TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Junta Myanmar Akui Kehilangan Markas Komando Regional Lashio

Kekalahan perang paling memalukan bagi junta Myanmar

ilustrasi bendera Myanmar (Pexels.com/Gu Bra)

Jakarta, IDN Times - Junta militer Myanmar kehilangan kendali atas markas besar komando regional Lashio di negara bagian Shan akhir pekan lalu. Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) berhasil mengambil alih markas tersebut dan ada kemungkinan menyiapkan serangan ke kota Mandalay.

Lashio adalah salah satu dari 14 komando regional junta. Ini kejadian pertama komando regional jatuh ke tangan pejuang bersenjata sejak militer melakukan kudeta pada Februari 2021.

Kota ini memiliki populasi sekitar 150 ribu jiwa dan merupakan kota terbesar yang pernah direbut militer. Kota terletak di jalan raya utama antara Mandalay dan perbatasan Myanmar dengan China, yang merupakan jalur perdagangan utama.

1. Pencapaian besar dan bersejarah bagi kelompok perlawanan

Militer Myanmar telah mengakui bahwa makas besarnya telah direbut oleh kelompok pejuang etnis bersenjata. Hal ini merupakan pukulan telak bagi rezim junta yang dipimpin Min Aung Hlaing.

"Ini pencapaian besar dan bersejarah bagi perlawanan, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi, hal ini akan mempunyai banyak konsekuensi," kata Matthew Arnold, analis independen Myanmar, dikutip VOA News.

"Ini adalah garnisun yang sangat besar, dengan pertahanan berlapis. Jika mereka (junta) tidak dapat mempertahankan Lashio, hal itu akan membuka banyak pertanyaan lain tentang apa yang dapat mereka pertahankan," jelasnya.

Baca Juga: ASEAN Minta Myanmar Komitmen Lima Poin Konsensus

2. Pemimpin junta klaim pejuang terima senjata dari asing

Kelompok etnis bersenjata yang telah bersatu membentuk koalisi. Mereka terdiri dari tiga kekuatan oposisi utama, yakni MNDAA, Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA) dan Pasukan Pertahanan Rakyat Mandalay (PDF).

Dilansir Deutsche Welle, mereka melancarkan operasi 1027 untuk merebut sebagian besar wilayah di perbatasan dengan China. Mereka telah melancarkan serangan besar-besaran di Shan pada Oktober.

Pemimpin junta mengatakan, militer telah menarik diri dari beberapa posisi di dekat perbatasan karena mempertimbangkan keamanan. Dia mengklaim bahwa aliansi pejuang telah menerima senjata, termasuk drone dan rudal jarak pendek dari sumber asing.

"Perlu dilakukan analisis terhadap sumber-sumber kekuatan moneter dan teknologi," kata Min Aung Hlaing.

Verified Writer

Pri Saja

Petani

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya