TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tokoh Oposisi Kamboja Didenda Rp23 Miliar karena Kritik Pemerintah

Teav Vannol mengkritik buruknya demokrasi Kamboja

ilsutrasi bendera Kamboja. (unsplash.com/Daniel Bernard)

Intinya Sih...

  • Pengadilan Kamboja menjatuhkan denda besar kepada Teav Vannol, presiden partai oposisi Candlelight Party, atas komentarnya yang mengkritik demokrasi di Kamboja.
  • Kasus ini terjadi pasca pemilihan umum tahun lalu di mana partai oposisi dilarang berpartisipasi dan partai berkuasa meraih kemenangan mutlak.
  • Keputusan pengadilan ini menuai kritik luas dari komunitas internasional dan menunjukkan situasi politik Kamboja yang semakin tegang.

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Kamboja menjatuhkan denda sebesar 1,5 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp24 miliar kepada Teav Vannol, presiden partai oposisi utama Candlelight Party. Pada Kamis (25/7/2024), Vannol dinyatakan bersalah atas tuduhan pencemaran nama baik terkait komentarnya yang mengkritik kondisi demokrasi di Kamboja.

Melansir dari Radio Free Asia, kasus ini bermula dari wawancara Vannol dengan media Jepang Nikkei Asia pada Februari lalu. Dalam wawancara tersebut, ia menyatakan bahwa tidak ada demokrasi di Kamboja dan administrasi Perdana Menteri Hun Manet semakin buruk dalam hal demokrasi.

Komentar ini dibuat sekitar enam bulan setelah Hun Manet, putra mantan Perdana Menteri Hun Sen, menjabat sebagai kepala pemerintahan. Kamboja sendiri telah lama dikritik karena menggunakan sistem peradilan untuk menekan suara kritis dan lawan politik pemerintah.

Baca Juga: China dan Kamboja Akan Mulai Latihan Militer Tahunan Pekan Ini

1. Partai Candlelight dilarang ikut pemilihan umum

Kasus Vannol tidak bisa dilepaskan dari situasi politik Kamboja yang semakin tegang pasca pemilihan umum tahun lalu. Partai Candlelight, satu-satunya pesaing serius bagi partai berkuasa, dilarang berpartisipasi dalam pemilu dengan alasan teknis oleh Komite Pemilihan Nasional.

Akibatnya, Partai Rakyat Kamboja (CPP) pimpinan Hun Manet meraih kemenangan mutlak dengan menguasai 120 dari 125 kursi parlemen. Hasil ini menuai kritik luas dari komunitas internasional yang menilai pemilu berjalan tidak adil dan tidak demokratis.

"Putusan ini adalah yang terbaru dalam serangkaian hukuman yang ditujukan untuk membungkam lawan politik pemerintah," ujar Naly Pilorge, direktur penjangkauan kelompok hak asasi lokal, LICADHO, dilansir Associated Press.

2. Proses hukum menuai sorotan internasional

Vannol tidak hadir saat putusan dijatuhkan di Pengadilan Kota Phnom Penh. Ia diduga berada di luar Kamboja saat ini. Pengacaranya, Choung Chou Ngy, menyatakan akan berdiskusi dengan kliennya tentang kemungkinan mengajukan banding.

Sidang putusan dihadiri oleh perwakilan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat, Uni Eropa, organisasi masyarakat sipil, dan kelompok hak asasi manusia. Kehadiran mereka menunjukkan tingginya perhatian internasional terhadap kasus ini.

Choung Chou Ngy berpendapat bahwa komentar kliennya hanyalah ekspresi jujur dari opininya. Menurutnya, komentar kritis diantara politikus seharusnya dilindungi sebagain bentuk kebebasan berbicara. 

Baca Juga: Kominfo Putus Akses Internet Judi Online ke Kamboja dan Filipina

Verified Writer

Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya