Bayi di Gaza Idap Polio, Ibu: Dia Tak Bisa Bergerak Sama Sekali

Polio telah melumpuhkan kaki Abdul Rahman

Intinya Sih...

  • Abdul Rahman, bayi berusia satu tahun di Gaza, terjangkit polio dan lumpuh
  • Ibu Abdul Rahman, Nevin Abu al-Jidyan, merasa hancur karena putranya menderita polio
  • Polio rentan menyerang anak di bawah lima tahun dan dapat menyebabkan kelumpuhan serta kematian

Jakarta, IDN Times - Abdul Rahman, seorang bayi berusia satu tahun, hanya bisa terbaring di kursi bayinya di dalam tenda dekat kota al-Zawayda di Gaza tengah. Ia adalah anak pertama yang terkonfirmasi terjangkit polio di Gaza dalam 25 tahun terakhir. Penyakit tersebut telah membuatnya lumpuh.

“Belum lama ini, anak saya terus-menerus bergerak. Dia sangat aktif sehingga ayahnya membelikannya kereta plastik kecil untuk dinaiki. Dia begitu aktif sampai mainan itu rusak karena terlalu sering dia pakai untuk bermain," kata ibunya, Nevin Abu al-Jidyan, dikutip dari Al Jazeera.

“Sekarang dia tidak bisa bergerak sama sekali. Hati saya hancur. Saya nyaris tak percaya hal ini terjadi," ujarnya dengan air mata berlinang.

1. Diawali dengan demam tinggi dan muntah-muntah

Sekitar dua bulan lalu, Abdul Rahman mengalami demam tinggi dan muntah-muntah terus menerus. Khawatir dengan kondisinya, Nevin segera membawanya ke Rumah Sakit Martir Al-Aqsa, satu-satunya fasilitas medis yang masih berfungsi di Gaza tengah.

Selama dua minggu, Abdul Rahman nyaris tidak sadarkan diri dan hanya diberi makan melalui infus. Setelah dua minggu dirawat di rumah sakit, Nevin membawa pulang putranya kembali ke tenda. Saat itu, ia mulai bisa makan lagi, meski mengalami kesulitan.

Dokter yang mencurigai adanya penyakit serius pada Abdul Rahman mengirimkan sampelnya ke Yordania untuk diuji. Sebulan kemudian, Nevin menerima kabar bahwa bayinya tersebut terkena polio.

“Rasanya dunia di sekitar saya runtuh. Saya tidak dapat mempercayainya. Para dokter memastikan diagnosis tersebut dan meminta saya untuk mempersiapkan semua anak saya untuk segera menerima vaksinasi," ungkap perempuan itu.

Beberapa jam kemudian, tim medis tiba untuk memvaksinasi delapan anaknya yang lain dan tetangga mereka, khawatir virus tersebut akan menyebar di tenda-tenda yang padat.

“Semuanya terasa samar-samar. Anak saya menderita polio? Apakah dia akan lumpuh? Apa yang bisa saya lakukan? Bagaimana cara melindungi kesembilan anak saya?” tambahnya.

2. Pengungsian yang terus-menerus menyebabkan Abdul Rahman melewatkan vaksinasi

Sejak Abdul Rahman jatuh sakit, ia tidak bisa berdiri atau menggerakkan kakinya dan kadang mengalami kejang. Awalnya, Nevin mengira gejala tersebut disebabkan oleh kelelahan akibat sakit. Namun, sekarang ia tahu bahwa polio telah melumpuhkan kedua kaki putranya.

Nevin dan keluarganya mengungsi dari Gaza utara setelah Israel mengeluarkan perintah evakuasi. Selama 11 bulan terakhir, keluarga yang beranggotakan 11 orang ini telah berpindah tempat tinggal hingga lima kali. Pengungsian yang terus-menerus menghalangi Abdul Rahman untuk mendapatkan vaksinasi yang sangat dibutuhkan.

“Virus ini sangat berdampak pada anak saya. Saat kami terpaksa mengungsi, dia baru berusia satu bulan dan melewatkan vaksinasi. Kami terus berpindah-pindah, dan itu menjadi hambatan," jelasnya.

Nevin juga meyakini bahwa kondisi kehidupan yang buruk turut berkontribusi terhadap penyebaran penyakit.

“Air yang kotor dan kurangnya makanan bergizi itulah yang membuat Abdul Rahman sakit. Saya pikir air yang terkontaminasi, jenis air yang mereka distribusikan kepada kami, adalah penyebab utama penyebaran polio," tambahnya.

Polio rentan menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun. Penyakit ini dapat menyebabkan cacat, kelumpuhan, dan dalam beberapa kasus, kematian. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bersama dengan otoritas kesehatan Gaza, telah meluncurkan kampanye vaksinasi polio untuk 640 ribu anak-anak Palestina sejak Minggu (1/9/2024).

3. Nevin ingin membawa putranya keluar dari Gaza untuk mendapatkan perawatan

Nevin merasa sangat sedih melihat anaknya yang dulu ceria kini berubah menjadi lesu. Satu-satunya harapannya saat ini adalah membawa putranya keluar dari Gaza untuk mendapatkan perawatan.

“Saya dan suami berharap bisa pergi ke luar negeri ketika penyeberangan Rafah dibuka kembali. Abdul Rahman butuh suplemen…tapi kondisinya semakin memburuk," katanya.

Perempuan itu kini menghabiskan hari-harinya di samping putranya. Ia melakukan apapun yang bisa dilakukannya, seperti memijat kaki anaknya setiap hari dengan harapan kaki tersebut bisa merespons, dan memberinya makan meskipun nafsu makannya menurun.

Namun, hidup dalam kemiskinan dan pengungsian membuat Nevin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

“Anak saya membutuhkan air bersih dan terfilter, tapi dengan keluarga yang besar, saya tidak mampu membeli air kemasan secara teratur,” ujarnya.

"Saya hanya ingin anak saya sembuh, entah itu melalui perawatan di luar negeri atau di Gaza. Tapi sepertinya tidak ada yang peduli saat ini, dan saya merasa tidak berdaya sebagai seorang ibu. Yang bisa saya lakukan hanyalah berharap agar dia bisa kembali sehat," katanya sambil menangis.

Baca Juga: 159 Ribu Anak di Gaza Sudah Divaksin Polio

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya