Banyak Korban Tewas, Nepal Diminta Perketat Aturan Pendakian Everest

Tahun ini, 12 pendaki tewas dan 5 orang hilang

Jakarta, IDN Times - Nepal didesak untuk memperketat aturan pendakian gunung Everest demi menekan korban jiwa. Sedikitnya 12 pendaki tewas dan 5 lainnya hilang di gunung tersebut selama musim pendakian tahun ini. Adapun musim kali ini dianggap paling mematikan sejak gempa bumi yang memicu longsoran salju dan menewaskan 18 pendaki pada 2015.

Guy Cotter, pemandu senior dari Selandia Baru yang telah mendaki Everest lima kali, mengatakan bahwa masalah juga disebabkan oleh pendaki lemah yang dipandu oleh operator ekspedisi yang kurang berpengalaman.

"Klien terlemah dengan operator yang kurang berpengalaman adalah bagian dari masalah. Klien harus memiliki standar pendakian minimum dengan pendakian yang sudah terbukti sebelum datang ke Everest," kata Cotter pada Minggu (4/6/2023), dikutip dari Reuters.

Menurut pria berusia 69 tahun itu, operator yang memandu pendaki juga harus memenuhi standar peralatan dan staf minimum.

"Ada banyak operator yang membawa klien ke Everest tetapi tidak mengerti bagaimana menghindari insiden yang terjadi dan ketika terjadi kesalahan, mereka tidak memiliki proses untuk mengatasi masalah tersebut," tambahnya.

1. Cuaca yang tidak bersahabat menjadi penyebab utama banyaknya korban tewas dan hilang

Menurut Database Himalaya, sebanyak 12 orang telah dipastikan tewas dalam ekspedisi Everest musim ini. Sementara itu, lima lainnya hilang dan diduga tewas, karena tidak ada kontak yang dilakukan, setidaknya selama lima hari.

“Secara keseluruhan tahun ini kami kehilangan 17 orang di gunung musim ini. Penyebab utamanya adalah perubahan cuaca. Musim ini kondisi cuaca tidak mendukung, sangat bervariasi. Perubahan iklim berdampak besar di pegunungan," kata Yuba Raj Khatiwada, Direktur Departemen Pariwisata Nepal, dikutip dari The Guardian.

Di antara mereka yang meninggal saat mendaki Everest tahun ini adalah Jason Kennison, seorang mekanik berusia 40 tahun dari Australia, seorang dokter Kanada, Pieter Swart, dan tiga Sherpa Nepal yang meninggal dalam longsoran salju pada April.

Mereka yang hilang termasuk pendaki solo Hungaria Suhajda Szilárd, yang mendaki gunung tanpa pemandu sherpa atau oksigen tambahan, dan pendaki India-Singapura yang dikhawatirkan terjatuh dari gunung.

Baca Juga: Peneliti Ungkap Penyebab Suara Misterius di Gunung Everest

2. Nepal dikritik karena keluarkan banyak izin bagi para pendaki tahun ini

Pemerintah Nepal juga dikritik karena mengeluarkan 479 izin tahun ini, jumlah tertinggi yang pernah ada. Namun, Khatiwada membantah jumlah itu terlalu banyak. Dia mengatakan bahwa tingginya jumlah pendaki tahun ini disebabkan oleh pendakian yang dibuka lebih awal dan musim yang lebih panjang dari biasanya.

Ang Norbu Sherpa, presiden Asosiasi Pemandu Gunung Nasional Nepal, juga mengeluhkan soal terlalu banyaknya izin yang dikeluarkan pemerintah. Menurutnya, hal itu memberikan tekanan lingkungan pada gunung tersebut.

“Pola pendakiannya sudah berubah, dulunya pendaki yang tangguh tapi sekarang banyak pendaki pemula yang ingin mencapai puncak Everest,” kata Sherpa.

Para ahli dan pendaki terkenal telah memperingatkan bahwa Everest, yang memiliki ketinggian 8.848 meter, kini dipandang sebagai tujuan wisata dan taman bermain bagi orang kaya yang ingin mencari sensasi. Bahkan, mereka yang memiliki sedikit pengalaman mendaki gunung pun dapat dipandu ke puncak apabila bersedia membayar lebih.

3. Pemerintah sedang mempertimbangkan aturan tambahan bagi pendaki

Bigyan Koirala, seorang pejabat Departemen Pariwisata yang mengawasi pendakian, mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan peraturan tambahan bagi mereka yang ingin mendaki gunung tertinggi di dunia tersebut.

Tahun lalu, Nepal sempat mengajukan rencana untuk memindahkan base camp, yang terletak di gletser Khumbu, ke tempat yang lebih rendah di bawah gunung. Pasalnya, peningkatan aktivitas manusia di base camp tersebut dikhawatirkan akan membuat gletser makin tidak stabil dan menipis.

Namun, rencana itu mendapat tentangan dari komunitas sherpa. Mereka menilai hal tersebut akan menambah tiga jam pendakian dan justru membuatnya lebih berbahaya. Sherpa mengungkap rencana untuk mempelajari cara mengelola base camp dengan lebih baik alih-alih memindahkannya.

Baca Juga: 7 Hewan Unik Ini Bisa Ditemui saat Mendaki Gunung Everest 

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya