Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Kereta dorong anjing kini lebih laku dibandingkan kereta bayi di Korea Selatan, menandakan rendahnya angka kelahiran di negara tersebut.
Menurut laporan dari The Wall Street Journal, tahun lalu adalah pertama kalinya penjualan kereta dorong anjing melebihi kereta bayi di Gmarket, salah satu pengecer/retailer online terbesar di Korea Selatan.
1. Lonjakan pembelian kereta dorong untuk hewan peliharaan sangat mencolok
Stroller anjing. (unsplash.com/@japhethr) Korea Selatan, yang memiliki salah satu tingkat kesuburan terendah di dunia, mencatat penurunan lagi pada 2023, dengan rata-rata jumlah bayi yang diharapkan per perempuan turun menjadi 0,72 dari 0,78 pada 2022. Hal ini semakin memicu kekhawatiran di kalangan pembuat kebijakan tentang dampak jangka panjang terhadap perekonomian dan populasi lansia di negara tersebut, bahkan mendorong pemerintah merencanakan kementerian baru yang bertugas membalikkan tren ini.
Lonjakan pembelian kereta dorong hewan peliharaan sangat mencolok. Penjualannya meningkat empat kali lipat sejak 2019, dan model kelas atas bisa dijual hingga $1.100. Yoon Hyun-shin, CEO Pet Friends, platform belanja hewan peliharaan online terbesar di Korea Selatan, mengatakan kepada The Journal bahwa memiliki hewan peliharaan telah menjadi tren besar.
"Kepemilikan hewan peliharaan meningkat, begitu juga pengeluaran untuk hewan peliharaan karena orang lebih memilih hewan peliharaan daripada anak-anak," kata Yoon.
2. Untuk mengatasi penurunan angka kelahiran, pemerintah Korea Selatan telah mengalokasikan hampir 300 miliar dolar AS (Rp4,5 biliun) untuk berbagai insentif
Stroller bayi (unsplash.com/@marslady) Baca Juga: 7 Rekomendasi Stroller untuk Anjing dan Kucing, Muat Banyak!
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
"Apa yang saya khawatirkan adalah anak muda tidak saling mencintai," kata Menteri Ketenagakerjaan Korea Selatan, Kim Moon-soo, pada 2023. "Sebaliknya, mereka mencintai anjing mereka dan membawa mereka ke mana-mana. Mereka tidak menikah, dan tidak punya anak."
Untuk mengatasi penurunan angka kelahiran, pemerintah Korea Selatan telah mengalokasikan hampir 300 miliar dolar AS (Rp4,5 biliun) untuk berbagai insentif, seperti subsidi perawatan anak dan pembayaran tunai langsung kepada keluarga yang memiliki anak. Beberapa pemerintah daerah bahkan menawarkan hingga 70ribu dolar AS (Rp1 miliar) per bayi sebagai bagian dari inisiatif pro-natal ini.
Upaya lainnya termasuk inisiatif kreatif, seperti acara perjodohan dengan hadiah uang tunai bagi pasangan yang bertemu dan membentuk hubungan, serta kebijakan yang dirancang untuk mempersingkat waktu perjalanan dan meningkatkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan.
Namun, langkah-langkah ini belum membuahkan hasil yang signifikan. Banyak anak muda Korea Selatan menghadapi hambatan besar untuk memulai keluarga, terutama di ibu kota, Seoul, di mana biaya perumahan terkenal sangat tinggi. Perubahan budaya juga menyebabkan penurunan dorongan di kalangan milenial Korea Selatan dan anggota Generasi Z untuk menikah dan memiliki anak.
Menurut Profesor sosiologi Jung Jae-hoon dari Universitas Perempuan Seoul, anak muda Korea Selatan cenderung menghabiskan uang lebih banyak dibandingkan generasi sebelumnya dan lebih fokus pada pencapaian kesuksesan pribadi secara daring daripada menabung atau berusaha menetap dan memiliki anak, yang dianggap sebagai tujuan yang hampir mustahil, seperti dilaporkan oleh Reuters.