Perang Israel-Hizbullah Disebut Akan 10 Kali Lebih Parah dari 2006

Hizbullah telah membangun persenjataan yang lebih canggih

Jakarta, IDN Times - Analis militer Israel mengatakan bahwa perang besar-besaran antara Israel dan kelompok bersenjata Hizbullah akan menjadi bencana besar bagi kedua pihak, dan jauh lebih mematikan dibandingkan konflik sebelumnya pada 2006.

Sejak awal perang di Gaza, Israel dan Hizbullah di Lebanon hampir setiap hari terlibat baku tembak di sepanjang perbatasan. Namun eskalasi serangan selama beberapa pekan terakhir telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang skala penuh lainnya.

Konflik selama 34 hari pada 2006 lalu menewaskan lebih dari 120 tentara Israel dan 44 warga sipil. Sekitar 1.200 warga Lebanon juga terbunuh, termasuk sekitar 250 anggota Hizbullah.

1. Persenjataan Hizbullah kini lebih canggih dari sebelumnya

Menurut Pusat Penelitian dan Pendidikan Alma, yang berfokus pada masalah keamanan di sepanjang perbatasan utara Israel, Hizbullah diperkirakan memiliki 50 ribu pesawat tempur dan artileri yang terdiri dari 150 ribu mortir, 65 ribu roket, dan 5 ribu rudal yang dapat mencapai sasaran hingga 200 km jauhnya.

“Pada 2024, mereka dapat menembakkan 10 ribu proyektil, mortir, rudal dan roket, drone bunuh diri dalam satu hari,” kata Miri Eisin, pensiunan kolonel di militer Israel dan rekan senior di Institut Internasional untuk Kontra Terorisme di Universitas Reichman. 

Eisin mengungkapkan bahwa meskipun militer Israel sangat efisien, Hizbullah mampu menimbulkan lebih banyak kerusakan dibandingkan masa lalu.

“Katakanlah kita (Israel) benar-benar hebat dan dapat menghancurkan 90 persen (roket yang masuk), namun 10 persen sisanya yang berhasil lewat pada 2024 tidak akan sama seperti pada 7 Oktober 2023 ataupun 2006. Ini akan menjadi hal yang buruk dan akan menimbulkan banyak korban," katanya kepada The National.

Baca Juga: India Diduga Ekspor Senjata ke Israel untuk Digunakan di Gaza 

2. Israel evakuasi 43 desa di dekat perbatasan usai serangan 7 Oktober

Beberapa pekan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan, yang memicu perang di Jalur Gaza, pemerintah Israel memerintahkan evakuasi terhadap 43 desa di dekat perbatasan Lebanon untuk melindungi warga dari serangan Hizbullah.

Tentara dan pasukan cadangan kini menjadi mayoritas orang yang menghuni komunitas kecil di wilayah utara Israel. Banyak warga merasa perang telah dimulai.

“Kami sudah berperang dengan Hizbullah selama beberapa bulan,” kata Avraham Levine, juru bicara Alma.

Levine, yang tinggal di Dataran Tinggi Golan, mengatakan bahwa banyak orang menganggap perang skala penuh merupakan satu-satunya pilihan untuk membuat masyarakat merasa wilayah tersebut cukup aman untuk dihuni.

“Saya pikir banyak orang ingin masalah ini diselesaikan dengan cara apa pun. Jika Anda tidak bisa menjaga saya tetap aman, maka saya akan pergi ke tempat lain. Jika Anda ingin membawa saya pulang, jamin keselamatan saya dan saya tidak melihat banyak cara lain," tambahnya.

3. AS bujuk Hizbullah dan Israel untuk lakukan diplomasi

Dilansir Al Jazeera, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin menekankan pentingnya solusi diplomatik untuk menghindari perang yang akan merugikan kedua belah pihak.

Dalam pertemuan dengan timpalannya Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Selasa (25/6/2024), Austin menyalahkan Hizbullah atas meningkatnya ketegangan di perbatasan. Namun ia menekankan bahwa perang besar-besaran akan berdampak buruk bagi semua pihak yang terlibat dan dapat memicu konflik regional.

“Diplomasi sejauh ini merupakan cara terbaik untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Jadi kami segera mengupayakan perjanjian diplomatik yang mengembalikan ketenangan abadi di perbatasan utara Israel dan memungkinkan warga sipil kembali dengan selamat ke rumah mereka di kedua sisi perbatasan Israel-Lebanon,” kata Austin kepada wartawan.

Namun, Levine tidak berharap diplomasi akan berhasil.

“Saya tidak menginginkan perang. Tetapi perjanjian antara Israel dan Lebanon tidak berdampak pada Hizbullah,” katanya, mengacu pada fakta bahwa kelompok yang didukung Iran tersebut memiliki kekuasaan dan pengaruh yang tidak proporsional di Lebanon.

Seperti halnya Eisin, Levine khawatir perang besar-besaran antara Israel dan Hizbullah akan menjadi 10 kali lebih buruk dibandingkan tahun 2006.

“Saat ini perang bukan melawan Hamas, dan tidak akan menjadi perang melawan Hizbullah. Apa yang kita lihat pada tanggal 7 Oktober adalah sebuah kejutan. Ini adalah adegan pembuka Iran-Israel," kata dia. 

Baca Juga: Pemerintah Kota Sydney Pertimbangkan Boikot Perusahaan terkait Israel 

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya