AS Dakwa Tiga Warga Iran atas Tuduhan Meretas Kampanye Trump

Iran menentang Trump

Intinya Sih...

  • Departemen Kehakiman AS mendakwa 3 warga negara Iran karena meretas kampanye Trump pada pemilu AS.
  • Ketiga peretas didakwa atas 18 tuduhan, termasuk penipuan dan dukungan kepada organisasi teroris asing.
  • Iran membantah terlibat dalam peretasan tersebut dan menantang AS untuk memberikan bukti yang jelas.

Jakarta, IDN Times - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS), pada Jumat (27/9/2024), mengatakan telah mendakwa tiga warga negara Iran karena meretas kampanye kepresidenan Donald Trump pada pemilu tahun ini. Tindakan itu dianggap sebagai upaya untuk mengikis demokrasi pemilu AS.

Ketiga peretas didakwa atas 18 tuduhan, termasuk penipuan, dukungan kepada organisasi teroris asing, serta tuduhan terkait peretasan. Pihak Iran telah membantah terlibat tuduhan tersebut.

1. Para terdakwa masih belum ditangkap

AS Dakwa Tiga Warga Iran atas Tuduhan Meretas Kampanye TrumpIlustrasi penangkapan. (Pixabay.com/KlausHausmann)

Ketiga peretas itu adalah Masoud Jalili, Seyyed Ali Aghamiri, dan Yasar Balaghi, yang merupakan anggota Garda Revolusi Iran. Sejak 2020 mereka berupaya membobol akun email sejumlah besar target, termasuk mantan duta besar untuk Israel, mantan wakil direktur Badan Intelijen Pusat, pejabat Departemen Luar Negeri dan Pertahanan, mantan penasihat keamanan dalam negeri, dan jurnalis.

"Kata-kata terdakwa sendiri memperjelas bahwa mereka berusaha merusak kampanye mantan Presiden Trump menjelang pemilihan presiden AS 2024. Kita tahu Iran terus melanjutkan upaya terang-terangannya untuk memicu perselisihan, mengikis kepercayaan pada proses pemilihan AS, dan memajukan kegiatan jahatnya," kata Jaksa Agung Merrick Garland, dikutip dari Associated Press.

Pada Jumat, Departemen Keuangan mengeluarkan sanksi terkait peretasan tersebut dan Departemen Luar Negeri menawarkan hadiah hingga 10 juta dolar AS (Rp151,2 miliar) untuk informasi yang mengarah pada penangkapan para terdakwa.

Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) Christopher Wray mengatakan telah berupaya untuk mengungkap perilaku agresif Iran, termasuk rencana untuk membunuh seorang jurnalis di Kota New York dan serangan ransomware yang menargetkan rumah sakit anak-anak.

Baca Juga: Trump Tak Akan Maju Pilpres Lagi Jika Kalah

2. Hacker bagikan materi kampanye ke media

AS Dakwa Tiga Warga Iran atas Tuduhan Meretas Kampanye TrumpIlustrasi Hacker (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada Agustus, tim kampanye Trump mengatakan komunikasi internalnya telah diretas oleh Iran. Pejabat negara Timur Tengah itu membantah terlibat dalam peretasan tersebut.

Beberapa hari kemudian, FBI mengonfirmasi bahwa Iran berada di balik infiltrasi kampanye Trump. Dalam pernyataan yang dikeluarkan bersama badan intelijen AS lainnya, FBI memperingatkan upaya untuk menimbulkan perselisihan dan merusak kepercayaan pada demokrasi, dilansir dari BBC.

Di antara dokumen yang diduga diperoleh dari kampanye Trump adalah berkas penelitian terhadap calon wakil presiden JD Vance. Berkas lainnya dikirimkan ke beberapa kantor berita utama di AS, tapi tidak ada media yang merilisnya secara luas hingga Kamis, ketika Ken Klippenstein, mantan jurnalis kantor berita investigasi The Intercept, mengunggah materi Vance di blognya.

Klippenstein mengatakan seseorang bernama "Robert" telah menawarinya berkas tersebut di X. Dokumen itu dimuat dalam blognya yang dihosting di platform Substack.

3. Iran bantah mencampuri pemilu AS

AS Dakwa Tiga Warga Iran atas Tuduhan Meretas Kampanye TrumpBendera Iran. (Unsplash.com/Akbar Nemati)

Minggu lalu, para pejabat mengungkapkan Teheran pada akhir Juni dan awal Juli mengirim email berisi kutipan informasi yang diretas kepada orang-orang yang terkait dengan kampanye Partai Demokrat. Tidak ada penerima yang membalas.

Tim kampanye Kamala Harris mengatakan pesan itu menyerupai penipuan dan mengutuk upaya penjangkauan oleh Teheran sebagai aktivitas jahat yang tidak diinginkan dan tidak dapat diterima.

Pejabat intelijen AS mengatakan Iran menentang terpilihnya kembali Trump karena dianggap lebih mungkin meningkatkan ketegangan antara Washington dan Teheran. Selama memimpin Trump mengakhiri kesepakatan nuklir dan memberlakukan kembali sanksi, ia memerintahkan pembunuhan Jenderal Iran Qassem Soleimani, yang mendorong para pemimpin Iran bersumpah untuk membalas dendam.

Misi Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa membantah tuduhan peretasan ini, yang dianggap tidak berdasar dan tidak memiliki dasar hukum apa pun, dan mengatakan negaranya tidak memiliki motif maupun niat mencampuri pemilu. Pihak Teheran menantang AS untuk memberikan bukti dan jika  melakukannya, maka akan ditanggapi dengan semestinya.

Baca Juga: Imigran Haiti Tuntut Penangkapan Trump-Vance atas Pernyataan Rasis

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya