Erkin Tuniyaz, Gubernur Baru Xinjiang Mantan Politikus Komunis Uighur

Erkin Tuniyaz gantikan Shohrat Zakir yang mengundurkan diri

Jakarta, IDN Times - Xinjiang memiliki gubernur baru untuk menggantikan Shohrat Zakir sebagai orang nomor satu di wilayah barat daya China yang menjabat sejak Januari 2015.

Erkin Tuniyaz ditunjuk sebagai pelaksana tugas Gubernur Xinjiang setelah permohonan pengunduran diri Zakir diterima, seperti dikutip dari ANTARA, Minggu (3/10/2021).

Pengangkatan Erkin untuk menggantikan posisi Zakir tersebut diputuskan pada Kamis (30/9/2021) dalam rapat ke-29 Kongres Rakyat Xinjiang sebagai lembaga legislatif di daerah yang banyak dihuni etnis minoritas Muslim Uighur itu.

1. Erkin Tuniyaz pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Departemen Organisasi Partai Komunis China

Erkin Tuniyaz, Gubernur Baru Xinjiang Mantan Politikus Komunis UighurErkin Tuniyaz, Plt Gubernur Xinjiang, China (Twitter.com/globaltimesnews)

Tuniyaz yang dilahirkan di Prefektur Aksu pada 1961 itu pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Departemen Organisasi Partai Komunis China (CPC) Komite Xinjiang dan Wakil Sekretaris CPC Kota Hotan sebelum menjadi Wagub Xinjiang pada 2008.

Peraih gelar sarjana matematika dari Changji Normal College dan master ekonomi dari Xinjiang University itu menyelesaikan studi bidang hukum di Party School CPC pada 2009-2011. Dia juga pernah mengenyam pendidikan di John F Kennedy School of Government, Harvard, Amerika Serikat, pada 2012.

Baca Juga: Dibayangi Isu Uighur, Seberapa Mesra Hubungan Turki dan Tiongkok? 

2. Aktif menyangkal berbagai tuduhan Barat tentang Uighur di Dewan HAM PBB

Erkin Tuniyaz, Gubernur Baru Xinjiang Mantan Politikus Komunis UighurSejumlah jurnalis asing memotret gedung perkantoran terpadu milik Pemerintah Kota Turban, Daerah Otonomi Xinjiang, China, Jumat (23/4/2021). Pemerintah China membantah klaim asing berdasarkan citra satelit yang menyebutkan bahwa gedung tersebut merupakan penjara bagi warga dari kelompok etnis minoritas Muslim Uighur (ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie)

Politikus berdarah Uighur itu juga menjadi anggota Komite Pelaksana CPC Xinjiang yang selama ini aktif menyangkal berbagai tuduhan Barat di Dewan HAM PBB dan forum lainnya.

Pada Februari lalu, Tuniyaz juga berbicara dalam forum internasional yang digelar pemerintah Xinjiang bersama Perutusan Tetap China di PBB Jenewa.

3. Sorotan dunia soal isu pelanggaran HAM dan genosida di Xinjiang

Erkin Tuniyaz, Gubernur Baru Xinjiang Mantan Politikus Komunis UighurSituasi sebuah sekolah di Provinsi Xinjiang, Tiongkok, 11 Juli 2019. (IDN Times/Uni Lubis)

Sampai saat ini Xinjiang mendapat sorotan internasional terkait dengan kebebasan beribadah, genosida, kerja paksa, dan isu HAM lainnya.

Sebelumnya, AS dan Barat menuduh Beijing melakukan pelanggaran hak asasi manusia dengan menempatkan 1,5 juta warga etnis Muslim Uighur di kamp-kamp konsentrasi yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Xinjiang.

Namun Beijing membantah dengan dalih kamp-kamp tersebut sebagai pusat pelatihan pendidikan keterampilan sekaligus sebagai upaya deradikalisasi terhadap warga etnis Muslim Uighur.

Gubernur Xinjiang saat itu, Zakir Shohrat, di Beijing menjelang akhir tahun lalu mengatakan bahwa para penghuni kamp sudah berhasil merampungkan program pendidikan dan pelatihan sehingga berhak meninggalkan kamp.

Selain Uighur, umat Islam di China juga berasal dari beragam etnis lainnya, terutama Hui dan Salar.

Terkait hal itu, Pemerintah China mengklaim jumlah masjid di Daerah Otonomi Xinjiang yang banyak dihuni etnis minoritas Muslim Uighur lebih banyak daripada di Amerika Serikat.

"Ada 24.400 unit masjid di Xinjiang, satu unit untuk 530 Muslim. Bandingkan dengan jumlah masjid di AS yang bahkan kurang dari 10 persen jumlah masjid di Xinjiang," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Zhao Lijian dalam keterangan tertulis pada Februari 2021 lalu.

Pernyataan tersebut sebagai tanggapan atas pernyataan Duta Besar AS di Organisasi Kebebasan Beragama Dunia (IRF) Sam Brownback yang menuduh Beijing melakukan berbagai upaya terhadap umat Islam di China agar menjadi warga negara yang patuh dan taat sebagai bentuk penindasan terhadap umat beragama.

"Bukan yang pertama kalinya orang-orang tertentu di AS membuat tuduhan dan rumor yang ngawur untuk merusak kerukunan antaretnis di China dengan mencampuri urusan dalam negeri kami melalui dalil kebebasan beragama. Kami menentang semua itu," ujar Zhao.

Ia menegaskan bahwa pemerintahannya melindungi kebebasan warganya dalam beragama sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Menurut hasil jajak pendapat yang dirilis oleh Gallup and Pew Research Center, 42 persen warga AS sangat prihatin dengan isu berkaitan dengan ras dan 75 persen Muslim di AS mengakui adanya diskriminasi serius terhadap mereka," katanya.

Oleh sebab itu, dia mendesak AS agar menghentikan berbagai upaya mencampuri urusan dalam negeri China dengan dalih agama.

"Saya sarankan kepada duta besar yang bertanggung jawab atas urusan kebebasan beragama agar lebih banyak lagi belajar tentang kebenaran dan lebih menghormati orang lain," ujar diplomat yang baru saja mendapat kepercayaan sebagai jubir MFA itu.

Baca Juga: Makin Mesra, Tiongkok Ingin Taliban Bisa Tumpas Terorisme di Xinjiang

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya