Petani Lebanon Khawatir Gagal Panen akibat Perang Israel-Hamas

Konflik antara Israel dan Hizbullah semakin intensif

Jakarta, IDN Times - Bentrokan antara Israel dan milisi Lebanon Hizbullah telah menimbulkan kekhawatiran bagi para petani di desa Deir Mimas, Lebanon selatan. Mereka terancam mengalami gagal panen apabila perang di Gaza meluas ke Lebanon.

“Risiko terbesarnya adalah apa yang terjadi pada tahun 2006 akan terulang kembali,” kata Merhej Shamaa, seorang petani berusia 60 tahun, dikutip The National.

“Pemboman tersebut juga sangat mempengaruhi kualitas hasil panen kami hingga saat ini. Perekonomian kami bergantung pada pariwisata dan pertanian, jika terjadi perang, keduanya akan lenyap," tambahnya. 

Tentara Israel dan Hizbullah telah saling baku tembak di sepanjang perbatasan sejak dimulainya perang antara Israel dengan kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober. Namun, serangan tersebut sejauh ini hanya menargetkan wilayah yang terbatas.

“Jika Hizbullah memutuskan untuk ikut berperang, maka mereka akan melewatkan Perang Lebanon Kedua. Mereka akan membuat kesalahan dalam hidupnya,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (22/10/2023), dikutip Associated Press.

Adapun Hizbullah dan Israel pernah terlibat perang selama sebulan pada 2006 yang berakhir dengan kebuntuan menegangkan. Israel memandang Hizbullah yang didukung Iran sebagai ancaman paling serius, dan memperkirakan kelompok itu memiliki sekitar 150 ribu roket dan rudal yang siap ditujukan ke Israel.

1. Deir Mimas diserang habis-habisan oleh tentara Israel pada 2006

Shamaa dan rekan-rekan petaninya mendiskusikan ancaman perang sambil menikmati sepiring hummus dan minyak zaitun segar, dengungan pesawat Israel terdengar di kejauhan.

Shamaa mengatakan, meski merupakan desa Kristen, Deir Mimas tetap diserang habis-habisan oleh tentara Israel saat perang 2006.

“Pada 2006, seluruh desa harus pergi. Gagasan bahwa bom Israel hanya menargetkan desa-desa Syiah adalah kesalahpahaman. Israel menentang semua warga Lebanon, apa pun agamanya,” ujar petani berusia 60 tahun itu.

Ia menambahkan, sebagian besar desa-desa di wilayah selatan saat ini telah sepi karena banyaknya keluarga yang melarikan diri akibat bentrokan sehari-hari.

“Saat ini hanya jurnalis yang berkunjung,” imbuhnya.

Baca Juga: Warga Palestina di Lebanon Siap Bertempur Melawan Israel

2. Petani kesulitan mencari pekerja

Deir Mimas sejauh ini masih belum tersentuh konflik, sehingga memungkinkan petani zaitun seperti Michel Beshara untuk melanjutkan meraup panen.

“Masalah utama saat ini berkisar pada pencarian pekerja, yang sebagian besar adalah warga Suriah,” kata Beshara.

Pria 27 tahun itu mengungkapkan bahwa petani Deir Mimas membutuhkan 400 pekerja untuk memanen zaitun tahun lalu. Namun, tahun ini beberapa dari mereka telah meninggalkan daerah perbatasan yang terdampak konflik. Akibatnya, para petani kesulitan mencari pengganti mereka.

Jika situasi memburuk, Beshara mengatakan dia akan pergi bersama para pekerja lainnya meninggalkan Deir Mimas. Namun untuk saat ini, ia tetap bertahan di desa tersebut, tambahnya.

3. Petani tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah

Mohamad Hussein, ketua serikat petani di Lebanon selatan, mengatakan mereka tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk mengatasi situasi tersebut.

“Tidak ada rencana darurat resmi yang berlaku bagi petani Lebanon, sehingga mereka harus mengambil keputusan sendiri-sendiri. Pemerintah selalu reaktif dibandingkan proaktif dalam menanggapi keadaan darurat," ujarnya.

Hussein mengatakan, sebagian besar penduduk Lebanon selatan bekerja di bidang pertanian. Tanaman yang terdampak oleh bentrokan yang berlanjut sejauh ini adalah buah zaitun, yang produksinya mencapai 20 hingga 30 persen dari produksi nasional, dan tembakau.

“Saat ini, tantangannya adalah beberapa petani khawatir untuk mendekati daerah yang sering dibom untuk mengambil hasil panen mereka," kata Hussein. 

Ia menambahkan bahwa tantangan utama jika terjadi konflik adalah pengangkutan hasil bumi. Saat konflik 2006, infrastruktur jalan secara sistematis menjadi sasaran serangan Israel.

“Petani Lebanon pada dasarnya dibiarkan mengurus diri mereka sendiri. Pada 2006, mereka harus menanggung kerugian mereka sendiri, karena tidak ada yang datang membantu mereka," ujarnya.

Baca Juga: Serangan Balasan, Israel Bombardir Pos Hizbullah di Perbatasan Lebanon

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya