Parlemen Ghana Loloskan RUU Anti-LGBTQ

Pelanggar dapat dijatuhi hukuman penjara

Jakarta, IDN Times - Parlemen Ghana meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Asasi Manusia dan Nilai-Nilai Keluarga, yang anti-LGBTQ pada Rabu (28/2/2024). Aturan itu menetapkan bahwa orang yang mengambil bagian dalam kegiatan LGBTQ dapat dijatuhi hukuman penjara.

RUU tersebut untuk menjadi undang-undang masih harus disahkan oleh Presiden Nana Akufo-Addo, yang diyakini baru akan dilakukan setelah pemilihan umum pada bulan Desember. Presiden telah mengatakan bahwa dia akan melakukan hal tersebut jika mayoritas warga menginginkannya.

Baca Juga: Indonesia-Ghana Transfer Teknologi Vaksin Tetanus-Difteri

1. RUU mendapat banyak dukungan

Parlemen Ghana Loloskan RUU Anti-LGBTQBendera pelangi yang merupakan simbol bagi kelompok LGBT. (Unsplash.com/Stavrialena Gontzou)

Dilansir Al Jazeera, RUU tersebut mendapat dukungan luas di Ghana, dengan sebagian besar anggota parlemen mendukung. Selain itu koalisi yang terdiri dari para pemimpin Kristen, Muslim, dan tradisional Ghana mendukung RUU itu.

Presiden Akufo-Addo juga mendukung RUU itu, ia mengatakan pernikahan sesama jenis tidak akan pernah diizinkan selama ia masih berkuasa.

Aktivitas seksual sesama jenis merupakan tindakan ilegal di Ghana, dan diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ adalah hal biasa, tapi belum pernah ada yang dituntut berdasarkan undang-undang era kolonial.

Dalam ketentuan RUU tersebut, mereka yang melakukan tindakan seksual LGBTQ dapat menghadapi hukuman penjara mulai dari enam bulan hingga tiga tahun. Mereka yang mempromosikan kegiatan LGBTQ secara sengaja dapat dijatuhi hukuman penjara tiga hingga lima tahun penjara.

Aturan itu juga mengusulkan hukuman penjara hingga 10 tahun bagi siapa pun yang terlibat dalam kampanye advokasi LGBTQ yang ditujukan untuk anak-anak.

2. Komunitas LGBTQ khawatir

Parlemen Ghana Loloskan RUU Anti-LGBTQBendera pelangi yang merupakan simbol bagi kelompok LGBT. (Unsplash.com/Ian Taylor)

Koalisi hak asasi manusia yang dikenal sebagai 18 Besar, sebuah kelompok yang memayungi pengacara dan aktivis di Ghana, mengecam RUU tersebut.

“Anda tidak dapat mengkriminalisasi identitas seseorang dan itulah yang dilakukan oleh RUU tersebut dan hal ini benar-benar salah. Kami ingin memberikan kesan kepada presiden untuk tidak menyetujui RUU tersebut, karena RUU tersebut benar-benar melanggar hak asasi komunitas LGBT,” kata Takyiwaa Manuh, anggota koalisi.

Anggota komunitas LGBTQ di Ghana menyampaikan kekhawatiran akan dampak dari RUU tersebut.

“Pengesahan RUU ini akan semakin meminggirkan dan membahayakan individu LGBTQ di Ghana. Ini tidak hanya melegalkan diskriminasi tetapi juga menumbuhkan lingkungan ketakutan dan penganiayaan. Dengan hukuman yang berat bagi individu dan aktivis LGBTQ, RUU ini mengancam keselamatan dan kesejahteraan komunitas yang sudah rentan," kata Alex Donkor, pendiri dan direktur organisasi Hak LGBT+ Ghana.

"Jika RUU Hak Asasi Manusia dan Nilai-Nilai Keluarga Ghana menjadi undang-undang, hal ini akan memperburuk ketakutan dan kebencian, dapat memicu kekerasan terhadap sesama warga negara Ghana, dan akan memicu kekerasan terhadap sesama warga negara Ghana. dampak negatif terhadap kebebasan berpendapat, kebebasan bergerak dan kebebasan berserikat," kata Winnie Byanyima, ketua badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani AIDS.

Baca Juga: Ghana Dapat Bantuan Militer dari Uni Eropa untuk Lawan Teroris

3. RUU untuk melawan LGBTQ

Dilansir BBC, para anggota parlemen mengatakan RUU tersebut dirancang sebagai tanggapan terhadap pembukaan pusat komunitas LGBTQ+ pertama di Ghana di ibu kota, Accra, pada Januari 2021. Tempat itu sudah ditutup oleh pihak berwenang karena ada protes masyarakat dan tekanan dari badan-badan keagamaan dan pemimpin tradisional.

Pada saat itu, Dewan Kristen Ghana dan Dewan Pantekosta dan Karismatik Ghana mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa menjadi LGBTQ+ merupakan sesuatu hal asing bagi budaya Ghana dan sistem nilai keluarga, oleh karena itu warga negara tidak dapat menerimanya.

RUU yang baru lolos dari parlemen tersebut telah direvisi dari rancangan sebelumnya misalnya, hukuman penjara dipersingkat dan klausul kontroversial mengenai terapi konversi telah dihapus.

Selama perdebatan selama berhari-hari, Alexander Afenyo-Markin, wakil ketua parlemen dari partai yang berkuasa, menyarankan perubahan lebih lanjut. Afenyo-Markin meminta para anggota melakukan pemungutan suara rahasia untuk memilih apakah akan menerapkan hukuman penjara atau hukuman pelayanan masyarakat dan menjalani konseling. Namun, ia dicemooh oleh anggota parlemen yang mendukung hukuman penjara.

Baca Juga: Ghana Hukum Pendukung Wagner Rusia yang Dituduh Ingin Picu Kudeta

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya