Aturan Baru China Bisa Hukum Warga Asing yang Dukung Taiwan

Taiwan minta Indonesia kecam keputusan China

Jakarta, IDN Times – Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taiwan (TETO) di Jakarta mengecam kebijakan terbaru pemerintah China soal hukuman kepada pendukung kemerdekaan Taiwan. Pedoman tersebut dinilai tidak hanya untuk membatasi kemerdekaan dan demokrasi Taiwan, tetapi juga menginternasionalisasi gaya otoriter China dalam hukum pidana,

Dalam beberapa tahun terakhir, China terus terlibat dalam berbagai kasus perang hukum atau lawfare melawan Taiwan. Beijing dianggap salah menafsirkan United Nations General Assembly Resolution 2758 di dunia internasional untuk dengan sengaja menciptakan ilusi satu China.

“Upaya China untuk mengubah status quo secara sepihak dan merusak perdamaian serta stabilitas kawasan melalui perang hukum lawfare dan tindakan mengancam sudah seharusnya dikecam keras oleh komunitas internasional,” kata TETO dalam keterangnnya, dikutip pada Jumat (2/8/2024).

1. Pendukung Taiwan bisa dihukum secara in absensia dan bisa diajukan jadi buronan INTERPOL

Aturan Baru China Bisa Hukum Warga Asing yang Dukung Taiwanbendera China. (unsplash.com/Dominic Kurniawan Suryaputra)

Pada 2005, China mengesahkan Undang-Undang Anti-Pemisahan untuk menanamkan “prinsip satu China ” ke dalam hukum domestik. Mereka dengan jelas menyatakan bahwa masalah Taiwan adalah warisan dari perang saudara. China ingin menjadikan Taiwan sebagai isu domestik.

Hal itu akan mencegah atau menghalangi komunitas internasional untuk campur tangan dalam isu lintas selat, serta menciptakan dasar hukum untuk invasi militer di masa depan dan aneksasi paksa Taiwan. Taipei menilai langkah China juga akan membahayakan kawasan Indo-Pasifik.

Dalam pasal 22 Pedoman tentang Hukuman kepada Separatis Kemerdekaan Taiwan, terdapat peraturan “yurisdiksi ekstrateritorial”, “ketiadaan kedaluwarsa penuntutan”, dan “peradilan in absentia” yang telah melanggar prinsip hukum pidana umum, dan juga melanggar batas yurisdiksi hukum internasional dan perlindungan hak asasi manusia dalam hukum internasional.

Di bawah pedoman tersebut, China tidak hanya dapat menghukum warga negara Taiwan, tetapi juga warga negara lain melalui peradilan yang dilaksanakan di dalam negeri secara in absentia dan kemudian dapat mengeluarkan pemberitahuan merah (red notice) melalui INTERPOL dan meminta kepada semua otoritas penegak hukum di negara-negara anggota INTERPOL di seluruh dunia untuk mencari dan menangkap orang-orang tersebut dengan maksud agar mereka diekstradisi dan menjalani hukuman di China.

Baca Juga: China Tekan Anggota Parlemen Asing untuk Boikot Konferensi Taiwan

2. Bisa menjerat warga non-China

Aturan Baru China Bisa Hukum Warga Asing yang Dukung Taiwanilustrasi Tembok Besar China (pixabay.com/users/f8_f16-658741)

Yurisdiksi China tidak hanya berdampak pada Taiwan, tetapi juga akan berdampak kepada warga negara lain, melanggar hak asasi manusia dan kedaulatan berbagai negara, serta melanggar hukum internasional dan prinsip-prinsip dasar yang mengatur hubungan internasional.

Pedoman tersebut berlaku untuk semua warga negara non-China, dan juga berlaku untuk semua organisasi non-China di semua sektor, termasuk sektor politik, bisnis, pendidikan, kebudayaan, sejarah, media dan sektor lainnya dan memiliki pengaruh yang sangat luas.

“Hukum pidana China juga menetapkan pendanaan separatisme sebagai tindak pidana. Masyarakat biasa dan pengusaha yang menyumbang ke organisasi terkait juga berisiko dituntut oleh China,” kata TETO.

“Sebagai contoh, anggota parlemen dari negara-negara yang mempromosikan undang-undang ramah Taiwan untuk membantu Taiwan dalam mempromosikan kerja sama internasional dengan Taiwan atau mendukung partisipasi Taiwan dalam organisasi internasional mungkin dapat dituntut oleh China atas tindak pidana tersebut,” tambah mereka.

3. Dorong Indonesia ambil tindakan

Aturan Baru China Bisa Hukum Warga Asing yang Dukung TaiwanTaiwan (pexels.com/Timo Volz)

Perang hukum China terhadap Taiwan telah mencapai titik di mana hal itu telah menekan kebebasan berbicara secara global. Lebih lanjut, “Tindak Pidana Separatisme” China juga berlaku untuk warga negara non-China, dibuktikan dengan pengumuman sanksi Tiongkok terhadap Hudson Institute dan Ronald Reagan Presidential Library and Center for Public Affairs pada bulan April 2023.

Taiwan dan Indonesia memiliki pertukaran dan kerja sama yang erat di berbagai bidang, serta berbagi nilai-nilai universal seperti demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia. Saat ini terdapat sekitar 400 ribu warga negara Indonesia yang tinggal di Taiwan untuk belajar dan bekerja, dan terdapat lebih dari 20 ribu warga negara Taiwan yang tinggal di Indonesia untuk bekerja dan berbisnis.

China terus memperkuat berbagai undang-undang keamanan nasional dan penindakannya, dan terus berupaya untuk menekan kebebasan berpendapat warga negara Taiwan dan negara-negara di seluruh dunia serta melanggar hak asasi manusia dari masyarakat dunia.

“Dengan diterbitkan pedoman ini, China ingin menciptakan ‘efek dingin’ politik dan memperlihatkan sifat totaliter yang telah melanggar nilai-nilai universal seperti demokrasi dan hak asasi manusia serta mengabaikan prinsip dasar hukum internasional,” kata TETO.

TETO Indonesia menyerukan kepada pemerintah, industri, pengusaha, akademisi, institusi, dan media di Indonesia untuk menaruh perhatian besar dan mengecam keras tindakan China tersebut, karena tidak hanya mengancam perdamaian dan stabilitas selat Taiwan dan kawasan, tetapi juga secara serius telah mengancam dan menganiaya demokrasi, kebebasan dan tatanan internasional yang berbasis aturan.

Baca Juga: Menlu AS dan Menlu China Bertemu, Bahas Taiwan hingga Ukraina 

Andi IR Photo Verified Writer Andi IR

Belajar menulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Rama

Berita Terkini Lainnya