Pengadilan Namibia Nyatakan UU yang Larang LGBTQ Inkonstitusional

Dianggap sebagai kemenangan LGBTQ

Jakarta, IDN Times - Pengadilan tinggi di Namibia menyatakan dua undang-undang yang mengkriminalisasi aktivitas seks gay sebagai inkonstitusional. Keputusan itu dianggap sebagai kemenangan bagi para aktivis LGBT.

Namibia mewarisi aturan yang melarang sodomi dan pelanggaran seksual tidak wajar ketika memperoleh kemerdekaan dari Afrika Selatan pada 1990. Larangan itu jarang ditegakkan, tapi memicu diskriminasi terhadap laki-laki gay yang hidup dalam ketakutan akan penangkapan.

1. Disambut aktivis LGBT

Pengadilan Namibia Nyatakan UU yang Larang LGBTQ InkonstitusionalBendera pelangi yang merupakan simbol bagi kelompok LGBT. (Unsplash.com/Stavrialena Gontzou)

Dilansir BBC, keputusan ini disambut dengan senang oleh aktivis Namibia bernama Friedel Dausab, yang mengajukan kasus tersebut ke pengadilan dengan dukungan dari badan amal Human Dignity Trust dari Inggris.

“Mencintai bukanlah suatu kejahatan lagi. Saya tidak lagi merasa seperti penjahat yang melarikan diri di negara saya sendiri hanya karena siapa saya," kata Dausab pada Jumat (21/6/2024). 

Setelah putusan dibacakan di pengadilan, aktivis kelompok LGBTQ Equal Namibia membagikan foto orang-orang yang berpelukan di pengadilan.

“Selamat datang di Namibia baru. Namibia yang terlahir bebas,” kata kelompok itu melalui media sosial.

Istilah "lahir bebas" paling terkenal digunakan di negara tetangga Afrika Selatan untuk menggambarkan generasi pertama anak-anak yang tumbuh di awal demokrasi setelah kekuasaan minoritas kulit putih berakhir pada tahun 1994.

Baca Juga: Presiden Namibia Meninggal Akibat Kanker

2. Aturan dianggap mendiskriminasi kelompok LGBT

Pengadilan Namibia Nyatakan UU yang Larang LGBTQ InkonstitusionalBendera pelangi yang merupakan simbol bagi kelompok LGBT. (Unsplash.com/Ian Taylor)

UNAids, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengadvokasi aksi global terhadap HIV dan AIDS, mengatakan aturan sebelumnya memicu diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ+ Namibia di fasilitas kesehatan. Organisasi itu meyakini keputusan pengadilan akan mendorong lebih banyak orang untuk melakukan tes dan pengobatan HIV.

“Dengan mendekriminalisasi hubungan sesama jenis, Namibia menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi komunitas LGBTQ+,” kata Anne Githuku-Shongwe, direktur regional UNAids untuk Afrika Timur dan Selatan, dilansir dari The Guardian. 

Dalam survei pan-Afrika terhadap 34 negara yang dilakukan antara tahun 2019 dan 2021, Namibia menempati peringkat ketiga sebagai negara paling toleran terhadap pertanyaan tentang perasaan masyarakat jika memiliki tetangga yang gay. Sekitar 64 persen responden mengatakan mereka suka atau tidak peduli dengan hal tersebut.

Namun, dua kasus di pengadilan tingkat tinggi telah memicu reaksi keras dari kaum konservatif. Mahkamah Agung Namibia pada Maret tahun lalu membatalkan putusan pengadilan lebih rendah yang memberikan kewarganegaraan kepada anak-anak dari pasangan gay yang lahir melalui ibu pengganti di luar negeri. Pada Mei 2023, pengadilan mengakui pernikahan sesama jenis yang dilakukan di luar negeri antara warga Namibia dan warga asing.

Parlemen Namibia telah menyetujui undang-undang yang mendefinisikan pernikahan sebagai orang-orang yang berbeda jenis kelamin, tapi aturan belum diterapkan karena masih butuh tanda tangan presiden. Kelompok Equal Namibia mengatakan, sejak aturan tersebut disetujui, kejahatan kebencian meningkat, enam orang LGBTQ+ di Namibia telah dibunuh.

3. Sebanyak 31 negara yang kriminalisasi hubungan sesama jenis berada di Afrika

Human Dignity Trust mengatakan dari 64 negara secara global yang mengkriminalisasi hubungan sesama jenis, 31 di antaranya berada di benua Afrika.

Larangan seks sesama jenis telah dicabut di Angola dan Botswana, masing-masing pada tahun 2021 dan 2019. Namun, Uganda memperkuat undang-undang anti-LGBTQ pada tahun lalu, dengan menerapkan hukuman mati bagi “homoseksualitas yang parah”, termasuk hubungan seks sesama jenis dengan penyandang disabilitas atau seseorang yang berusia di atas 75 tahun.

Pada Februari, parlemen Ghana mengesahkan rancangan undang-undang yang menjatuhkan hukuman penjara hingga lima tahun bagi yang pihak yang promosi, sponsor, atau memberikan dukungan secara sengaja terhadap kegiatan LGBTQ+, tapi presiden menolak untuk menandatanganinya meski digugat di pengadilan.

Baca Juga: Anggota Parlemen Afrika Selatan Diskors karena Video Rasisnya Viral

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya