Korea Selatan Ungkap Skandal Adopsi Paksa Anak ke Luar Negeri 

Sekitar 200 ribu anak Korea Selatan diadopsi sejak 1950-an 

Jakarta, IDN Times - Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Korea Selatan mengungkap temuan adanya praktik adopsi paksa anak-anak ke luar negeri. Laporan mengungkap bukti baru bahwa ibu-ibu di pusat kesejahteraan dipaksa menyerahkan anak mereka untuk diadopsi oleh keluarga asing. 

Setidaknya 200 ribu anak Korea Selatan telah diadopsi ke luar negeri sejak tahun 1950-an. Bukti baru ini menguatkan dugaan bahwa rumah sakit, ruang bersalin, dan lembaga adopsi berkolusi secara sistematis untuk memaksa orang tua, terutama ibu tunggal, menyerahkan anak mereka.

Praktik ini terjadi selama era pemerintahan diktator militer Korea Selatan pada tahun 1970-an dan 1980-an, yang menjalankan kebijakan pemurnian sosial. 

1. Ibu dipaksa serahkan bayi untuk diadopsi

Dalam satu kasus, seorang ibu yang tidak mau berpisah dari anaknya dicatat sebagai bermasalah dan sakit mental. Catatan itu kemudian diubah, menyatakan bahwa hak orang tua telah dilepaskan dan bayi sudah diserahkan ke lembaga adopsi.

Bayi yang lahir di fasilitas ini sering ditransfer ke lembaga adopsi untuk diadopsi ke luar negeri dalam proses sehari. Komisi juga menemukan bukti adopsi dari empat fasilitas serupa di Seoul, Daegu, Provinsi Chungcheong Selatan, dan Provinsi Gyeonggi.

"Mendengar tentang cerita-cerita ini sangat mengerikan. Tidak dapat dibayangkan betapa kejam dan sistematis praktik ini, tetapi ada juga penebusan dalam terungkapnya kebenaran," ujar Peter Moller, seorang anak adopsi dan pendiri Danish Korean Rights Group (DKRG), dilansir dari The Guardian. 

Baca Juga: Banjir di Nigeria, Buaya dan Ular Hanyut ke Pemukiman Warga

2. Bayi ditransfer ke lembaga adopsi sehari setelah lahir

Investigasi mengungkap bahwa setidaknya 20 adopsi terjadi dari Huimangwon di Daegu dan Cheonseongwon di Provinsi Chungcheong Selatan pada tahun 1985 dan 1986.

Dilansir ABC News, Ha Kum Chul, salah satu investigator komisi, menjelaskan bahwa bayi-bayi tersebut ditransfer ke dua lembaga adopsi, Holt Children's Services dan Eastern Social Welfare Society. Lembaga-lembaga ini kemudian menempatkan anak-anak tersebut dengan keluarga di Amerika Serikat, Denmark, Norwegia, dan Australia.

Lebih mengkhawatirkan lagi, sebagian besar bayi ditransfer ke lembaga adopsi pada hari kelahiran atau sehari setelahnya. Hal ini mengindikasikan bahwa adopsi sudah ditentukan sebelum kelahiran. 

3. Komisi usulkan permintaan maaf dan kompensasi untuk korban

Praktik adopsi paksa ini terjadi sebagai bagian dari kebijakan pemurnian sosial yang dijalankan oleh pemerintahan militer Korea Selatan. Saat itu, ribuan orang disapu dari jalanan dan dipaksa masuk ke pusat kesejahteraan. Di sana, mereka mengalami berbagai pelanggaran hak asasi manusia.

Komisi menemukan bahwa penghuni pusat dipaksa kerja tanpa bayaran, dipindahkan secara paksa, dikekang, dipukuli, dan dikurung. Beberapa penghuni tetap dikurung di fasilitas ini selama puluhan tahun. Bahkan, ratusan penghuni yang meninggal dikubur di kuburan dangkal atau jasadnya disumbangkan ke sekolah kedokteran tanpa pemberitahuan keluarga.

Menanggapi temuan ini, komisi merekomendasikan pemerintah untuk meminta maaf secara resmi dan menawarkan kompensasi finansial kepada korban pusat penahanan. Selain itu, komisi juga sedang menyelidiki 367 kasus adopsi Korea di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia, yang dicurigai melibatkan manipulasi asal-usul biologis mereka.

Sussie Brynald, seorang anak adopsi Denmark lainnya yang kasusnya ditangani oleh DKRG, mengungkapkan kemarahannya atas berita ini.

"Ini membuatku marah dan sedih. Ini hanya menunjukkan betapa sistem adopsi Korea Selatan selalu tentang uang, dan betapa sedikitnya perhatian terhadap anak-anak," ujar Brynald. 

Baca Juga: Kekurangan Tenaga Medis, Korsel Kerahkan 235 Dokter Militer

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Rama

Berita Terkini Lainnya