15 Tahun Diskusi, PBB Akhirnya Adopsi Perjanjian Perlindungan Laut  

Dinilai bisa melindungi 60 persen permukaan bumi

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadopsi perjanjian internasional pertama untuk mengatur laut lepas dan melindungi ekosistem terpencil yang vital bagi umat manusia, setelah lebih dari 15 tahun berdiskusi.

Pada Senin (19/6/2023), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memuji perjanjian tersebut sebagai pencapaian bersejarah. Pakta itu akan membentuk kerangka hukum untuk memperluas perlindungan lingkungan ke perairan internasional, yang mencakup 60 persen permukaan bumi.

Perubahan iklim mengganggu pola cuaca dan arus laut, menaikkan suhu laut, dan mengubah ekosistem laut dan spesies yang hidup di sana. Guterres juga mengatakan, keanekaragaman hayati laut sedang diserang oleh penangkapan ikan berlebihan, eksploitasi berlebihan, dan pengasaman laut.

1. Permasalahan laut saat ini

15 Tahun Diskusi, PBB Akhirnya Adopsi Perjanjian Perlindungan Laut  Ilustrasi pencemaran laut. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Lebih lanjut, Guterres menyoroti lebih dari sepertiga stok ikan yang dipanen namun tidak memperhatikan keberlanjutannya.

“Dan kita mencemari perairan pesisir kita dengan bahan kimia, plastik, dan kotoran manusia,” tambahnya, menyoroti permasalahan lain di lautan, dilansir Al Jazeera.  

Para ilmuwan semakin menyadari pentingnya lautan, yang menghasilkan sebagian besar oksigen yang dihirup umat manusia, membatasi perubahan iklim dengan menyerap karbondioksida (Co2), dan menjadi tempat tinggal bagi keanekaragaman hayati.

Baca Juga: Ahli PBB: Apartheid Gender Afghanistan Adalah Kejahatan Internasional

2. Masa ratifikasi akan dimulai 20 September

15 Tahun Diskusi, PBB Akhirnya Adopsi Perjanjian Perlindungan Laut  pixabay.com

Negara-negara anggota PBB akhirnya menyepakati teks perjanjian itu pada Maret, dan Guterres mendesak semua negara untuk tidak menyia-nyiakannya dengan meratifikasi sesegera mungkin.

Secara resmi dikenal sebagai Perjanjian Keanekaragaman Hayati di Luar Yurisdiksi Nasional, perjanjian ini berada di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang mulai berlaku pada 1994.

Itu akan dibuka untuk penandatanganan pada 20 September, selama pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Majelis Umum PBB, dan akan berlaku setelah diratifikasi oleh 60 negara.

Kesepakatan itu juga menetapkan aturan dasar untuk melakukan penilaian dampak lingkungan untuk kegiatan komersial di lautan.

3. Perjanjian mengatur banyak hal terkait ekosistem kelautan

15 Tahun Diskusi, PBB Akhirnya Adopsi Perjanjian Perlindungan Laut  Ilustrasi Laut (IDN Times/Lia Hutasoit)

Perjanjian diharapkan bisa mengatur banyak hal, mulai dari penangkapan ikan dan transportasi laut hingga kegiatan yang lebih kontroversial, seperti penambangan laut dalam atau bahkan program geo-engineering yang ditujukan untuk memerangi pemanasan global.

Alat kunci dalam perjanjian itu adalah kemampuan untuk menciptakan kawasan laut yang dilindungi di perairan internasional. Saat ini, hanya sekitar 1 persen dari laut lepas yang dilindungi oleh tindakan konservasi.

Perjanjian itu juga menetapkan prinsip-prinsip untuk berbagi manfaat dari sumber daya genetik laut (MGR) yang dikumpulkan oleh penelitian ilmiah di perairan internasional, sebuah poin penting yang hampir menggagalkan negosiasi di menit-menit terakhir di bulan Maret.

Negara-negara berkembang, yang sering kali tidak memiliki uang untuk membiayai ekspedisi semacam itu, memperjuangkan hak bagi hasil, berharap tidak ketinggalan dari apa yang dilihat banyak orang sebagai pasar masa depan yang besar dalam komersialisasi MGR.

Baca Juga: Sekjen PBB Ingin Ada Badan Pengawas Dunia untuk Teknologi AI

Andi IR Photo Verified Writer Andi IR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya