TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Demonstran di Tunisia Tuding Presiden Saied Makin Otoriter

Pemilu di Tunisia dinilai tidak adil

Bendera Tunisia (pixabay.com/jorono)

Intinya Sih...

  • Ratusan warga Tunisia protes menentang Presiden Kais Saied, menuduhnya memperkuat pemerintahan otoriter dan membungkam kompetisi politik.
  • Protes terjadi setelah anggota parlemen mencabut wewenang pengadilan administratif dalam menyelesaikan sengketa pemilu, dianggap oposisi untuk mendiskreditkan pemilihan presiden.
  • Ketegangan politik meningkat setelah komisi pemilu mendiskualifikasi tiga kandidat presiden terkemuka, dengan tuduhan bahwa Saied memanfaatkan lembaga peradilan untuk mengamankan kemenangannya.

Jakarta, IDN Times - Ratusan warga Tunisia melakukan aksi protes untuk menentang Presiden Kais Saied pada Minggu (22/9/2024). Masa aksi menuduhnya semakin memperkuat pemerintahan otoriter dan membungkam kompetisi politik. Aksi ini terjadi hanya dua minggu sebelum pemilihan presiden yang akan digelar.

Di bawah pengawasan ketat polisi, para demonstran untuk kedua kalinya turun ke jalan utama di Tunis, yang menjadi titik pusat revolusi "Arab Spring" pada tahun 2011. Mereka meneriakkan slogan-slogan seperti "Rakyat ingin rezim jatuh" dan "Turunkan diktator Saied".

Baca Juga: Tunisia Penjarakan Lawan Politik Presiden Saied Jelang Pemilu 2024

1. Protes meningkat di tengah pemilihan yang kontroversial

Protes ini terjadi setelah anggota parlemen mengusulkan rancangan undang-undang untuk mencabut wewenang pengadilan administratif dalam menyelesaikan sengketa pemilu. Langkah ini dianggap oleh oposisi sebagai cara untuk mendiskreditkan pemilihan presiden yang akan digelar pada 6 Oktober, dan membuka jalan bagi Saied untuk mengamankan masa jabatan kedua.

Dilansir dari Reuters, Nabil Hajji, pemimpin partai oposisi Attayar, mengatakan bahwa langkah-langkah yang diambil Saied menunjukkan bahwa popularitasnya telah menurun dan ia takut kalah dalam pemilu. Hajji menambahkan bahwa rakyat Tunisia kini hanya memiliki satu pilihan, yaitu turun ke jalan untuk mempertahankan demokrasi mereka.

2. Pemilu dinilai tidak adil

Ketegangan politik di Tunisia semakin memuncak setelah komisi pemilu yang ditunjuk oleh Saied mendiskualifikasi tiga kandidat presiden terkemuka, yakni Mondher Znaidi, Abdellatif Mekki, dan Imed Daimi. Komisi pemilu tersebut menentang keputusan pengadilan administratif, yang merupakan lembaga yudisial tertinggi dalam sengketa pemilu, dengan hanya memperbolehkan dua kandidat lainnya bersaing melawan Saied.

Salah satu dari kandidat yang tersisa, Ayachi Zammel, bahkan kini berada di penjara setelah dijatuhi hukuman 20 bulan penjara pada Rabu (18/9/2024) atas tuduhan memalsukan tanda tangan dalam dokumen pencalonan. Zammel menyatakan bahwa kasusnya bermotif politik, dan ini semakin menambah kontroversi pemilu, dikutip dari US News.

Baca Juga: 80 Anggota Partai Oposisi Tunisia Ditangkap Jelang Pilpres

3. Kritik terhadap penggunaan lembaga negara untuk kepentingan politik

Para kritikus menuduh bahwa Saied memanfaatkan komisi pemilu dan lembaga peradilan untuk mengamankan kemenangannya dengan membungkam persaingan dan mengintimidasi para kandidat. Saied membantah tuduhan ini, menyatakan bahwa ia sedang memerangi pengkhianat, tentara bayaran, dan koruptor yang merusak negara.

Sejak terpilih secara demokratis pada tahun 2019, Saied mulai memperketat cengkeramannya atas kekuasaan dan mulai memerintah melalui dekrit pada tahun 2021, yang oleh oposisi disebut sebagai kudeta terselubung. Langkah-langkah ini semakin memicu ketidakpuasan publik dan memperdalam krisis politik di Tunisia.

Baca Juga: Mantan Presiden Tunisia Dihukum Penjara 8 Tahun atas Tuduhan Provokasi

Verified Writer

Sanggar Sukma

Mahasiswa

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya