Israel Halangi Akses Medis Warga Palestina di Hebron

Klinik-klinik ditutup dan apotek kekurangan obat-obatan

Intinya Sih...

  • Klinik-klinik di Hebron ditutup, apotek kekurangan obat-obatan, dan ambulans diserang.
  • Pasien mengalami keterlambatan perawatan medis akibat pembatasan pergerakan oleh pasukan Israel.
  • MSF menyoroti pemindahan paksa warga Palestina di Hebron oleh otoritas dan pemukim Israel.

Jakarta, IDN Times - Kelompok bantuan Medecins Sans Frontieres (MSF), atau yang juga dikenal sebagai Doctors Without Borders, mengatakan warga Palestina di kota Hebron kesulitan mendapatkan perawatan medis esensial. Hal itu disebabkan pembatasan yang diberlakukan pasukan Israel serta kekerasan dari tentara dan pemukim Israel.

Dalam laporannya yang berjudul ‘Kehidupan Pendudukan: Risiko pemindahan paksa warga Palestina di Hebron’, MSF mengungkapkan bahwa bahwa klinik-klinik kementerian kesehatan di seluruh wilayah Hebron terpaksa ditutup, apotek kekurangan obat-obatan dan ambulans dihalangi dan diserang saat mengangkut warga Palestina yang sakit dan terluka.

Akibat pembatasan dan ancaman kekerasan, banyak pasien mengalami keterlambatan dalam mendapatkan perawatan medis atau terpaksa menghentikan pengobatan mereka sepenuhnya. MSF juga mengatakan bahwa banyak warga Palestina menghadapi kesulitan keuangan setelah kehilangan pekerjaan, sehingga tidak mampu membayar pengobatan.

Baca Juga: Tahanan Palestina di Israel Alami Penyiksaan dan Diserang Penyakit

1. Israel persulit akses ke layanan medis bagi penduduk di H2

Hebron, yang terletak di Tepi Barat yang diduduki, berada di bawah sistem segregasi yang membagi wilayah antara Zona H1 yang dikuasai Palestina dan Zona H2 yang diduduki oleh pemukim Israel.

Di H2, ada 21 pos pemeriksaan yang dioperasikan oleh pasukan Israel. Pos-pos pemeriksaan ini mengatur pergerakan warga lokal Palestina dan menciptakan hambatan besar bagi petugas kesehatan yang mencoba memasuki daerah tersebut.

Selama dua bulan setelah serangan 7 Oktober, semua klinik Kementerian Kesehatan di H2 ditutup, dan hanya satu klinik yang dapat beroperasi. Hal ini terjadi karena sebagian besar staf Kementerian Kesehatan tidak mendapatkan izin untuk melewati pos pemeriksaan Israel menuju H2.

“Saat ini tidak ada klinik yang beroperasi di area tertutup (H2), dan bahkan jika ada, warga hidup dalam ketakutan kehilangan nyawa untuk mendapatkan pengobatan. Kamu tidak boleh sakit di sini, itu tidak diperbolehkan," kata seorang anggota staf MSF dan warga H2 pada November 2023.

2. Pembatasan pergerakan dan kekerasan berdampak pada kesehatan mental dan fisik masyarakat

MSF mengatakan, pelecehan dan pembatasan pergerakan yang terjadi terus menerus telah memberikan dampak buruk bagi kesehatan mental dan fisik masyarakat.

“Pembatasan pergerakan dan pelecehan serta kekerasan yang dilakukan oleh pasukan dan pemukim Israel menimbulkan penderitaan yang sangat besar dan tidak perlu terhadap warga Palestina di Hebron. Hal ini berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik masyarakat," kata manajer urusan kemanusiaan MSF, Frederieke van Dongen, dalam sebuah pernyataan.

Sejak pecahnya perang di Gaza, Israel juga telah meningkatkan razia militer di Tepi Barat dan memperluas pemukiman ilegal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengungkapkan kekhawatirannya tentang memburuknya krisis kesehatan di wilayah tersebut.

Menurut dokumentasi WHO, telah terjadi 480 serangan terhadap layanan kesehatan di Tepi Barat sejak 7 Oktober. Serangan-serangan itu berdampak pada 54 fasilitas kesehatan, 20 klinik keliling dan 319 ambulans, dikutip New Arab.

Baca Juga: Militer Israel Serbu Masjid di Hebron, Larang Ada Azan 

3. Otoritas Israel gagal penuhi kewajiban terhadap rakyat Palestina

Laporan MSF juga menyoroti pemindahan paksa di Hebron. Kebijakan dan praktik yang semakin represif dan penuh kekerasan yang dilakukan oleh otoritas dan pemukim Israel telah memaksa banyak keluarga Palestina untuk meninggalkan rumah mereka.

Sejak Oktober 2023, tim MSF telah menangani kebutuhan mendesak lebih dari 1.500 warga Palestina di seluruh Hebron, baik yang terpaksa mengungsi dari desa mereka atau yang rumahnya dibongkar dan harta bendanya dihancurkan.

“Meski memiliki tanggung jawab sebagai kekuatan pendudukan, otoritas Israel telah gagal memenuhi kewajiban mereka terhadap rakyat Palestina,” kata Dongen.

“Kebijakan Israel yang diterapkan di Hebron telah menimbulkan dampak luas terhadap kesehatan fisik dan mental warga Palestina. Kami menyerukan kepada pihak berwenang Israel untuk menjamin akses tanpa hambatan terhadap layanan kesehatan dan layanan penting lainnya, untuk melindungi warga Palestina dari pemindahakan paksa, dan untuk memfasilitasi pemulangan komunitas pengungsi ke rumah mereka dengan aman," tambahnya.

Baca Juga: Dubes Palestina: Kami akan Terus Berjuang Lawan Penjajahan

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya