TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belanda Minta Keluar dari Aturan Suaka UE, Siap Perketat Imigrasi 

Belanda ingin kendalikan sendiri kebijakan suaka

Perdana Menteri Belanda, Dick Schoof. (x.com/@MinPres)

Intinya Sih...

  • Pemerintah Belanda meminta pengecualian dari aturan suaka Uni Eropa karena ingin mengatur kebijakan suaka sendiri
  • Belanda berencana mendeklarasikan krisis suaka untuk memberlakukan langkah-langkah yang lebih keras tanpa persetujuan parlemen
  • Dewan Negara, badan penasihat tertinggi Belanda, mengancam tidak akan mendukung langkah-langkah imigrasi jika tidak disetujui oleh mereka

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Belanda yang baru terbentuk, dipimpin oleh koalisi partai sayap kanan jauh PVV, mengambil langkah kontroversial dengan meminta keluar dari aturan suaka Uni Eropa (UE). Pada Rabu (18/9/2024), Menteri Migrasi Belanda, Marjolein Faber, secara resmi meminta pengecualian kepada Komisi Eropa untuk urusan migrasi.

Faber menyatakan melalui akun X-nya, "Saya baru saja memberitahu Komisi Eropa bahwa saya menginginkan pengecualian untuk masalah migrasi di Eropa bagi Belanda. Kita harus kembali mengatur kebijakan suaka kita sendiri!"

Dilansir dari The Guardian, langkah ini merupakan bagian dari janji pemerintah koalisi empat partai Belanda untuk menerapkan kebijakan imigrasi paling ketat yang pernah ada. Namun, permintaan ini kemungkinan besar akan mendapat penolakan dari Uni Eropa. Semua 27 negara anggota, termasuk Belanda, telah menyetujui perjanjian migrasi dan suaka baru pada Desember tahun lalu.

1. Belanda berencana nyatakan krisis suaka

Pemerintah Belanda berencana mendeklarasikan krisis suaka untuk memberlakukan langkah-langkah yang lebih keras tanpa perlu persetujuan parlemen. Langkah-langkah yang direncanakan termasuk pembekuan aplikasi suaka baru, pembatasan visa untuk keluarga pencari suaka, dan percepatan proses deportasi bagi mereka yang tidak memenuhi syarat.

"Kami perlu secara drastis mengurangi volume migrasi ke Belanda. Hal ini diperlukan agar kami dapat terus memenuhi kewajiban konstitusional dalam menyediakan perumahan publik, perawatan kesehatan, dan pendidikan," tegas Faber, dilansir dari Associated Press. 

Sementara, itu Perdana Menteri Belanda, Dick Schoof, menyatakan bahwa negara tidak lagi mampu menangani arus masuk pencari suaka yang besar. Langkah-langkah ini dinilai perlu untuk mengatasi krisis yang sedang berlangsung.

Baca Juga: PBB Minta Israel Angkat Kaki dari Palestina dalam 12 Bulan

2. Pusat suaka Belanda kewalahan tangani pencari suaka

Meskipun pemerintah Belanda menyatakan adanya krisis, data Uni Eropa menunjukkan hal berbeda. Pada tahun lalu, dari setiap 1.000 penduduk Belanda, ada dua orang yang mengajukan permohonan suaka untuk pertama kalinya.

Angka ini sesuai dengan rata-rata negara-negara Uni Eropa lainnya. Bahkan, 10 negara anggota lainnya, termasuk Yunani, Jerman, dan Spanyol, melaporkan rasio yang lebih tinggi.

Namun, tantangan utama Belanda terletak pada infrastruktur penanganan pencari suaka. Pusat pendaftaran suaka tunggal di desa kecil Ter Apel, di timur laut negara itu, sering kali kewalahan. Situasi ini diperparah oleh pemotongan anggaran yang berlangsung selama bertahun-tahun. Akibatnya, kapasitas penampungan menjadi tidak memadai.

Euronews melaporkan bahwa sekitar 48.500 pencari suaka dan anggota keluarga memasuki Belanda pada tahun 2023. Warga negara Suriah, Turki, Yaman, Somalia, dan Eritrea termasuk di antara kelompok pencari suaka terbanyak. 

Verified Writer

Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya