TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Myanmar Tunda Pemilu, Kemlu RI: Memperlambat Proses Damai

Posisi Myanmar juga bakal semakin sulit

Juru bicara Kemlu RI yang kini telah dilantik jadi Dubes RI di Norwegia, Teuku Faizasyah. (IDN Times/Sonya Michaella)

Jakarta, IDN Times - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonsia, Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa keputusan junta militer Myanmar menunda pemilihan umum hanya akan memperlambat proses perdamaian.

“Indonesia, sebagai ketua ASEAN melihat bahwa hal ini semakin memperlambat proses perdamaian dan akan semakin menyulitkan posisi Myanmar itu sendiri,” kata Faizasyah, kepada awak media di Jakarta, Selasa (1/8/2023).

Dia menegaskan pula, Indonesia akan terus mengikuti perkembangan situasi Myanmar ini dari dekat.

“Kita juga mengharapkan adanya masukan dari perwakilan kita di Myanmar untuk kemudian pemerintah bisa mengevaluasi (sikap),” lanjut Faizasyah.

Baca Juga: Junta Myanmar Tunda Pemilu: Kondisi Dalam Negeri Tidak Kondusif

1. Pemilu Myanmar resmi ditunda

ilustrasi kudeta Myanmar (ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva)

Militer Myanmar secara resmi menunda pemilihan umum yang rencananya digelar pada Agustus 2023. Hal tersebut tak lepas dari keputusan untuk memperpanjang keadaan darurat yang diberlakukan setelah kudeta 2021.

Dalam pernyataan di televisi nasional pada Senin (31/7/2023), militer mengatakan terdapat banyak kekerasan yang berlangsung di seluruh penjuru Myanmar. Hal itu menyebabkan diperpanjangnya keadaan darurat nasional.

2. Junta dianggap gagal cegah pemberontakan sipil

Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Namun, pengumuman tersebut merupakan pengakuan bahwa militer tidak mampu mengontrol menjelang pemungutan suara. Junta Myanmar juga dianggap gagal untuk mencegah penentangan, perlawanan bersenjata, protes tanpa kekerasan, dan pembangkangan sipil.

“Agar pemilihan umum bebas dan adil dan juga untuk dapat memberikan suara tanpa rasa takut, pengaturan keamanan yang diperlukan masih diperlukan dan periode keadaan darurat telah diperpanjang,” ungkap militer Myanmar, dilansir dari Al Jazeera

Keadaan darurat diumumkan ketika pasukan menangkap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi serta pejabat tinggi dari pemerintahannya pada 1 Februari 2021. Militer mengklaim terdapat banyak kecurangan dalam pemilihan yang diadakan pada November 2020.

Baca Juga: KBRI Yangon Selamatkan 26 WNI Korban TPPO di Myanmar

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya