Pasien Mpox di RS di Kongo Timur Kekurangan Obat dan Makanan

Sumbangan dari organisasi internasional terus menyusut

Intinya Sih...

  • Rumah sakit di Kongo timur mengalami kekurangan obat-obatan dan ruang untuk pasien mpox.
  • Kongo telah melaporkan lebih dari 19 ribu kasus dugaan infeksi virus mpox dan 655 kematian sejak awal tahun ini.
  • Organisasi internasional menyumbang obat-obatan, namun jumlahnya terus menyusut dengan cepat.

Jakarta, IDN Times - Petugas medis di rumah sakit di kota Kavumu, Kongo timur, mengatakan bahwa mereka menghadapi kekurangan obat-obatan dan ruang untuk menampung pasien mpox. Sedikitnya 900 pasien dengan gejala penyakit tersebut telah dirawat di sana selama tiga bulan terakhir.

Kongo, yang merupakan pusat wabah mpox, telah melaporkan lebih dari 19 ribu kasus dugaan infeksi virus tersebut dan 655 kematian sejak awal tahun ini. Penyebarannya yang begitu cepat di Afrika mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah ini sebagai darurat kesehatan global bulan lalu. 

“Kami kehabisan obat setiap hari. Ada banyak tantangan yang kami coba atasi dengan sumber daya lokal kami,” kata kepala dokter, Musole Mulamba Muva, seraya menambahkan bahwa sumbangan dari organisasi internasional menyusut dengan cepat.

Pekan lalu, terdapat 135 pasien di bangsal mpox yang berdesakan di tiga tenda plastik besar yang dipasang di tanah lembab tanpa alas lantai.

1. Pasien gunakan pengobatan tradisional

Di rumah sakit yang kekurangan dana seperti rumah sakit Kavumu, kerabat pasien biasanya turut membantu menyediakan makanan. Namun, mereka dilarang masuk ke ruang isolasi mpox demi mencegah penularan.

“Kami tidak punya apa-apa untuk dimakan. Saat kami meminta sesuatu untuk menurunkan suhu tubuh anak-anak kami, mereka tidak memberikan apa pun kepada kami,” kata Nzigire Lukangira, seorang ibu berusia 32 tahun, yang menemani balitanya yang dirawat di rumah sakit. 

Seperti ibu-ibu lainnya di bangsal tersebut, Lukangira menggunakan pengobatan tradisional untuk meringankan rasa sakit putrinya. Mereka mencelupkan jari ke dalam potasium bikarbonat atau jus lemon asin, lalu mengoleskannya pada kulit anak-anak mereka yang melepuh. 

Mpox ditularkan melalui kontak dekat dengan orang atau hewan yang terinfeksi. Penyakit ini menimbulkan gejala seperti demam, nyeri otot dan lesi di seluruh tubuh. Jika tidak segera diobati, mpox bisa berakibat fatal. Anak-anak, perempuan hamil, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah berisiko lebih tinggi terkena komplikasi.

2. Vaksin akan tiba beberapa hari lagi

Dilansir dari Reuters, ketua tim tanggap mpox Kongo, Cris Kacita, mengakui bahwa sebagian wilayah di negara Afrika tengah tersebut kekurangan obat-obatan. Oleh karena itu, pengiriman sumbangan, termasuk 115 ton obat-obatan dari Bank Dunia, menjadi prioritas.

Sementara itu, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Jumat (30/8) mengatakan bahwa vaksin mpox akan tiba di Kongo dalam beberapa hari mendatang.

“Kami berharap pengiriman pertama dapat dilakukan dalam beberapa hari ke depan, dan kemudian akan bertambah,” kata Ghebreyesus dalam konferensi pers.

Pejabat WHO, Tim Nguyen, menambahkan bahwa sekitar 230 ribu dosis vaksin mpox saat ini siap untuk dikirimkan. Vaksin tersebut disumbangkan oleh Komisi Eropa dan produsen vaksin mpox asal Denmark, Bavarian Nordic.

3. Negara-negara Afrika harus berinvestasi dalam perlindungan terhadap penyakit seperti mpox

Pekan lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (CDC Afrika) mengatakan bahwa dari dana sebesar 245 juta dolar AS (sekitar Rp3,8 triliun) yang diajukan untuk menangani wabah tersebut, hanya 10 persen yang baru terealisasi.

Meskipun mpox pertama kali diidentifikasi pada manusia di Kongo pada 1970, negara-negara Afrika yang rentan terhadap penyakit tersebut masih bergantung pada sumbangan vaksin dari negara-negara kaya.

Dimie Ogoina, seorang dokter penyakit menular di rumah sakit pendidikan Universitas Niger Delta, mengatakan bahwa penting bagi negara-negara Afrika untuk berinvestasi dalam perlindungan terhadap penyakit seperti mpox agar mereka tidak bergantung pada donatur.

"Para produsen tidak berbasis di Afrika. Mereka cenderung lebih memprioritaskan, baik secara sadar maupun tidak sadar, negara-negara global utara. Jadi, jika ada daftar penerima pasokan, Afrika selalu berada di urutan terakhir, dan kami selalu yang terakhir mendapatkan pasokan," ungkapnya, dikutip dari The Guardian.

Baca Juga: Cegah Mpox, Kemenkes RI Akan Berdonasi Vaksin untuk Afrika

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya