Prancis Kirim Polisi Anti Huru-Hara ke Martinik untuk Redam Demo

Diklaim untuk meredakan ketegangan di Martinik

Jakarta, IDN Times - Prancis mengirim polisi anti huru-hara ke wilayah terluar di Karibia, Martinik pada Minggu (22/9/2024). Pengiriman ini untuk mengamankan situasi di tengah demonstrasi besar-besaran akibat lonjakan biaya hidup. 

Dalam sepekan terakhir, situasi di Martinik masih belum kembali normal menyusul protes besar-besaran. Demonstran disebut melakukan tindakan kekerasan dan melakukan penjarahan di sejumlah supermarket serta restoran. 

1. Dikirim setelah warga mengadakan demonstrasi damai

Pengiriman polisi anti huru-hara ke Martinik ini didorong penolakan warga mematuhi larangan demonstrasi oleh pemerintah setempat. Meski sudah dilarang sejak Jumat (20/9/2024), warga tetap turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi damai. 

Berdasarkan rekaman video warga, ratusan orang sudah berkumpul dan melakukan long-march sejak Sabtu malam. Mereka membawa bendera dan memukul drum sebagai bentuk protes kepada pemerintah. 

Melansir Associated Press, polisi anti huru-hara Prancis dilaporkan menginap di sebuah hotel di ibu kota Fort-de-France, tapi tidak diketahui secara pasti berapa personel yang diterjunkan. 

Sebelumnya, aparat kepolisian Prancis dilarang masuk ke teritori terluar setelah insiden berdarah pada Desember 1959. Aparat Prancis diduga melakukan kekerasan yang mengakibatkan tewasnya pemuda. 

Baca Juga: Baru Pelantikan, Kabinet Baru Prancis Terancam Mosi Tidak Percaya 

2. Aturan jam malam sudah diterapkan di beberapa wilayah

Selain melarang demonstrasi, pemerintah Martinik juga mengadakan aturan jam malam di beberapa area, seperti Fort-au-France, La Lamentin, Ducos, dan Le Robert. Area tersebut diklaim menjadi pusat demonstrasi di Martinik. 

"Kebijakan ini untuk menghentikan aksi kekerasan dan kerusakan yang dilakukan oleh demonstran. Aksi ini juga menjadi penghalang aktivitas masyarakat dan membatasi kebebasan bergerak seluruh penduduk Martinik, terutama saat akhir pekan," terangnya, dilansir Reuters

Kepala Pemerintahan Martinik, Jean-Christophe Bouvier, mengatakan bahwa penerapan jam malam dilakukan sepanjang akhir pekan kemarin. Aturan ini membatasi aktivitas masyarakat mulai pukul 21.00 hingga 05.00 pagi hari. 

"Sejauh ini sudah ada 11 aparat kepolisian yang terluka dalam demonstrasi ini. Salah satunya sudah ditembak. Peraturan jam malam ini akan membantu tugas aparat keamanan dalam mengatasi penjarahan, kerusakan, dan vandalisme di infrastruktur publik," ungkapnya. 

3. Biaya hidup di Martinik lebih mahal dibanding di Prancis

Demonstrasi di Martinik ini didorong oleh lonjakan biaya hidup dalam sebulan terakhir. Aksi diprakarsai oleh gerakan Perlindungan Rakyat dan Sumber Daya Afro-Karibia (RPPRAC) yang menginginkan persamaan harga di Martinik dan Prancis. 

Melansir Le Monde, harga produk makanan di kepulauan tersebut mencapai 30-42 persen lebih mahal dibandingkan di Prancis. Hal ini mendorong tingginya biaya hidup di Martinik yang mencapai 19-38 persen lebih tinggi dibandingkan di daratan utama Prancis. 

Kenaikan harga pangan ini di wilayah terluar Prancis itu disebabkan oleh lonjakan inflasi yang belum terkendali. Bahkan, kenaikan biaya hidup ini mengakibatkan hampir 27 persen penduduk Martinik berada di bawah garis kemiskinan. 

Baca Juga: Ratusan Warga Prancis Turun ke Jalan Dukung Gisele Pelicot

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Rama

Berita Terkini Lainnya