Chad Kerahkan Militer Imbas Naiknya Kekerasan Usai Pilpres

Pendukung Deby dan Masra terlibat bentrokan

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Chad, pada Sabtu (11/5/2024), menerjunkan personel militer ke jalanan untuk mencegah aksi kekerasan usai pilpres. Seluruh warga dilarang menyimpan atau membawa senjata imbas munculnya serangkaian aksi kekerasan di ibu kota N'Djamena. 

Pilpres Chad yang diwarnai dugaan kecurangan berhasil dimenangkan oleh mantan Presiden militer Jenderal Mahamat Idriss Deby. Ia berhasil menang telak dengan perolehan suara 61 persen, unggul jauh dibanding dua pesaingnya, Succès Masra dan Albert Pahimi Padacké. 

1. Terdapat 12 korban tewas dan 90 luka-luka imbas aksi kekerasan

Pengiriman tentara di Chad diadakan setelah terdengar suara tembakan di sejumlah area di N'Djamena dalam 2 hari terakhir. Bahkan, hingga Sabtu, setidaknya sudah ada 12 korban tewas dan 90 orang lainnya terluka akibat aksi kekerasan setelah usai pilpres. 

Dilaporkan VOA News, polisi mengatakan bahwa beberapa korban tewas ketika dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif. Pemerintah juga menyatakan perawatan terhadap korban tewas dan luka-luka akan ditanggung negara. 

Sementara itu, militer Chad menyebut bahwa penembakan dan kekerasan ini terjadi di tengah perayaan kemenangan Deby. Mereka disebut terlibat konfrontasi dengan pendukung oposisi, sehingga kerusuhan tak bisa dicegah. 

Aksi kekerasan ini berlangsung setelah diumumkannya hasil pilpres yang memenangkan sejak Kamis (9/5/2024). Sejumlah organisasi masyarakat dan oposisi yang menolak hasil pilpres sudah mengadakan protes. Aparat keamanan disebut telah menangkap sejumlah demonstran.

Baca Juga: Tentara dan Oposisi Bentrok di Chad, Korban Tewas Berjatuhan

2. Tenaga kesehatan Chad dilarang berbicara kepada jurnalis

Presiden Persatuan Jurnalis Chad (l'UTJ) Judah Alahondoum menyebut, pemerintah melarang pihak rumah sakit memberikan informasi penyebab kekerasan yang dialami korban kepada jurnalis. 

"Keputusan ini adalah halangan besar dari kebebasan berekspresi dan di atas semuanya, adalah hak untuk mendapatkan sebuah informasi. Kami mendesak agar Menteri Kesehatan mencabut aturan tersebut," ujarnya, dikutip RFI.

Menanggapi tudingan ini, juru bicara pemerintah Chad Abderaman Koulamallah mengatakan bahwa larangan ini berkaitan dengan rahasia medis dan penghormatan terhadap harga diri seseorang. 

"Mereka boleh mengungkapkan kepada jurnalis soal apa yang mereka rasakan. Ini tidak dilarang. Yang tidak diperbolehkan adalah komunikasi dengan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi karena ini mengenai privasi dan rahasia medis," ungkapnya. 

3. Masra menduga ada kecurangan dalam pilpres Chad

Mantan Perdana Menteri Chad Succes Masra, yang menantang Presiden Mahamat Deby, mengklaim kemenangannya dan menyebut terdapat kecurangan setelah pengumuman hasil pilpres. Ia pun mengajak pendukungnya melangsungkan demonstrasi damai. 

"Semua tahu bahwa hasil ini sudah dimanipulasi. Hasil pilpres ini adalah sebuah sulapan dan kepalsuan. Kami memenangkan pilpres pada 6 Mei dengan visi yang sama yakni Chad berada di atas kakinya sendiri," terang Masra, dikutip Le Monde

Di sisi lain, Deby mengungkapkan pernyataan Masra akan menimbulkan krisis politik di Chad dan berujung pada pertumpahan darah. 

"Hari ini, semua takut akan terjadinya krisis politik dan pertumpahan darah di Chad. Saya adalah presiden terpilih bagi seluruh rakyat Chad. Pernyataan Masra akan menimbulkan periode ketidakjelasan di Chad," pungkasnya. 

Baca Juga: 58 Orang Tewas akibat Kapal Terbalik di Republik Afrika Tengah

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya