AS Setujui Penjualan Drone Senilai Rp5,8 Triliun ke Taiwan

Taiwan bakal terima lebih dari 1.000 drone AS

Intinya Sih...

  • AS setujui penjualan lebih dari 1.000 drone senilai $360 juta kepada Taiwan.
  • Penjualan termasuk 291 drone Altius-600M dan 720 amunisi Switchblade 300.
  • Langkah AS dilakukan saat ketegangan memuncak antara AS dan China terkait Taiwan.

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) menyetujui penjualan baru terhadap lebih dari 1.000 drone senilai 360 juta dollar AS (setara Rp5,8 triliun) kepada Taiwan pada Selasa (18/6/2024). Itu dilakukan saat pulau yang memiliki pemerintahan sendiri tersebut memperkuat kemampuan peperangan asimetrisnya.

Diumumkan oleh Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS (DSCA), penjualan tersebut mencakup 291 drone Altius-600M yang dilengkapi hulu ledak dan 720 amunisi anti-personil dan anti-lapis baja Switchblade 300, yang juga digunakan oleh militer Ukraina. Ini merupakan paket senjata ke-15 yang disetujui oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden.

Kedua sistem senjata tersebut dapat digambarkan sebagai drone bunuh diri yang dirancang untuk berkeliaran di sekitar area musuh dan menyerang ketika diinstruksikan. Keduanya juga dapat digunakan untuk pengintaian.

Baca Juga: Presiden Taiwan Tegaskan Negaranya Tidak Akan Tunduk pada China

1. Beijing kecam intervensi kekuatan eksternal terhadap Taiwan

Langkah AS dilakukan saat ketegangan memuncak antara Washington dan Beijing. Rival Barat itu menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan telah berjanji untuk melakukan konsolidasi dengan kekuatan jika diperlukan. China juga meningkatkan tekanan militernya dengan latihan militer dan pengerahan pesawat tempur di dekat pulau tersebut.

Mengutip CNN, dalam pidatonya di KTT Pertahanan Shangri-La, Menteri Pertahanan China, Dong Jun, mengecam kekuatan campur tangan eksternal yang menjual senjata dan melakukan kontak resmi ilegal dengan Taipei. Pernyataan tersebut nampaknya merujuk pada Washington. 

Beijing telah berjanji untuk menyatukan Taiwan dengan China daratan, bahkan jika perlu dengan kekerasan. Negeri Tirai Bambu itu juga telah berulang kali mengecam kebijakan AS terhadap Taipei, dan menuduh Washington mengosongkan Prinsip Satu China, dengan melakukan kontak resmi ilegal dan memasok senjata ke pemerintah pulau tersebut.

2. Persetujuan senjata AS membantu menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan

AS Setujui Penjualan Drone Senilai Rp5,8 Triliun ke TaiwanPresiden Taiwan, Lai Ching Te. (twitter.com/ChingteLai)

Presiden Taiwan, Lai Ching-te, berterima kasih kepada AS usai menyetujui penjualan senjata terbaru ke Taipei pada Rabu (19/6/2024). Lai mengatakan bahwa otorisasi semacam itu membantu menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, dilansir Associated Press. 

"Taiwan akan terus memperkuat kemampuan pertahanan diri dan peperangan asimetris kami untuk meningkatkan pencegahan kami,"  ujar juru bicara kantor kepresidenan, Karen Kuo. 

"Kami akan dengan tegas mempertahankan sistem konstitusional demokrasi dan kebebasan kami, dan kami akan bekerja sama dengan negara-negara yang memiliki cita-cita serupa untuk menjaga tatanan internasional berbasis aturan," sambungnya. 

Kementerian Luar Negeri AS juga mengklaim bahwa langkah tersebut akan membantu meningkatkan keamanan dan menjaga stabilitas politik, keseimbangan militer, serta kemajuan ekonomi di kawasan. 

Baca Juga: Presiden Lai Jadi Cover Majalah TIME: Taiwan Siap Bantu Ekonomi China

3. AS siapkan strategi Hellscape untuk gagalkan invasi China

AS Setujui Penjualan Drone Senilai Rp5,8 Triliun ke Taiwanilustrasi bendera AS (pexels.com/Brett Sayles)

Persetujuan AS mencerminkan upaya negara itu dalam menggunakan kawanan drone untuk mengimbangi keunggulan militer China dalam kemungkinan konflik. Berdasarkan Undang-Undang Hubungan Taiwan, Washington secara hukum diwajibkan menyediakan sarana pertahanan bagi Taipei, dan memasok persenjataan ke pulau tersebut.

Kepala Komando militer Indo-Pasifik AS, Samuel Paparo, mengungkapkan bahwa Pentagon berencana untuk menggagalkan rencana invasi China dengan strategi baru yang disebut Hellscape.

Dikutip The Japan Times, strategi tersebut dilakukan saat armada invasi Beijing mulai bergerak melintasi Selat Taiwan, militer AS akan mengerahkan ribuan kapal selam tak berawak, kapal permukaan tak berawak, dan drone udara untuk membanjiri wilayah tersebut.

Strategi itu bertujuan mengimbangi keunggulan militer China dan memberikan Taipei, Washington, dan mitranya waktu untuk memberikan tanggapan penuh.

Baca Juga: Pria China Ditangkap Usai Coba Masuk ke Perairan Taiwan

Angga Kurnia Saputra Photo Verified Writer Angga Kurnia Saputra

Self-proclaimed foreign policy enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya