Krisis Populasi, Sekolah di Jepang Banyak yang Tutup

Krisis populasi di Jepang memaksa ribuan sekolah tutup

Intinya Sih...

  • Krisis populasi di Jepang memaksa ribuan sekolah tutup
  • Penutupan sekolah mencerminkan dampak nyata dari krisis populasi yang melanda Jepang
  • Jepang diperkirakan akan menghadapi penurunan populasi usia kerja yang mulai terjadi pada tahun 2027

Jakarta, IDN Times - Krisis populasi telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Jepang dalam beberapa dekade terakhir. Dengan angka kelahiran yang terus menurun dan angka kematian yang meningkat, dampaknya mulai dirasakan di berbagai sektor kehidupan, termasuk pendidikan. Penutupan sekolah-sekolah menjadi pemandangan umum di Jepang, mencerminkan masalah demografi yang semakin parah. Berikut enam fakta menarik tentang penutupan sekolah di Jepang akibat krisis populasi.

1. Penutupan sekolah setelah meluluskan dua murid

Krisis Populasi, Sekolah di Jepang Banyak yang TutupIlustrasi Auditorium (unsplash.com/ko/@nate_dumlao)

Pada awal April 2023, sebuah sekolah menengah pertama di Jepang secara resmi ditutup setelah meluluskan dua murid terakhirnya, Eita Sato dan Aoi Hoshi. Penutupan ini terjadi setelah rumor mengenai penutupan sekolah mulai terdengar saat mereka berada di tahun kedua. "Kami mendengar rumor tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tidak pernah membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya sangat terkejut," ujar Eita, seperti dikutip oleh Japan Times. Penutupan ini mencerminkan dampak nyata dari krisis populasi yang sedang melanda Jepang, di mana jumlah siswa yang semakin menurun memaksa banyak sekolah untuk menghentikan operasinya.

2. Sudah menutup 8580 sekolah sejak 2002

Krisis Populasi, Sekolah di Jepang Banyak yang TutupIlustrasi ruang kelas (unsplash.com/ko/@flpschi)

Fenomena penutupan sekolah di Jepang bukanlah hal baru. Dilansir dari The Star, antara tahun 2002 hingga 2020, sekitar 8.580 sekolah umum telah ditutup akibat berkurangnya jumlah siswa yang mendaftar. Ini berarti rata-rata lebih dari 400 sekolah ditutup setiap tahunnya selama hampir dua dekade terakhir. Penutupan ini sebagian besar diakibatkan oleh penurunan angka kelahiran yang terus berlanjut, yang membuat banyak sekolah, terutama di daerah pedesaan, tidak memiliki cukup murid untuk tetap beroperasi. Selain itu, upaya untuk mempertahankan sekolah-sekolah ini sering kali terhambat oleh biaya perawatan yang tinggi dan kurangnya dukungan finansial yang memadai​.

3. Krisis populasi mengancam ekonomi dan tenaga kerja

Krisis Populasi, Sekolah di Jepang Banyak yang TutupIlustrasi warga di penyeberangan jalan di Jepang (unsplash.com/ko/@ryoji__iwata)

Krisis populasi di Jepang tidak hanya berdampak pada sektor pendidikan, tetapi juga pada ekonomi dan tenaga kerja. Menurut penelitian dari Recruit Works Institute yang dilaporkan oleh Japan Times, Jepang diperkirakan akan menghadapi penurunan populasi usia kerja yang mulai terjadi pada tahun 2027. Bahkan, diprediksi bahwa pasokan tenaga kerja di Jepang akan menyusut sekitar 12 persen pada tahun 2040 dibandingkan dengan tahun 2022. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan lebih dari 11 juta pekerja pada tahun tersebut, yang menjadi ancaman serius bagi perekonomian Jepang.

Kekurangan tenaga kerja yang cukup dapat menyebabkan stagnasi ekonomi dan melemahnya daya saing Jepang di pasar global. Selain itu, sektor-sektor vital seperti transportasi dan konstruksi juga diperkirakan akan mengalami tekanan yang signifikan akibat dari penurunan populasi dan tenaga kerja ini​.

Baca Juga: Jepang Jadi Negara Favorit untuk Dikunjungi Kembali Wisatawan

4. Angka kelahiran lebih rendah dari angka kematian

Krisis Populasi, Sekolah di Jepang Banyak yang TutupGrafik penurunan populasi serta penurunan pertumbuhan penduduk (Macro Trends)

Salah satu penyebab utama dari krisis populasi di Jepang adalah rendahnya angka kelahiran dibandingkan dengan angka kematian. Menurut laporan World Population Prospects 2022 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), laju pertumbuhan penduduk dunia telah turun di bawah 1persen sejak tahun 2020, yang merupakan pertama kalinya sejak 1950. Jepang, sebagai salah satu negara yang telah mencapai puncak populasi dan mulai mengalami penurunan, adalah salah satu yang paling terdampak oleh tren ini. Populasinya diperkirakan akan terus menurun secara signifikan dalam beberapa dekade mendatang.

Grafik yang diambil dari Macro Trends menunjukkan bukti penurunan populasi Jepang serta penurunan laju pertumbuhan penduduk tahunan. Dari tahun 2010 hingga 2030, penurunan ini diperkirakan mencapai 0,6 persen dan kemungkinan akan semakin besar di tahun-tahun berikutnya. Dalam beberapa tahun terakhir, Jepang telah mengalami penurunan jumlah penduduk yang signifikan, yang menciptakan tekanan besar pada sistem sosial dan ekonomi, termasuk dalam penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan.

5. Pemerintah berusaha meningkatkan angka kelahiran

Krisis Populasi, Sekolah di Jepang Banyak yang TutupPerdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, dalam Konferensi Video Puncak G7, Rabu (6-12-2023). (x.com/kishida230)

Menanggapi krisis populasi yang terus memburuk, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida telah menjadikan peningkatan angka kelahiran sebagai prioritas utama dalam agenda pemerintahannya. Dilansir dari Tokyo Foundation, Kishida mengumumkan rencana untuk meningkatkan anggaran kebijakan keluarga sebesar 3,5 triliun yen. Langkah ini mencakup peningkatan dukungan finansial bagi keluarga dan perluasan akses ke layanan penitipan anak.

Pada awal tahun 2023, pemerintah mengumumkan kebijakan baru untuk mendukung keluarga dan mendorong kelahiran, termasuk pembentukan rekening khusus yang disebut Children's Fund untuk mengelola sumber daya fiskal terkait kebijakan tersebut. Namun, meskipun upaya ini dilakukan, tantangan terkait pendanaan tetap ada. Pemerintah belum sepenuhnya menjelaskan bagaimana mereka akan mendanai inisiatif ini tanpa menambah beban utang yang harus ditanggung oleh generasi mendatang. Oleh karena itu, meskipun langkah ini merupakan bagian dari usaha signifikan untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan ramah keluarga, dampaknya terhadap angka kelahiran mungkin belum terlihat signifikan dalam jangka pendek.

6. Jepang membutuhkan lebih banyak pekerja asing

Krisis Populasi, Sekolah di Jepang Banyak yang TutupIlustrasi Pekerja (unsplash.com/ko/@guiccunha)

Selain upaya untuk meningkatkan angka kelahiran, Jepang juga menghadapi kebutuhan mendesak untuk menambah jumlah pekerja asing guna mengatasi kekurangan tenaga kerja. Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Value Management Institute dan dirangkum oleh Asahi memperkirakan bahwa Jepang akan membutuhkan sekitar 6,74 juta pekerja asing pada tahun 2040 untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Jumlah ini hampir empat kali lipat dari jumlah pekerja asing saat ini. Kebutuhan ini mencerminkan perubahan besar dalam kebijakan imigrasi Jepang, yang sebelumnya sangat ketat, namun sekarang semakin longgar untuk menarik lebih banyak tenaga kerja dari luar negeri.

Penutupan sekolah-sekolah di Jepang adalah cerminan dari krisis populasi yang sedang dihadapi negara tersebut. Dengan angka kelahiran yang rendah dan angka kematian yang meningkat, Jepang menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas sosial dan ekonomi. Upaya pemerintah untuk meningkatkan angka kelahiran dan membuka pintu bagi pekerja asing merupakan langkah-langkah penting, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Baca Juga: Usai Dilanda Topan, Transportasi Umum Kembali Pulih di Jepang

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya