TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar: Fatwa Mahkamah Internasional Tak Akan Didengar Israel

Tindak lanjut fatwa diserahkan ke Majelis Umum PBB

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya Sih...

  • Fatwa ICJ menyatakan pendudukan Israel di wilayah Palestina ilegal dan meminta Israel menghentikan kebijakan tersebut, serta membayar ganti rugi kepada Palestina. Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana meyakini fatwa Mahkamah Internasional ini tidak akan efektif karena dukungan AS terhadap Israel, sehingga Majelis Umum PBB juga diprediksi akan diabaikan. Sementara, Kementerian Luar Negeri Israel juga menolak fatwa tersebut.

Jakarta, IDN Times - Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menilai fatwa yang dikeluarkan Mahkamah Internasional (ICJ) di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa pendudukan Israel di wilayah permukiman Palestina, adalah tindakan ilegal, dan tidak akan mengubah kebijakan Israel.

Apalagi, menurut Hikmahanto, fatwa yang dibacakan pada 19 Juli 2024 itu tidak memiliki konsekuensi hukum bagi Israel. 

"Maka, di bagian akhir fatwa (advisory opinion), ICJ mengatakan tindak lanjutnya dikembalikan ke Majelis Umum PBB yang meminta fatwa tersebut. Meski ICJ meminta negara-negara sebaiknya tidak mengakui pendudukan ilegal dan kebijakan Israel," ujar Hikmahanto ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Sabtu (20/7/2024). 

"Saya yakin fatwa ini tidak akan efektif. Israel akan tetap bersikap masa bodoh dengan fatwa ICJ," imbuhnya. 

Fatwa yang dikeluarkan Mahkamah Internasional mencapai 284 poin. Mereka mendesak agar pendudukan Israel di atas wilayah permukiman Palestina segera dihentikan.

Presiden Mahkamah Internasional, Nawaf Salam, juga mewajibkan Israel untuk membayar ganti rugi atas kerugian yang dialami Palestina selama ini. Mahkamah juga meminta agar semua pemukim dievakuasi dari permukiman yang ada. 

1. Israel bisa abaikan fatwa ICJ karena tetap didukung AS

Dampak serangan militer Israel ke Gaza, Palestina. (Dokumentasi UNRWA)

Hikmahanto menyebut alasan lainnya Israel tidak akan mengikuti instruksi Mahkamah Internasional, karena Israel akan selalu didukung Amerika Serikat (AS). Seandainya Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang paralel dengan isi fatwa ICJ, maka ia memprediksi juga akan diabaikan Israel. 

"AS dan negara-negara sekutunya akan tetap mendukung okupasi ilegal Israel di Tanah Palestina. Bahkan, mereka akan melindungi Israel bila ada negara-negara yang hendak memaksakan fatwa dengan kekerasan atau penggunaan senjata," kata dia. 

Hikmahanto pun tidak melihat adanya urgensi sehingga negara-negara di Dewan Keamanan PBB bersedia melakukan pertemuan darurat. Seandainya ada pertemuan darurat pun, kata dia, putusannya akan diveto oleh AS sebagai salah satu negara tetap anggota DK PBB. 

Hikmahanto juga menyebut yang berlaku di dalam hubungan antar masyarakat internasional adalah hukum rimba. Bukan hukum internasional.

"Di dalam hukum rimba, yang berlaku adalah siapa yang kuat, maka dia lah yang menang," imbuhnya. 

Baca Juga: Israel Gempur Yaman Buru Houthi, Dua Orang Tewas

2. Kantor PM Israel menolak fatwa dari Mahkamah Internasional

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. (Dokumentasi Twitter)

Kementerian Luar Negeri Israel dengan cepat menolak pendapat tersebut. Mereka menyebutnya keputusan itu salah secara mendasar dan sepihak. Mereka menegaskan kembali bahwa solusi politik di kawasan hanya dapat dicapai melalui negosiasi.

"Bangsa Yahudi tidak bisa menjadi penjajah di tanahnya sendiri," kata kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad Maliki, mengatakan kepada jurnalis di Den Haag bahwa keputusan tersebut menjadi momen penting bagi negaranya. Sebab, Mahkamah Internasional dianggap memenuhi kewajiban hukum dan moral lewat putusan bersejarah tersebut. 

"Semua negara kini harus menjunjung tinggi kewajibannya yang jelas: tidak ada bantuan kesehatan, tidak ada bantuan, tidak ada keterlibatan negara lain, tidak ada bantuan keuangan, tak ada senjata, tidak ada hubungan perdagangan, tidak ada apa pun! Tidak ada tindakan apa pun untuk mendukung pendudukan ilegal Israel!" ujar PM Maliki seperti dikutip dari stasiun berita Al Jazeera pada 19 Juli 2024. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya