Banyak Guru di Korsel Stres karena Ditindas oleh Orang Tua Murid

Banyak guru yang bahkan sampai bunuh diri

Jakarta, IDN Times - Kasus bunuh diri seorang guru sekolah dasar di Seoul, Korea Selatan, pada Juli lalu menyita perhatian publik. Pasalnya, kematian guru muda yang berusia 23 tahun itu telah mengekspos penindasan yang kerap dialami pengajar dari orang tua murid.

Menurut hasil penyelidikan, beberapa bulan sebelum perempuan itu bunuh diri, dia kerap dibombardir dengan telepon dan pesan agresif dari orang tua murid, yang mengeluhkan tindakan disiplinernya saat mengajar di kelas.

Kematian guru muda itu telah mendorong para pengajar lainnya untuk mulai buka suara soal pengalaman serupa. Mereka mengaku tidak berani lagi mendisiplinkan murid-murid lantaran takut dituduh melakukan penganiayaan terhadap anak. Adapun tuduhan semacam ini dapat membuat para guru dipecat dari pekerjaannya.

1. Puluhan ribu guru lakukan unjuk rasa

Selama enam minggu terakhir, puluhan ribu guru telah berunjuk rasa di Seoul untuk menuntut perlindungan yang lebih baik di sekolah. Mereka mendesak pemerintah merevisi undang-undang kesejahteraan anak, yang dianggap memungkinkan orang tua untuk menuduh guru melakukan penganiayaan terhada anak secara tidak adil.

Kim Jin-seo, guru berusia 28 tahun yang ikut berpartisipasi dalam unjuk rasa, mengungkapkan bahwa dirinya pernah memiliki pikiran untuk bunuh diri dan memerlukan cuti kerja hingga tiga bulan, menyusul dua keluhan yang sangat agresif terhadapnya.

Dalam satu kasus, dia pernah meminta seorang murid yang nakal untuk meluangkan waktu lima menit di toilet guna menenangkan pikiran. Sementara di kasus lainnya, dia melaporkan seorang anak kepada orang tuanya karena berkelahi. Dalam kedua kasus tersebut, sekolah memaksanya untuk meminta maaf.

Kim mengatakan bahwa dia mencapai titik di mana dia merasa tidak dapat mengajar kelasnya dengan aman.

"Kami, para guru, merasa sangat tidak berdaya. Mereka yang telah mengalami hal ini secara langsung telah berubah secara mendasar, dan mereka yang belum pernah mengalaminya, telah melihat hal ini terjadi pada yang lain, jadi bagaimanapun juga itu melemahkan," katanya.

Guru lainnya yang bernama Kwon juga menceritakan bahwa selama 10 tahun mengajar, ia pernah mengambil cuti sakit dua kali untuk mengatasi depresi yang disebabkan oleh para orang tua dan murid. Kwon baru-baru ini pindah ke sekolah di komunitas miskin, dan membenarkan bahwa perilaku orang tua di daerah kaya jauh lebih buruk.

“Mentalitas mereka adalah 'hanya anak saya yang penting', dan ketika yang Anda pikirkan hanyalah menyekolahkan anak Anda ke perguruan tinggi yang bagus, Anda menjadi sangat egois,” katanya.

Dia yakin tekanan tersebut akan menjalar ke anak-anak dan memengaruhi perilaku mereka juga.

“Mereka tidak tahu bagaimana melepaskan tekanan ini, jadi mereka bertindak dengan menyakiti satu sama lain," tutur Kwon.

Baca Juga: Banyak yang Bunuh Diri, Guru di Korsel Akan Gelar Demo Nasional

2. Status ekonomi dan pendidikan yang tinggi membuat para orang tua memandang rendah guru

Kim Bong-jae, dosen yang melatih calon guru di Universitas Pendidikan Nasional Seoul, mengatakan meningkatnya kesenjangan juga menjadi penyebabnya.

Menurutnya, secara tradisional, Korea memiliki budaya menghormati guru yang sangat kuat. Namun karena pertumbuhan ekonomi negara yang pesat, banyak orang tua kini berpendidikan tinggi sehingga sering memandang rendah guru.

“Mereka pikir mereka telah membayarnya dengan pajak. Hal ini menciptakan rasa berhak yang kuat," kata Kim.

Shin Min-hyang, yang menjalankan organisasi Solidaritas untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia Siswa dan Orang Tua, mengakui bahwa sebagian besar perilaku yang disoroti selama sebulan terakhir ini tidak dapat diterima. Meski begitu, dia berpendapat bahwa kasus-kasus tersebut dapat membuat para orang tua terjebak.

“Sebagian besar orang tua berperilaku baik, dan kami khawatir saluran yang kami gunakan untuk menyampaikan kekhawatiran kami kini akan terputus. Orang tua dijebak sebagai pelakunya, dan ini tidak benar,” katanya.

Namun Shin mengakui bahwa dia pernah mengeluh pada guru anaknya di masa lalu, dan berharap lebih banyak masukan mengenai apa yang diajarkan kepada anaknya dan bagaimana mereka didisiplinkan.

“Jika guru tidak mempunyai wewenang untuk melakukan intervensi terhadap siswa yang bermasalah, maka siswa lain akan terkena dampak negatifnya,” kata salah satu orang tua, yang tidak mau disebutkan namanya.

3. Kementerian Pendidikan buat kebijakan baru untuk melindungi guru

Berdasarkan survei 2023, hanya 24 persen guru yang merasa puas dengan pekerjaan mereka. Angka ini turun drastis dari 68 persen pada 2006. Sebagian besar mengatakan mereka telah berpikir untuk meninggalkan profesinya pada tahun lalu.

Melansir Korea Herald, Kementerian Pendidikan pada akhir bulan lalu telah meluncurkan serangkaian kebijakan yang bertujuan meningkatkan otoritas para guru di kelas, termasuk memungkinkan mereka untuk mengeluarkan siswa yang berperilaku mengganggu dalam proses belajar.

Kementerian juga mengatakan, mereka telah memutuskan untuk bekerja sama dengan Kementerian Kehakiman untuk membentuk tim satuan tugas. Tim ini bertugas melindungi guru dari klaim penganiayaan anak oleh orang tua dan memastikan hak mengajar mereka.

Baca Juga: Imbas Krisis Demografi, Korsel Akan Rekrut Ratusan ART Asing 

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya