Tunisia Gelar Operasi Besar-besaran Cegah Migran Ilegal

Menyusul masuknya 7 ribu migran ke Lampedusa

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Tunisia mengadakan operasi besar-besaran melawan tindak penyelundupan migran di negaranya, Sabtu (16/9/2023). Sebanyak ratusan migran ilegal telah ditangkap pihak keamanan Tunisia.

Pihak keamanan Tunisia juga menyita sejumlah perahu yang dipakai migran ilegal menyeberang ke Eropa.

Pada awal September, otoritas Tunisia menangkap enam bajak laut yang diduga memeras migran yang hendak menyeberang ke Italia. Mereka mengancam akan menenggelamkan perahu yang ditumpangi puluhan migran ilegal apabila tidak bersedia memberikan sejumlah uang. 

Baca Juga: Mayat 10 Migran Ditemukan Terdampar di Pantai Tunisia 

1. Operasi digelar di jalanan dan dari rumah ke rumah

Dalam operasi ini, unit Penjaga Nasional Tunisia menangkap ratusan migran ilegal yang menginap di rumah warga lokal. Petugas juga mengadang truk yang diduga membawa migran menuju ke area pesisir. 

Dilansir TVP World, beberapa orang yang diduga sebagai penyelundup manusia pun sudah ditahan dalam operasi kali ini. Operasi ini juga melibatkan pesawat, anjing polisi, truk militer, dan ratusan personel kepolisian di Jebiniana, Kerkennah, Msatria, dan Sfax. 

"Operasi udara di Tunisia kali ini digulirkan untuk menargetkan para penyelundup migran yang dibayar oleh orang yang tengah didera frustasi," tutur kepala Penjaga Nasional Tunisia, Kolonel Houssem Jbebli. 

Operasi yang bertujuan anti-terorisme ini diotorisasi oleh Presiden Kais Saied menyusul krisis migran di Pulau Lampedusa, Italia, dalam beberapa hari terakhir. Pasalnya, pulau itu kewalahan dalam menangani kedatangan lebih dari 7 ribu migran asal Afrika. 

Baca Juga: Tunisia dan Libya Setuju Tampung Bersama Migran Terlantar

2. Tunisia kesulitan menangani arus migran ilegal ke Eropa

Penjaga Perbatasan Tunisia mengatakan operasi itu dilancarkan untuk mencegah arus migran ke Eropa yang sulit dikontrol pada tahun ini. 

"Apabila kita bandingkan dengan jumlah pada Juli dan Agustus, kami menyadari bahwa telah ada kedatangan tiga kali lipat migran pada bulan yang sama. Pada tahun lalu, 8 ribu berusaha menyeberang ke Eropa. Pada musim panas ini, kami melihat ada 20 ribu migran," tutur otoritas setempat. 

Di sisi lain, Penjaga Perbatasan Tunisia kewalahan mencegah situasi terkini di negaranya. Mereka menyebut ketika cuaca baik pada beberapa hari ini, maka akan lebih banyak migran asal sub-Sahara yang menyeberang. 

Peneliti migrasi, Wael Garnaoui menekankan Tunisia tidak dapat menanggulangi arus migrasi di seluruh negeri. Mereka juga menghadapi arus penduduk yang meninggalkan negaranya di tengah krisis politik dan ekonomi di Tunisia. 

Baca Juga: Migran dan Warga Lokal Ribut di Tunisia, 1 Warga Tewas

3. Perjanjian UE-Tunisia dianggap tak utamakan HAM

Ombudsman Eropa, Emily O'Reilly mempertanyakan soal perjanjian anti-migran antara Uni Eropa (UE) dan Tunisia. Ia menyebut bahwa persetujuan itu tidak didasarkan pada hak fundamental manusia. 

"Ketika hak-hak fundamental tidak dihargai, maka tidak akan ada sebuah administrasi yang baik," tutur O'Reilly, dikutip RFI.

Ia pun menuntut Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen untuk menjelaskan lebih lanjut terkait masalah yang muncul akibat perjanjian anti-migran. 

"Apakah Komisi Eropa melakukan penilaian hak asasi manusia (HAM) dalam MoU sebelum diputuskannya perjanjian tersebut? Apakah mereka berupaya memitigasi risiko pelanggaran HAM dalam persetujuan itu?" terang O'Reilly. 

"Apabila iya, Komisi Eropa harus mengumumkan penilaian tersebut ke publik bersamaan dengan kebijakan mitigasi. Apabila tidak, tolong jangan menyatakan rasionalitas soal kasus ini," tambahnya. 

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya