Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Prancis Emmanuel Macron menolak menunjuk perdana menteri dari koalisi sayap kiri New Popular Front (NPF) yang memenangkan kursi terbanyak di parlemen. Keputusan pada Senin (26/8/2024) ini memicu kemarahan dan ancaman pemakzulan dari kubu kiri.
Situasi ini semakin memperparah krisis politik berkepanjangan di Prancis sejak pemilihan umum Juli lalu. Macron beralasan bahwa pemerintahan yang dibentuk NPF akan langsung menghadapi mosi tidak percaya dan runtuh.
"Tanggung jawab saya adalah memastikan negara tidak terblokir atau melemah," ujar Macron dalam sebuah pernyataan, dilansir dari The Guardian.
Penolakan Macron ini terjadi setelah dua hari melakukan konsultasi dengan para pemimpin partai dan parlemen. Konsultasi dilakukan untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan politik.
1. Parlemen Prancis terpecah tiga blok tanpa mayoritas
Pemilihan umum Juli lalu menghasilkan parlemen yang terpecah menjadi tiga blok utama: sayap kiri, tengah, dan sayap kanan jauh, tanpa mayoritas mutlak. Hasil pemilu menempatkan NPF dengan lebih dari 190 kursi, aliansi tengah Macron sekitar 160 kursi, dan National Rally 140 kursi dengat total 577 kursi parlemen.
NPF adalah aliansi partai-partai dari sosialis moderat hingga France Unbowed (LFI) sayap kiri jauh pimpinan Jean-Luc Melenchon. Koalisi ini mengklaim berhak membentuk pemerintahan karena memenangkan kursi terbanyak.
Macron menyatakan bahwa pemerintahan yang dibentuk NPF akan langsung menghadapi mosi tidak percaya dari lebih dari 350 anggota parlemen. Hal ini secara efektif akan mencegah NPF bertindak.
"Berdasarkan pendapat para pemimpin politik yang saya konsultasikan, menunjuk perdana menteri dari NPF akan mengancam stabilitas pemerintahan. Oleh karena itu, kita tidak bisa menempuh pilihan ini," tegas Macron.
Melansir dari Reuters, penolakan Macron juga didukung oleh partai sayap kanan jauh National Rally. Jordan Bardella, pemimpin National Rally, menyatakan bahwa partainya akan memblokir kandidat perdana menteri dari NPF. Ia menganggap NPF sebagai bahaya bagi negara.
Baca Juga: Sekjen PBB Minta Hizbullah dan Israel Hentikan Baku Tembak
2. Kubu kiri ancam ajukan mosi pemakzulan terhadap Macron
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Keputusan Macron memicu reaksi keras dari kubu kiri. NPF telah mengajukan Lucie Castets, ekonom berusia 37 tahun dan direktur urusan keuangan di Balai Kota Paris, sebagai kandidat perdana menteri mereka.
Jean-Luc Mélenchon, pemimpin LFI, menuduh Macron menciptakan situasi yang sangat serius. Ia menyerukan respon cepat dan tegas dari publik dan politisi.
"Presiden republik tidak mengakui hasil pemungutan suara universal, yang menempatkan New Popular Front di puncak jajak pendapat," kata LFI dalam sebuah pernyataan.
LFI bahkan berencana mengajukan mosi pemakzulan terhadap Macron. Koordinator LFI, Manuel Bompard, menyebut keputusan Macron sebagai kudeta anti-demokratis yang tidak dapat diterima.
Sebagai bentuk protes, NPF menolak berpartisipasi dalam konsultasi lebih lanjut kecuali untuk membahas pembentukan pemerintahan oleh mereka. Sementara itu, Partai Sosialis menyatakan tidak ingin berpartisipasi dalam proses yang mereka anggap sudah diatur untuk melawan sayap kiri.