Parlemen Georgia Akhirnya Setujui RUU Anti-LGBTQ

Diklaim semakin mendekat ke Rusia

Jakarta, IDN Times - Parlemen Georgia resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) anti-LGBTQ+, pada Selasa (17/9/2024). Langkah ini diklaim pemerintahan Partai Georgian Dream untuk melindungi nilai-nilai tradisional yang dianut oleh negara Kaukasus Selatan tersebut. 

Pada awal September, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memberikan apresiasi terhadap Georgia yang menolak mengakui LGBTQ+ dan propaganda Barat. Ia mengklaim Barat mencoba mempertahankan hegemoninya di seluruh dunia melalui promosi LGBTQ+. 

1. Melarang promosi dan penyelenggaraan parade LGBTQ+ di Georgia

Persetujuan dalam RUU anti-LGBTQ+ tahap ketiga ini menandai dukungan parlemen dalam pengesahan ini menjadi hukum. Nantinya, RUU ini akan membatasi hak-hak komunitas LGBTQ+ sekaligus melarang adanya parade Pride di negara Kaukasus Selatan tersebut. 

Melansir dari RFE/RL, RUU ini menjadi satu paket dengan amandemen RUU Perlindungan Nilai-nilai Keluarga dan Perlindungan Anak. Sesuai dalam hukum ini, tidak boleh adanya bentuk promosi LGBTQ+ dan perubahan gender ataupun orientasi seksual maupun hubungan sesama jenis. 

Sementara itu, dalam proses pemungutan suara anggota parlemen oposisi tidak hadir karena memboikot kebijakan dari Partai Georgian Dream. Aksi boikot ini sudah dilakukan sejak pembahasan soal RUU anti-agen asing. 

Baca Juga: Rusia Tuduh AS Ikut Campur Pemilu Georgia Lewat OSCE

2. Diprotes oleh aktivis pro-LGBTQ+ di Georgia

Menanggapi persetujuan ini, Presiden Georgia Salome Zourabichvili mengaku tidak akan menandatangani RUU anti-LGBTQ+ tersebut. Ia sebelumnya juga mengatakan pemilu parlementer pada Oktober nanti sangat penting untuk masa depan Georgia. 

Di tengah pembahasan tersebut, sejumlah aktivis pro-LGBTQ+ sudah menyelenggarakan demonstrasi damai di depan gedung Parlemen Georgia. Mereka mengklaim RUU tersebut sebenarnya tidak memahami masalah keluarga yang sebenarnya.

Melansir Reuters, Kepala kampanye Tbilisi Pride, Tamara Jakeli mengatakan bahwa RUU ini sebenarnya memaksa organisasinya tutup. Ia mengklaim persetujuan hukum ini menjadi yang terburuk bagi komunitas LGBTQ+ di Georgia. 

Hak-hak LGBTQ+ di Georgia telah menjadi isu sensitif dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, partisipan dari parade Tbilisi Pride kerap menjadi sasaran serangan fisik dari kelompok anti-LGBT

3. PM Georgia kecam ancaman dari Uni Eropa

Parlemen Georgia Akhirnya Setujui RUU Anti-LGBTQPerdana Menteri Georgia, Irakli Kobakhidze. (facebook.com/KobakhidzeOfficial)

Perdana Menteri Georgia, Irakli Kobakhidze, menyebut Uni Eropa (UE) berencana mencabut kesepakatan bebas visa di tengah klaim penurunan demokrasi di negaranya. Ia mengaku tidak akan mundur meskipun mendapat ancaman dari UE. 

"Ini adalah semacam ancaman dan pemerasan murah. Masyarakat Georgia secara keseluruhan dihukum oleh UE. Langkah ini tidak akan berdampak apapun terhadap pemilu parlementer pada Oktober mendatang," tegasnya, dikutip Politico.

Ia pun sempat mengadakan pertemuan dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS) di Tbilisi, Robin Dunnigan mengenai sanksi yang dijatuhkan kepada sejumlah pejabat tinggi di Georgia. 

"Jika satu langkah yang sama kembali diambil oleh pemerintah AS, ini mungkin akan mengarah pada sebuah revisi posisi dan pandangan Georgia terhadap hubungan diplomatik AS-Georgia," terangnya. 

Baca Juga: AS Selesaikan Penarikan Pasukan dari Niger

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Rama

Berita Terkini Lainnya