Pakar HAM PBB Minta AS Jatuhkan Sanksi Lebih Berat ke Junta Myanmar

Andrews minta AS targetkan perusahaan minyak dan gas negara

Jakarta, IDN Times - Pakar hak asasi manusia PBB untuk Myanmar meminta Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat terhadap penguasa militer di negara tersebut. Sanksi itu termasuk pada perusahaan minyak dan gas negara, yang menjadi sumber pendapatan utama mereka.

“Kita perlu menerapkan lebih banyak sanksi… Saya mendesak AS untuk bergabung dengan Uni Eropa dan segera menjatuhkan sanksi terhadap satu-satunya sumber pendapatan terbesar junta, Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar,” kata Pelapor Khusus PBB, Tom Andrews pada Rabu (13/9/2023), dikutip Reuters.

“Jika Anda dapat menghentikan pendanaan, Anda dapat mengurangi kemampuan mereka untuk melanjutkan kekejaman ini,” katanya mengacu pada kematian warga sipil di tangan militer.

Baca Juga: Jurnalis Myanmar Dihukum 20 Tahun Penjara Usai Beritakan Dampak Topan

1. Andrews khawatir donatur kurangi bantuan untuk korban junta Myanmar

Dalam sidang Komisi Hak Asasi Manusia Tom Lantos di Kongres AS, Andrews juga mengungkapkan pentingnya bagi Washington untuk mempertahankan dukungan kemanusiaan bagi para korban junta di dalam maupun di luar Myanmar.

Dia mengatakan dirinya terkejut atas laporan bahwa beberapa donatur, termasuk AS, kemungkinan akan mengurangi dukungan mereka terhadap pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar.

Rencana Respons Bersama, yang mencakup bantuan makanan untuk anak-anak Rohingya di Bangladesh, juga dilaporkan hanya didanai sebesar 32 persen tahun ini.

Baca Juga: Penyanyi Myanmar Dibui 20 Tahun karena Sebut Pemimpin Junta Bodoh

2. AS dan negara Barat telah beberapa kali jatuhkan sanksi ke Myanmar

AS dan negara-negara Barat lainnya telah menjatuhkan beberapa sanksi terhadap para jenderal Myanmar sejak mereka merebut kekuasaan melalui kudeta pada 2021 dan menindak para demonstran dengan kekerasan.

Bulan lalu, Washington menerapkan saksi terhadap perusahaan atau individu asing yang membantu junta mendapatkan bahan bakar jet yang digunakan untuk melancarkan serangan udara.

Pada Juni, AS juga telah menjatuhkan sanksi terhadap kementerian pertahanan Myanmar dan dua bank yang digunakan oleh rezim militer untuk membeli senjata dan barang-barang lainnya dari sumber asing.

Pada kesempatan itu, Andrews juga mendesak Washington untuk bekerja sama dengan negara lain demi memblokir akses junta terhadap senjata.

Menurut laporannya pada Mei, militer Myanmar telah mengimpor senjata dan barang lainnya senilai 1 miliar dolar AS (sekitar Rp15 triliun) sejak kudeta. Negara Asia Tenggara itu juga menyerukan kepada Rusia dan China untuk membantu mereka menghancurkan oposisi junta.

3. Myanmar anggap remeh sanksi dari Barat

Adapun pejabat militer Myanmar meremehkan dampak sanksi dari Barat dan mengatakan bahwa serangan udara mereka menargetkan pemberontak.

Juru bicara junta Myanmar, Zaw Min Tun, pada bulan Juni mengatakan bahwa mereka tidak khawatir dengan sanksi apa pun yang diterapkan oleh AS dan sekutunya.

"AS hanya melakukan ini untuk menimbulkan kesulitan dalam perekonomian dan politik," ujarnya, dikutip Al Jazeera.

“Hal-hal seperti ini akan menyebabkan penundaan yang tidak perlu saat kita berjalan menuju sistem demokrasi multipartai.”

Baca Juga: Pertemuan Menlu ASEAN Dibuka, Bahas Konflik Myanmar

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya