Israel Kehilangan Simpati Dunia akibat Perang di Gaza

Konflik Israel-Hamas disebut telah mencapai titik didih

Jakarta, IDN Times - Yossi Mekelberg, akademisi terkemuka kelahiran Israel yang berbasis di Inggris, mengatakan bahwa Israel telah kehilangan simpati dunia akibat perangnya di Gaza.

Ia menyebut konflik tersebut telah mencapai titik didih dengan kematian mencapai lebih dari 8 ribu warga sipil Palestina, termasuk 2.700 anak-anak. Tingginya jumlah kematian dinilai akan mempengaruhi masyarakat dan stabilitas Israel sendiri.

“Mereka (Israel) merasa perlu bereaksi dengan kekuatan sebanyak mungkin untuk menstabilkan situasi dan memulihkan pencegahan, namun dalam proses ini, begitu banyak warga sipil yang terbunuh di pihak Palestina, sehingga berdampak pada destabilisasi di wilayah tersebut," kata pakar Timur Tengah dari lembaga think tank Chatham House itu kepada The National.

1. Perang Israel-Hamas dikhawatirkan akan meluas

Ia juga khawatir konflik Israel-Hamas akan memicu krisis regional yang lebih luas. Meskipun Hizbullah dan Iran belum secara terang-terangan terlibat dalam perang tersebut, namun tekanan yang terus meningkat dari serangan di Gaza kemungkinan akan memaksa mereka untuk terlibat.

“Kematian dan kehancuran membawa Anda pada titik di mana Anda mengharapkan aktor-aktor tertentu untuk melakukan sesuatu terhadap hal ini,” kata akademisi yang juga mengajar di Regent’s University, London.

“Hizbullah mungkin merasa bahwa mereka harus melakukan lebih dari yang mereka lakukan sekarang dan kemudian akan ada tanggapan Israel yang diikuti dengan tanggapan yang lebih keras lagi," tambahnya. 

Meski Iran berusaha untuk tidak ikut campur, namun negara itu juga bisa ikut terlibat. Seperti halnya Amerika Serikat (AS), yang telah menempatkan dua kapal induk di Mediterania.

“Ketakutan utama saya adalah salah perhitungan, karena dalam situasi ini akan selalu ada seseorang yang salah menghitung rudal yang mengenai sasaran yang tidak dimaksudkan dan kemudian kita berada dalam situasi baru,” katanya.

Baca Juga: Kemlu Bantah Ada 1 WNI Tewas di Gaza

2. Melenyapkan Hamas tidak menyelesaikan masalah

Mekelberg berpendapat, Israel tampaknya memulai kampanye militer tanpa rencana besar selain melenyapkan Hamas.

“Tetapi apa artinya menghancurkan Hamas? Hamas adalah gerakan politik, gerakan militer, tapi yang terpenting adalah ideologi, tidak muncul begitu saja,” ujarnya.

“Bahkan jika Anda menghancurkan banyak kemampuan militer dan kekuatan politiknya dengan pemboman besar-besaran dan pembunuhan besar-besaran ini, hal ini akan membuat lebih banyak warga Palestina jatuh ke tangan, jika bukan Hamas, namun organisasi serupa yang akan kembali mengisi kekosongan jika Hamas lenyap," bebernya.

Di tengah konflik, sulit untuk mempertimbangkan penyelesaian pascaperang berdasarkan solusi dua negara yang telah berlangsung selama beberapa dekade, yaitu Palestina dan Israel sebagai negara berdaulat.

Mekelberg menyarankan, dengan adanya 500 ribu pemukim Yahudi di Tepi Barat dan 220 ribu di Yerusalem Timur, maka hal tersebut harus menjadi solusi dua negara yang kompleks dan memerlukan pendekatan kreatif.

Dia menambahkan bahwa baik Israel, Mesir atau Palestina kemungkinan besar tidak ingin mengambil alih Gaza setelah perang. Mekanisme regional internasional mungkin akan bertanggung jawab sampai pemilu dapat diadakan untuk memilih pemerintahan yang sah.

3. Israel tolak gencatan senjata

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Senin (30/10/2023) telah menolak seruan untuk melakukan gencatan senjata. Dia mengatakan bahwa tindakan tersebut sama saja dengan menyerah pada terorisme.

“Saya ingin memperjelas posisi Israel mengenai gencatan senjata. Sama seperti AS yang tidak menyetujui gencatan senjata setelah pemboman Pearl Harbor, atau setelah serangan teroris 9/11, Israel juga tidak akan menyetujui penghentian permusuhan dengan Hamas,” katanya dalam konferensi pers, dikutip The Times of Israel.

Keputusan tersebut juga didukung oleh Gedung Putih. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, mengatakan bahwa gencatan senjata bukanlah jawaban yang tepat untuk saat ini.

Namun, Kirby menegaskan bahwa AS tetap mendukung jeda kemanusiaan untuk memungkinkan penyaluran bantuan, perjalanan yang aman bagi warga sipil Gaza, dan pemindahan sandera yang aman jika mereka dibebaskan.

Baca Juga: 63 Staf PBB untuk Palestina Tewas sejak Perang Gaza

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya