Penyeberangan Ditutup, 2 Ribu Pasien Tidak Bisa Dievakuasi dari Gaza

WHO minta penyeberangan Rafah dan rute lainnya dibuka lagi

Jakarta, IDN Times - Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (24/6/2024) mengatakan bahwa penutupan penyeberangan Rafah telah menghalangi evakuasi medis terhadap sedikitnya dua ribu pasien.

"Sebelum penutupan, sekitar 50 pasien kritis setiap hari meninggalkan Gaza. Ini berarti bahwa sejak tanggal 7 Mei, sedikitnya 2 ribu orang tidak dapat meninggalkan Gaza untuk menerima perawatan medis,” kata Rik Peeperkorn, perwakilan WHO di Tepi Barat dan Gaza, seraya mendesak agar penyeberangan Rafah dan rute-rute lainnya kembali dibuka.

1. Penyeberangan Rafah ditutup sejak invasi Israel

Dilansir Reuters, penyeberangan Rafah, yang menghubungkan Mesir dan Gaza, merupakan jalur utama untuk evakuasi dan bantuan kemanusiaan ketika perang meletus pada 7 Oktober. Namun, penyeberangan itu ditutup ketika Israel melancarkan operasi militer di kota tersebut pada Mei.

Pekan lalu, Amerika Serikat (AS), Mesir dan Qatar mengadakan pembicaraan yang bertujuan membuka kembali penyeberangan Rafah dan meningkatkan aliran bantuan kemanusiaan. Namun sampai saat ini, penyeberangan tersebut masih ditutup.

WHO mengatakan bahwa sejak dimulainya invasi Israel di Rafah, pengiriman bantuan telah menurun sebesar 67 persen, dengan lebih dari 50 truk WHO terjebak di sisi penyeberangan Mesir. Sementara itu, hanya tiga truk yang diizinkan masuk ke Gaza melalui penyeberangan Kerem Shalom.

Israel mengklaim pihaknya telah mengizinkan ratusan truk bantuan melewati Kerem Shalom, namun PBB menolaknya. PBB mengatakan bahwa situasi keamanan di area tersebut sangat tidak stabil sehingga tidak memungkinkan bagi truk untuk bergerak dengan aman.

Baca Juga: Sekjen PBB: Jangan Sampai Lebanon Seperti Gaza

2. Sekitar 10 ribu orang butuh evakuasi medis

Peeperkorn melaporkan bahwa sedikitnya 10 ribu orang membutuhkan evakuasi dari Gaza. Ia mengatakan angka tersebut merupakan perkiraan yang terlalu rendah dari jumlah orang yang membutuhkan perawatan kritis untuk trauma perang dan penyakit kronis.

“Kami membutuhkan lebih banyak rute untuk evakuasi darurat medis (medevac), kami ingin melihat Kerem Shalom dan rute lain juga dibuka untuk medevac di mana pasien kemudian dapat dirujuk ke rumah sakit rujukan di Yerusalem Timur dan Tepi Barat,” kata Peeperkorn.

Ia menambahkan bahwa lima anak yang telah dievakuasi dari Gaza utara ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis saat ini masih menunggu evakuasi.

3. Dermaga buatan AS di Gaza tidak cukup untuk menyalurkan bantuan

Pada Senin (24/6/2024), kepala wilayah Mediterania Timur WHO, Hanan Balkhy, mengatakan bahwa dermaga yang dibangun AS di lepas pantai Jalur Gaza tidak dapat memasok bantuan yang cukup bagi warga Palestina yang membutuhkan.

“Dermaga tersebut telah memberikan dukungan yang cukup besar, namun hal tersebut belum mencapai skala yang dibutuhkan. Jadi kita perlu menekankan pada jalur darat untuk memastikan jumlah dan kuantitas serta efisiensinya,” kata Balkhy kepada Associated Press.

WHO mengatakan bahwa pengiriman bantuan terakhir mereka yang mencapai Gaza utara adalah hal yang jarang terjadi, terutama ke rumah sakit Kamal Adwan dan Al Awda.

“Hampir semuanya dilarang, dan beberapa komoditas yang dibutuhkan telah dikirimkan, tapi seperti yang saya sebutkan, jumlahnya tidak sebanyak yang dibutuhkan masyarakat Gaza,” ujar Balkhy.

Dia memperingatkan bahwa kondisi rumah sakit yang memprihatinkan, kondisi kehidupan yang buruk, dan malnutrisi berisiko menyebarkan penyakit menular.

Baca Juga: Indonesia Harap Austria Segera Akui Palestina

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya