Georgia Berencana Tidak Akui dan Larang Aktivitas LGBTQ

Semakin menjauhkan diri dari Barat

Jakarta, IDN Times - Parlemen Georgia, pada Kamis (27/6/2024), menyetujui pembahasan pertama Rancangan Undang-Undang (RUU) anti-LGBTQ+ di negaranya. RUU tersebut ikut mencantumkan larangan propaganda hubungan sesama jenis dan operasi transisi gender. 

Sebelumnya, Parlemen Georgia sudah meresmikan UU anti-agen asing di negaranya. Peresmian hukum tersebut menimbulkan renggangnya hubungan Georgia-Uni Eropa (UE) dan berisiko membekukan aksesi keanggotaannya di dalam blok Eropa. 

1. Diklaim untuk mengontrol propaganda LGBT di Georgia

Juru Bicara Parlemen Georgia, Shalva Papuashvili, mengatakan bahwa RUU ini dibutuhkan untuk mengontrol propaganda LGBTQ+ di negaranya. 

"RUU anti-LGBTQ+ ini sangat dibutuhkan di Georgia untuk mengontrol maraknya propaganda LGBTQ+ yang selama ini sudah menciptakan perubahan hubungan tradisional," ungkapnya. 

Ia menambahkan, parlemen sudah membuat keputusan penting dan seluruh publik Georgia sudah menunjukkan dukungan kepada hukum ini dalam Hari Kemurnian Keluarga pada Mei lalu. 

"Pada 17 Mei, sebuah referendum publik digelar di Georgia di mana jutaan warga Georgia mengonfirmasi dukungannya terhadap RUU ini dengan turun ke jalan dan meminta agar anggota parlemen menetapkan suara rakyat menjadi hukum," tambahnya, dikutip OC Media

Baca Juga: Oposisi Georgia Pro-Uni Eropa Bersatu Lawan Partai Penguasa

2. Melarang penyelenggaraan parade dan propaganda LGBT

Georgia Berencana Tidak Akui dan Larang Aktivitas LGBTQSeseorang yang membawa bendera pelangi. (pexels.com/@brett-sayles)

Papuashvili menambahkan, pemungutan suara terkait persetujuan RUU anti-LGBTQ+ ini akan diadakan yang kedua dan ketiga pada sesi parlemen di musim gugur mendatang, sebelum pemilu pada 26 Oktober. 

RUU tersebut juga menuliskan larangan orang non-heteroseksual untuk mengadopsi anak dan mencegah seseorang untuk mengubah gendernya dalam kartu identitas. Promosi LGBTQ+ di tempat umum juga dilarang, termasuk penyelenggaraan parade atau Pride. 

Dilansir Civil, propaganda LGBTQ+ di sistem pendidikan juga dilarang dan seluruh siaran televisi maupun radio dilarang menayangkan cuplikan romantis yang melibatkan hubungan sesama jenis. 

Selama ini, homophobia menjadi strategi Partai Georgian Dream dalam kampanye politiknya untuk memperoleh banyak suara. Pasalnya, hak-hak LGBTQ+ masih kontroversial di Georgia di tengah kuatnya pengaruh Kristen Ortodoks. 

3. Disebut sebagai pengalihan isu dan pencarian dukungan kepada Partai Georgian Dream

Pendiri Tbilisi Pride Giorgi Tabagari mengatakan, UU ini akan membuat hidup dari komunitas LGBTQ+ di Georgia semakin sulit di tengah minimnya dukungan. 

"Masa depan warga yang tergabung dalam komunitas LGBTQ+ di Georgia tampak suram jika RUU anti-LGBTQ+ ini diterapkan sebagai hukum," ungkapnya, dikutip Reuters

Sementara itu, partai oposisi UNM (United National Movement ) menyebut bahwa RUU anti-LGBTQ+ ini adalah upaya dari Partai Georgian Dream untuk menarik hati rakyat yang memiliki pandangan konservatif dan memilihnya pada pemilu mendatang.

"Rakyat tidak tertarik dengan isu ini. Tidak ada satu pun wilayah yang menanyakan terkait dengan apa yang terjadi dengan propaganda LGBTQ+ di Georgia?" tutur anggota parlemen dari UNM, Khatia Dekanoidze. 

Baca Juga: Uni Eropa Sebut Aksesi Keanggotaan Georgia Dibekukan

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya