Myanmar Tahan Eksekutif Jepang karena Pelanggaran Harga Beras

Puluhan pengusaha lokal juga ditahan

Intinya Sih...

  • Pemerintah militer Myanmar menahan eksekutif bisnis Jepang yang diduga menjual beras dengan harga jauh di atas harga resmi.
  • Penangkapan juga melibatkan puluhan pengusaha lokal dan kesulitan ekonomi Myanmar karena kudeta militer pada 2021.
  • Kasus penjualan beras dengan harga tinggi melibatkan 62 tersangka, termasuk direktur Aeon Orange, yang dapat mengakibatkan hukuman penjara dan denda.

Jakarta, IDN Times - Pemerintah militer Myanmar menahan seorang eksekutif bisnis Jepang yang bekerja untuk jaringan supermarket. Penahanan itu juga melibatkan puluhan pengusaha lokal, mereka diduga menjual beras dengan harga jauh lebih tinggi dari harga resmi, kata media pemerintah pada Senin (1/7/2024).

Harga beras yang mahal telah menyulitkan warga Myanmar yang nilai mata uangnya terus mengalami penurunan. Negara tersebut juga kesulitan karena kudeta militer pada tahun 2021, yang memicu protes tanpa kekerasan yang kemudian berkembang menjadi perlawanan bersenjata.

Baca Juga: Junta Myanmar Bom Pesta Pernikahan, 27 Orang Tewas

1. Terancam hukuman penjara hingga tiga tahun

Myanmar Tahan Eksekutif Jepang karena Pelanggaran Harga BerasIlustrasi penjara. (Unsplash.com/Matthew Ansley)

Dilansir Associated Press, warga Jepang yang ditahan itu dilaporkan bernama Hiroshi Kasamatsu, seorang direktur Aeon Orange. Aeon Orange mengoperasikan beberapa supermarket di Myanmar dan merupakan bagian dari grup ritel raksasa Aeon dari Jepang.

Media pemerintah mengatakan penangkapan dilakukan karena ada dugaan penjualan beras dengan harga 31 persen hingga 70 persen di atas harga resmi yang ditetapkan Federasi Beras Myanmar. Kasus ini melibatkan 62 tersangka, 102 gudang, 53 supermarket dan superstore, 25 pabrik dan tujuh toko lainnya di kota-kota besar.

Pelanggaran tersebut dapat mengakibatkan hukuman penjara enam bulan hingga tiga tahun dalam 11 kasus, termasuk kasus Kasamatsu, dan denda serta pembayaran pajak untuk kasus lainnya.

2. Jepang berusaha agar warganya dibebaskan

Myanmar Tahan Eksekutif Jepang karena Pelanggaran Harga BerasBendera Jepang. (Unspalsh.com/Roméo A.)

Dilansir Reuters, Yoshimasa Hayashi, kepala sekretaris kabinet Jepang, yang berada di Tokyo, mengatakan polisi di ibu kota komersial Myanmar, Yangon, sedang memeriksa seorang warga negara Jepang.

"Pemerintah Jepang bermaksud untuk terus mengambil langkah-langkah yang tepat sambil mendesak otoritas setempat untuk membebaskannya lebih awal," kata Hayashi.

Pejabat itu juga mengatakan pemerintah sedang melakukan upaya menjaga kontak dengan pemberi kerja warga negara Jepang dan menawarkan dukungan yang diperlukan.

Seorang juru bicara Aeon mengatakan seorang karyawan perusahaan telah ditahan di Myanmar, dan pihaknya sedang bekerja sama dengan kedutaan Jepang untuk mendapatkan rincian lebih lanjut.

Baca Juga: Thailand Minta ASEAN Bertemu, Cari Solusi untuk Konflik Myanmar

3. Nilai uang Myanmar yang rendah menyulitkan bisnis

Myanmar Tahan Eksekutif Jepang karena Pelanggaran Harga BerasUang kertas kyat Myanmar. (Unsplash.com/Dan Gold)

Pemilik penggilingan padi di Myanmar mengatakan banyak bisnis di sektor tersebut kesulitan akibat ketidaksesuaian nilai tukar mata uang asing resmi dan nilai tukar di pasar gelap yang mengatur sebagian besar transaksi, seperti pembelian bahan bakar dan pupuk impor.

"Kami rugi kalau menjual beras dengan harga standar pemerintah. Myanmar masih punya banyak beras. Situasi ini terjadi karena pemerintah ingin membatasi harga," katanya.

Nilai tukar uang Myanmar selama bertahun-tahun di pasar gelap jauh lebih tinggi dari daripada nilai tukar acuan bank sentral sebesar 2.100 kyat (Rp10 ribu) per satu dolar. Mata uang itu mencapai rekor terendah di pasar gelap sekitar 4.500 kyat (Rp22 ribu) per satu dolar pada akhir Mei, dan sejak itu bertahan di sekitar level tersebut.

Bulan lalu, pemerintah menangkap 35 orang, menindak pedagang emas dan valuta asing serta agen yang menjual lahan asing, dalam upaya untuk menopang mata uang yang terdepresiasi cepat.

Bank Dunia dalam laporannya bulan lalu menyebutkan hampir sepertiga penduduk Myanmar hidup dalam kemiskinan dan ekonominya sekitar 10 persen lebih kecil dibandingkan sebelum wabah virus corona. Pengungsian lebih dari 3 juta orang dari rumah mereka akibat pertempuran telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang besar.

Baca Juga: Kemelut Myanmar di Tubuh ASEAN 

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya