Mantan Pegawai CIA dan Gedung Putih Dituduh Jadi Agen Korsel

Terdakwa menerima barang mewah sebagai imbalan

Jakarta, IDN Times - Pakar kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS), Sue Mi Terry, dituduh bekerja sebagai agen mata-mata untuk pemerintah Korea Selatan (Korsel). Dia pernah bekerja sebagai analis Badan Intelijen Pusat (CIA) dan pejabat senior Dewan Keamanan Nasional (NSC) Gedung Putih.

Dalam dokumen pengadilan federal Manhattan, yang rilis pada Selasa (16/7/2024), ia didakwa karena tidak mendaftar berdasarkan Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing dan berkonspirasi melanggar hukum tersebut. Tindakan spionase itu dilakukan dengan balasan imbalan barang-barang mewah dan hadiah lainnya.

1. Diklaim sebagai kritikus pemerintah Korsel

Mantan Pegawai CIA dan Gedung Putih Dituduh Jadi Agen KorselBendera Korea Selatan. (Pixabay.com/Linguasia)

Dilansir BBC, Terry telah membantah tuduhan itu melalui pengacaranya, Lee Wolosky, yang mengatakan tuduhan tidak berdasar. Pengacara mengklaim kliennya sebagai pengkritik keras pemerintah Korsel.

"Tuduhan tersebut mendistorsi karya seorang akademisi dan analis berita yang dikenal karena independensinya dan pengabdiannya selama bertahun-tahun kepada AS. Faktanya, dia adalah seorang kritikus keras pemerintah Korsel selama masa-masa yang dituduhkan dalam dakwaan ini bahwa dia bertindak atas nama pemerintah," katanya.

Namun, dalam dakwaan setebal 31 halaman, para pejabat mengatakan Terry mengaku kepada agen Biro Investigasi Federal dalam wawancara sukarela pada 2023 bahwa dia adalah “sumber” bagi Seoul.

Terkait kasus ini, Badan Intelijen Nasional Korsel mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi erat dengan otoritas intelijen AS.

Baca Juga: Mengenal Bigung, Sistem Roket Korsel yang Lulus Uji untuk Ekspor ke AS

2. Jabatan dalam pemerintah AS

Terry diketahui lahir di Korsel dan pindah ke AS bersama ibunya ketika berusia 12 tahun. Pada 2001, ia meraih gelar doktor dari Fletcher School of Law and Diplomacy di Universitas Tufts, sekolah hubungan internasional terkemuka di Massachusetts. Ia dikenal sebagai dosen yang berbahasa Inggris dan Korea.

Terry kemudian bekerja sebagai analis senior untuk CIA dari 2001 hingga 2008, sebelum memegang berbagai jabatan di pemerintah federal, termasuk sebagai direktur untuk Urusan Korea, Jepang, dan Urusan Kelautan di NSC selama pemerintahan mantan Presiden George W. Bush dan Barack Obama.

Dia sekarang menjadi peneliti senior di Council on Foreign Relations, menurut situs web lembaga pemikir tersebut, dan seorang pakar Asia Timur dan Semenanjung Korea. Karena kasus ini, Council on Foreign Relations telah menempatkannya pada cuti tanpa gaji.

Dalam biografi daringnya, Terry disebut sering menjadi tamu di televisi, radio, podcast, dan telah bersaksi beberapa kali di depan panel Kongres.

3. Pelanggaran yang dilakukan

Mantan Pegawai CIA dan Gedung Putih Dituduh Jadi Agen KorselIlustrasi palu pengadilan. (Unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)

Dilansir Rueters, Terry dilaporkan telah menganjurkan posisi kebijakan Korsel, mengungkapkan informasi pemerintah AS yang bersifat rahasia kepada perwira intelijen Korsel, dan memfasilitasi akses bagi pejabat pemerintah negara Asia itu ke mitra mereka di AS.

Sebagai imbalannya, mantan pegawai Gedung Putih itu menerima tas tangan mewah Bottega Veneta dan Louis Vuitton, mantel Dolce & Gabbana, makan malam di restoran berbintang Michelin, dan lebih dari 37 ribu dolar AS (Rp597,6 juta) dalam pendanaan "rahasia" untuk program kebijakan publik tentang urusan Korea yang dijalankannya.

Dakwaan tersebut memuat gambar kamera pengintai Terry yang sedang menunggu atau membawa tas hadiah saat petugas membayar di toko Bottega Veneta dan Louis Vuitton di Washington, masing-masing pada 2019 dan 2021.

Pelanggaran ini dimulai pada 2013, dua tahun setelah meninggalkan pekerjaan di pemerintahan AS. Aksinya diduga berlangsung selama satu dekade, bahkan setelah agen FBI memperingatkannya pada 2014. Intelijen Korsel diduga mencoba menawarkan bayaran secara diam-diam.

Dakwaan juga menuduh Terry telah menerbitkan beberapa opini atas permintaan pejabat Seoul, termasuk pada April 2023 ketika dia menerima bayaran 500 dolar AS (Rp8 juta) untuk menulis artikel yang memuji hasil pertemuan puncak antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol untuk sebuah surat kabar Korsel.

Baca Juga: Diplomat Senior Korut di Kuba Membelot ke Korsel

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Rama

Berita Terkini Lainnya