AS Lanjutkan Bantuan ke Unit Militer Israel Pelaku Pelanggaran HAM 

AS tak jadi hukum batalion Netzah Yehuda

Intinya Sih...

  • AS melanjutkan bantuan militer kepada unit Israel yang dituduh melakukan pelanggaran HAM.
  • Batalion Netzah Yehuda menjadi sorotan karena tuduhan pelanggaran HAM terhadap warga Palestina.
  • Meskipun ada kritik, AS menyatakan bahwa pelanggaran oleh unit tersebut telah ditangani secara efektif oleh Israel.

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk melanjutkan bantuan militer kepada unit Israel yang sebelumnya dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Keputusan ini diumumkan oleh Departemen Luar Negeri AS pada Jumat (9/8/2024).

Identitas unit tersebut tidak disebutkan secara resmi. Namun, beberapa sumber mengindikasikan bahwa unit yang dimaksud adalah batalion Netzah Yehuda. Batalion ini telah lama menjadi sorotan karena berbagai tuduhan pelanggaran HAM terhadap warga sipil Palestina di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Keputusan ini muncul setelah Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, pada April lalu menyatakan sebuah batalyon tentara Israel telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

Pernyataan tersebut memicu spekulasi bahwa AS akan memblokir bantuan ke unit tersebut. Pemblokiran ini seharusnya dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Leahy yang melarang bantuan militer AS kepada unit asing pelanggar HAM.

Baca Juga: Kemlu Kembali Imbau WNI untuk Tunda Pergi ke Lebanon, Iran, Israel

1. Kontroversi seputar batalyon Netzah Yehuda

Batalyon Netzah Yehuda telah lama menjadi pusat kontroversi karena tindakan-tindakannya di Tepi Barat. Salah satu insiden yang paling menonjol adalah kematian Omar Assad, warga Palestina-Amerika berusia 78 tahun, pada tahun 2022. Assad dilaporkan meninggal setelah ditahan oleh pasukan dari batalion tersebut.

Melansir Al Jazeera, kematian Assad memicu seruan untuk menerapkan Undang-Undang Leahy terhadap batalyon Netzah Yehuda.

Kelompok pemantau hak asasi manusia telah berulang kali menyoroti bahwa tentara Israel jarang menghadapi penuntutan atas serangan terhadap warga Palestina. Dalam beberapa kasus, tentara dilaporkan tidak bertindak atau bahkan ikut menyerang warga Palestina bersama pemukim Israel.

Meski demikian, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, tetap memberikan dukungan penuh kepada batalyon tersebut.

"Tidak ada yang bisa mengajari kami tentang nilai dan moralitas," ujar Gallant saat mengunjungi pasukan Netzah Yehuda.

2. Alasan di balik keputusan AS

Melansir Associated Press, Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa keputusan untuk melanjutkan bantuan diambil setelah menerima informasi tambahan dari Israel. Menurut pernyataan resmi, pelanggaran oleh unit tersebut telah ditangani secara efektif.

Seorang pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonimitas, mengungkapkan bahwa jaksa militer Israel telah mengidentifikasi dua tentara yang memerlukan tindakan lebih lanjut. Keduanya dilaporkan telah dikeluarkan dari militer. 

Selain itu, militer Israel dilaporkan telah meningkatkan penyaringan, pelatihan, dan pengawasan untuk unit tersebut. Langkah-langkah ini dianggap oleh AS sebagai upaya serius Israel untuk mengatasi masalah pelanggaran HAM di dalam angkatan bersenjatanya.

Namun, keputusan ini tidak lepas dari kritik. Charles Blaha, mantan direktur kantor Departemen Luar Negeri AS yang bertugas menegakkan Undang-Undang Leahy, mengkritik keputusan tersebut. Menurutnya, hal ini bertentangan langsung dengan Undang-Undang Leahy.

"Keputusan ini mengirimkan pesan buruk kepada Israel dan pihak lain: bahwa tekanan terhadap pejabat AS berhasil, dan bahwa Israel pada dasarnya dikecualikan dari hukum AS," tulis Blaha dalam sebuah kolom di forum hukum Just Security.

Baca Juga: Kamala Harris Tak Dukung Embargo Senjata ke Israel

3. AS cabut larangan penjualan senjata ofensif ke Arab Saudi

Keputusan untuk melanjutkan bantuan ini muncul bersamaan dengan langkah AS untuk mencabut larangan penjualan senjata ofensif ke Arab Saudi. Sebelumnya, larangan ini diterapkan untuk menekan Arab Saudi agar menghentikan perang di Yaman. 

Melansir dari Reuters, pemerintahan Biden sedang merundingkan pakta pertahanan dan perjanjian kerjasama nuklir sipil dengan Arab Saudi. Perundingan ini dinilai sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk mendorong normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel.

"Arab Saudi telah mencapai tujuan mereka dalam dalam kesepakatan tersebut dan kami akan menyusul," ujar seorang pejabat senior AS.

Langkah-langkah ini diambil di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan. Hizbullah dan Iran telah bersumpah untuk membalas Israel atas tewasnya pemimpin mereka. 

Baca Juga: Israel Ancam Lenyapkan Kepala Politik Hamas yang Baru, Yahya Sinwar 

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya