudukan di Palestina. Menurutnya, pendekatan semacam itu justru tidak memberikan rasa aman, baik bagi warga Israel maupun Yahudi secara umum.

"Presiden memiliki kekuatan untuk menuntut gencatan senjata yang awet, untuk menghentikan pengiriman senjata dan untuk memberikan persyaratan bantuan. Namun, AS hampir tidak menggunakan pengaruhnya selama delapan bulan terakhir untuk membuat Israel bertanggungjawab," tulis Greenberg Call, dilansir dari Washington Post

Biden sendiri menghadapi tantangan politik yang semakin besar atas dukungannya untuk Israel. Jajak pendapat menunjukkan warga Arab-Amerika, Muslim, pemilih muda, progresif, dan orang kulit berwarna sangat tidak setuju dengan penanganan Biden terhadap konflik ini.

3. Sikap pemerintahan Biden plin-plan terhadap Israel

Meski mendukung Israel, Biden sempat mengancam akan menghentikan pengiriman senjata ofensif jika Israel menyerbu kota Rafah. Ancaman ini membuat marah beberapa politisi Demokrat yang pro-Israel. Namun di sisi lain, administrasi Biden juga berencana untuk melanjutkan kesepakatan senjata senilai lebih dari 1 miliar dolar AS (sekitar Rp 15,9 triliun) untuk Israel.

Serangan militer Israel di Gaza sejauh ini telah menewaskan lebih dari 35.000 warga Palestina dan memaksa 2 juta orang mengungsi. Namun, AS dan Israel  bersikukuh membantah tuduhan genosida.

Kampanye militer Israel  sendiri dimulai setelah Hamas melancarkan serangan pada 7 Oktober lalu yang menewaskan sekitar 1.200 orang Israel. Call mengatakan orang-orang di komunitasnya ada yang kehilangan anggota keluarga atau kerabat yang dicintai dalam serangan itu.

Baca Juga: Aktivis Israel Serang Konvoi Bantuan untuk Gaza

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya