Yunani Tutup Banyak Lokasi Wisata akibat Gelombang Panas  

Suhu mencapai 43 derajat Celsius pada Kamis

Jakarta, IDN Times - Yunani, pada Kamis (13/6/2024), kembali menutup beberapa lokasi wisata kuno di Athena, termasuk situs Akropolis, setelah gelombang panas pertama musim panas terus berlanjut hingga hari ketiga.

Dilansir Reuters, angin yang berhembus dari Afrika Utara mendorong suhu di beberapa bagian negara Mediterania itu mencapai 43 derajat Celsius pada Kamis. Panas diperkirakan akan mereda pada Sabtu (15/6/2024).

1. Sejumlah SD dan TK ditutup

Banyak sekolah dasar (SD) dan taman kanak-kanak (SD) di seluruh negeri ditutup demi melindungi anak-anak dari cuaca panas.

Di Athena, wisatawan berhenti di air mancur untuk mendinginkan kepala dan leher mereka, sementara penduduk setempat duduk di ruangan ber-AC yang didirikan oleh pemerintah kota.

Petugas pemadam kebakaran yang menangani beberapa kebakaran hutan pada hari Rabu tetap waspada, karena diperkirakan angin kencang akan melanda beberapa bagian negara tersebut.

Baca Juga: Yunani dan Italia Bantah Klaim AS soal Penampungan Migran

2. Yunani termasuk negara paling terdampak pemanasan global

Yunani adalah salah satu negara yang paling terdampak oleh pemanasan global di Eropa. Tahun lalu, kenaikan suhu memicu kebakaran hutan yang mematikan, dan hujan yang tidak menentu menyebabkan banjir parah.

Athena, kota yang memiliki populasi 5 juta jiwa, adalah salah satu kota terpanas di Eropa. Para ilmuwan memperingatkan bahwa suhu musim panas di sana bisa meningkat rata-rata 2 derajat pada 2050.

Wali Kota Athena, Haris Doukas, telah mencoba menciptakan lebih banyak naungan dengan menanam dua ribu pohon.

“Tujuan pertama kami adalah menurunkan suhu median, suhu udara. Ada daerah yang suhunya 15 atau 20 kali lebih tinggi di atas semen atau jalan kota, dibandingkan dengan daerah yang teduh," katanya kepada Reuters. 

3. Perubahan iklim sebabkan gelombang panas yang lebih parah

Menurut para ahli, gelombang panas merupakan salah satu bencana alam yang paling mematikan. Lebih dari 61 ribu orang dilaporkan meninggal selama gelombang panas di Eropa pada 2022.

Kombinasi perubahan iklim yang disebabkan oleh perilaku manusia dan munculnya fenomena iklim alami El Nino, yang berkontribusi terhadap peningkatan suhu di banyak belahan dunia, merupakan faktor yang mendorong suhu mencapai rekor tertinggi pada musim panas lalu di beberapa bagian Eropa.

Namun seiring berlalunya El Nino, para ilmuwan mengatakan bahwa perubahan iklim, yang sebagian besar dipicu oleh emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil, akan mengakibatkan gelombang panas yang lebih parah dan berbahaya.

“Perubahan iklim di seluruh dunia meningkatkan frekuensi, intensitas, dan durasi gelombang panas. Ini secara efektif membuat gelombang panas menjadi semakin parah,” kata Akshay Deoras, seorang ilmuwan peneliti di Pusat Sains Atmosfer Nasional di Universitas Reading, kepada Al Jazeera pada 2023.

Baca Juga: Pengadilan Yunani Bebaskan 9 Pria Mesir Terdakwa Insiden Kapal Migran

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya