Trauma Masa Lalu Buat Warga Lebanon Cemas akan Masa Depan

Warga kini takut akan meletusnya perang Hizbullah-Israel

Intinya Sih...

  • Warga Lebanon masih dibayangi trauma masa lalu, termasuk perang saudara 1975-1990 dan ledakan besar di pelabuhan Beirut pada 2020.
  • Kekhawatiran terbesar saat ini adalah risiko perang besar-besaran antara kelompok Hizbullah di Lebanon dan Israel setelah serangan di perbatasan.
  • Psikoanalis mengatakan warga Lebanon telah berjuang untuk memproses penderitaan yang mereka alami, dengan beberapa menyembunyikan perasaan mereka dan hidup dalam penyangkalan.

Jakarta, IDN Times - Banyak warga Lebanon masih dibayangi trauma masa lalu, mulai dari perang saudara 1975-1990, ledakan besar di pelabuhan Beirut pada 2020, hingga krisis ekonomi yang berkepanjangan. Semua peristiwa ini telah menimbulkan ketakutan terhadap masa depan.

Namun, kekhawatiran terbesar mereka saat ini adalah risiko perang besar-besaran antara kelompok bersenjata Hizbullah di Lebanon dan Israel. Keduanya telah saling serang di perbatasan sejak perang Gaza meletus pada Oktober.

"Saya seharusnya tidak memikirkan semua ini—saya seharusnya memikirkan bagaimana melanjutkan pendidikan putri saya dan, misalnya, jika saya sedang berjalan dan, semoga tidak terjadi, ada ledakan,' kata Alaa Fakih, seorang pemilik toko yang berusia 33 tahun. Ia sering terjaga di malam hari, dihantui ketakutan bahwa terjadi serangan di Lebanon.

"Bagaimana caranya berjalan tanpa merasa takut akan ledakan. Semua ini berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis saya," ujarnya.

1. Warga punya mekanisme pertahanan masing-masing

Dilansir dari Reuters, psikoanalis Alyne Husseini Assaf mengatakan bahwa warga Lebanon telah berjuang untuk memproses berbagai lapisan penderitaan yang mereka alami. Beberapa orang menyembunyikan perasaan mereka, sementara yang lainnya hidup dalam penyangkalan.

"Ada mekanisme pertahanan berupa pelarian, sebagian besar dengan alkohol atau obat-obatan. Ada juga mekanisme pertahanan di mana seseorang melarikan diri dalam bentuk gejala psikologis dan fisik, duduk di tempat tidur dan tidak ingin melakukan apa pun lagi," jelasnya.

Lebanon, yang pernah dijuluki sebagai Swiss-nya Timur Tengah, terjerumus ke dalam perang saudara yang brutal dan melibatkan banyak pihak pada 1975. Sekitar 200 ribu orang tewas dalam perang yang berlangsung selama 15 tahun itu.

Peperangan kembali terjadi pada 2006. Kali ini melibatkan Hizbullah dan musuh bebuyutannya, Israel. Perang selama 34 hari itu menewaskan sekitar 1.200 orang di Lebanon dan 158 orang di Israel.

Meski beberapa tahun telah berlalu, kenangan perang masih membekas.

“Ada warisan psikologis yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan akan tetap hidup jika orang tersebut tidak memperbaiki dirinya secara psikologis,” kata Assaf.

2. Trauma akan ledakan pelabuhan Beirut

Bagi Manal Syriani, ibu satu anak, trauma yang dialaminya disebabkan oleh ledakan di pelabuhan Beirut pada 2020.

Sedikitnya 220 orang tewas akibat ledakan yang dipicu oleh kebakaran di gudang bahan kimia tersebut. Ledakan itu begitu dahsyat sampai terasa hingga 250 km jauhnya di Siprus dan menimbulkan awan jamur di ibu kota Lebanon.

“Tidak ada tindak lanjut, tidak ada keadilan, tidak ada yang memberi tahu Anda apa yang terjadi,” kata Syriai, yang berkecimpung dalam bisnis perhotelan.

"Sekarang ada seseorang yang bergantung pada saya, jadi bagaimana saya bisa membuat ia merasa aman? Maksud saya, apa pun bisa terjadi. Dia bisa saja bermain di luar dan sebuah peluru jatuh, itu saja," ujarnya, berbicara tentang putranya yang masih berusia empat tahun, Eidan.

Untuk mengusir pikiran buruknya, ia mencari ketenangan di gereja.

"Ketenangan inilah, inilah yang saya cari, inilah yang membuat saya... memberi Anda bahan bakar untuk terus maju, mengulangi siklus yang sama, untuk melalui siklus yang sama lagi," ucapnya.

3. Israel gunakan ledakan sonik untuk meneror warga

Sejak 7 Oktober, Israel telah meluncurkan ledakan sonik dengan menerbangkan pesawat jet pada ketinggian rendah di atas wilayah Lebanon. Ledakan ini menimbulkan suara yang menggelegar, sehingga menimbulkan ketakutan di kalangan penduduk.

 

“Suaranya sangat menakutkan dan saya benar-benar mengira kami sedang diserang. Saya ingat memakai topi dan mengambil tas saya dan siap untuk menutup toko," kata Eliah Kaylough kepada Al Jazeera. Ia pertama kali mendengar ledakan sonik pada 6 Agustus, ketika baru bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran di Beirut timur.

Lawrence Abu Hamdan, pakar suara dan pendiri Earshot, sebuah organisasi nirlaba yang melakukan analisis audio untuk melacak pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan negara, mengungkapkan bahwa penggunaan ledakan sonik merupakan bagian dari strategi perang psikologis yang lebih luas yang dilakukan Israel terhadap warga Lebanon.

Ia menjelaskan bahwa suara pesawat tempur dan bunyi ledakan lainnya dapat menimbulkan kembali trauma bagi mereka yang selamat dari perang sebelumnya. Dalam jangka panjang, suara-suara ini dapat meningkatkan risiko stroke dan mengurangi kadar kalsium di jantung.

“Setelah Anda terpapar pada suara (jet atau ledakan) yang menimbulkan ketakutan seperti yang terjadi di negara ini, maka setiap kali Anda mendengarnya – bahkan dengan volume rendah – akan memicu respons stres yang sama (pada seseorang)," katanya, mengutip sumber medis.

Baca Juga: Sebelum Dihantam Hizbullah, Israel Sempat Serang Lebanon Selatan

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya