Joe Biden Perketat Aturan Senjata 3D dan Modifikasi Senapan di AS

Senjata 3D mudah diakses dan sulit dilacak

Intinya Sih...

  • Presiden AS Joe Biden menandatangani perintah eksekutif baru untuk mengatasi ancaman senjata api, terutama dari teknologi senjata baru.
  • Perintah tersebut membentuk Satuan Tugas Ancaman Senjata Api Baru yang fokus pada perangkat konversi senapan mesin dan senjata 3D.
  • Langkah tambahan termasuk peningkatan latihan penembak aktif di sekolah dan alokasi dana untuk pencegahan kekerasan masyarakat.

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat Joe Biden menandatangani perintah eksekutif baru pada Kamis (26/9/2024) untuk mengatasi ancaman senjata api. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap meningkatnya kekhawatiran akan perangkat konversi senapan mesin dan senjata 3D yang tidak memiliki nomor seri.

Dilansir The Guardian, perintah tersebut membentuk Satuan Tugas Ancaman Senjata Api Baru yang ditugaskan untuk menangani ancaman dari teknologi senjata baru ini. Wakil Presiden AS, Kamala Harris, yang ditunjuk untuk mengawasi kantor pencegahan kekerasan senjata federal pertama, turut hadir dalam penandatanganan tersebut.

"Kita sedang mengalami epidemi kekerasan senjata," ujar Harris, dilansir Reuters. 

Harris menegaskan bahwa hak untuk hidup aman adalah hak sipil. Ia juga menyoroti trauma berkepanjangan yang disebabkan oleh kekerasan senjata bagi mereka yang terkena dampaknya.

1. Perangkat konversi senapan mesin bisa dibuat dalam 30 menit

Perintah eksekutif Biden berfokus pada dua ancaman utama: perangkat konversi senapan mesin dan senjata yang dicetak 3D.

Perangkat konversi dapat mengubah senjata api semi-otomatis menjadi senapan mesin otomatis penuh. Biden menjelaskan bahwa perangkat konversi senapan mesin dapat dicetak 3D dengan biaya kurang dari 40 sen dalam waktu kurang dari 30 menit.

Pernyataan ini diperkuat oleh data dari Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF) AS. Badan tersebut melaporkan peningkatan 570 persen dalam penyitaan perangkat konversi senapan mesin dari 2017 hingga 2021 dibandingkan lima tahun sebelumnya.

Sementara, senjata 3D sulit dideteksi oleh pemindai keamanan dan tidak memiliki nomor seri sehingga membuatnya sulit dilacak.

Baca Juga: Imigran Haiti Tuntut Penangkapan Trump-Vance atas Pernyataan Rasis

2. AS anggarkan total Rp3,2 triliun untuk keamanan publik

Selain menangani ancaman teknologi senjata baru, perintah eksekutif Biden juga mencakup langkah-langkah tambahan untuk meningkatkan keamanan publik. Salah satunya adalah upaya untuk memperbaiki latihan penembak aktif di sekolah guna mengurangi potensi trauma psikologis pada siswa.

Perintah ini juga mengalokasikan dana sebesar 135 juta dolar AS (sekitar Rp2 triliun) untuk mendukung penerapan undang-undang bendera merah oleh negara bagian. Undang-undang ini memungkinkan pihak berwenang untuk sementara mencabut senjata api dari individu yang dianggap berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain.

Lebih lanjut, 85 juta dolar AS (sekitar Rp1,2 triliun) dianggarkan untuk upaya pencegahan kekerasan masyarakat. Langkah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Yayasan Olahraga Menembak AS (NSSF), yang menyambut baik penekanan Gedung Putih pada penyimpanan senjata yang aman.

"NSSF menyambut baik penekanan Gedung Putih pada penyimpanan senjata yang aman, sebuah pesan yang telah menjadi upaya jangka panjang industri senjata api untuk mengingatkan pemilik senjata agar menyimpan senjata api dengan aman ketika tidak digunakan," ujar juru bicara NSSF, Mark Oliva, dilansir Huffington Post. 

3. Pembunuhan di AS turun 17 persen, penembakan massal berkurang 20 persen

Perintah eksekutif terbaru ini merupakan bagian dari upaya pemerintahan Biden-Harris untuk mengatasi kekerasan senjata di AS. Meskipun keduanya adalah pemilik senjata, Biden dan Harris mendukung regulasi terkait senjata api.

Pada Juli 2022, Biden menandatangani undang-undang keselamatan senjata pertama dalam beberapa dekade. Undang-undang ini meningkatkan pemeriksaan latar belakang dan menutup celah hukum yang sebelumnya memungkinkan pelaku kekerasan dalam rumah tangga menghindari larangan kepemilikan senjata.

Upaya-upaya ini tampaknya mulai membuahkan hasil. Pemerintahan Biden melaporkan penurunan 17 persen dalam kasus pembunuhan dan 20 persen dalam penembakan massal pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, tantangan masih tetap ada. Proposal yang lebih ambisius seperti pemeriksaan latar belakang universal atau pembaruan larangan senjata serbu gagal mendapatkan dukungan yang cukup di Kongres. Selain itu, beberapa peraturan ATF, termasuk yang berkaitan dengan pemeriksaan latar belakang di pameran senjata dan pembatasan penjualan brace pistol, menghadapi tantangan hukum.

Baca Juga: FBI Ungkap Penurunan Drastis Tingkat Pembunuhan di AS pada 2023

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya