TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

WHO: Lebih dari 20 Ribu Orang Sudan Tewas Akibat Perang

Pimpinan WHO minta dunia bantu Sudan

Ilustrasi perang. (Unsplash.com/Duncan Kidd)

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Minggu (8/9/2024), mengatakan perang di Sudan telah menewaskan lebih dari 20 ribu orang. Negara itu telah menghadapi perang sipil selama lebih dari 16 bulan.

Selain menghadapi konflik, Sudan juga menghadapi masalah lainnya. Banjir musiman yang dahsyat telah melanda negara itu dalam beberapa minggu terakhir, dan wabah kolera juga sedang menyebar.

1. Perang sebabkan orang harus mengungsi

Ilustrasi kamp pengungsi. (Unsplash.com/Julie Ricard)

Tedros menyampaikan penghitungan tersebut dalam konferensi pers di kota Port Sudan di Laut Merah, yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan yang diakui secara internasional dan didukung militer. Dia mengatakan jumlah korban tewas bisa jauh lebih tinggi.

“Sudan tengah dilanda badai krisis yang dahsyat. Skala keadaan darurat ini sangat mengejutkan, begitu pula dengan kurangnya tindakan yang diambil untuk meredakan konflik," kata Tedros, dikutip dari Associated Press.

Negara itu terjerumus ke dalam perang pada April 2023 ketika ketegangan yang membara berubah menjadi perang besar-besaran. Pertempuran ini antara pasukan yang setia kepada pemimpin de facto negara itu, Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan, yang memimpin Angkatan Bersenjata Sudan, dan Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang memimpin paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF).

Pertempuran tersebut telah mengubah ibu kota Khartoum, dan daerah perkotaan lainnya menjadi medan perang, menghancurkan infrastruktur sipil serta sistem perawatan kesehatan yang sudah babak belur. Tanpa kebutuhan pokok, banyak rumah sakit dan fasilitas medis yang tutup.

Konflik Sudan telah menyebabkan lebih dari 13 juta orang mengungsi, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dari jumlah tersebut, 2,3 juta orang terpaksa mengungsi ke negara tetangga.

Baca Juga: Bendungan di Sudan Runtuh, 30 Orang Tewas

2. Lebih dari 25 juta orang menghadapi kelaparan

Ilustrasi bendera Sudan. (Pixabay.com/David_Peterson)

Banjir di negara itu telah memperparah penderitaan. Puluhan orang telah tewas dan infrastruktur penting telah hanyut di 12 dari 18 provinsi di Sudan, menurut otoritas setempat.

Pada Jumat, Kementerian Kesehatan mengatakan wabah kolera baru-baru ini dari pasokan air yang terkontaminasi telah menewaskan sedikitnya 165 orang. Sebanyak 4.200 orang lainnya juga jatuh sakit dalam beberapa minggu terakhir akibat penyakit itu.

Program Pangan Dunia mengatakan, saat ini lebih dari 25 juta orang menghadapi kelaparan akut, dan bencana kelaparan telah dipastikan terjadi di kamp pengungsian yang menampung ratusan ribu orang di Darfur Utara.

“Kami menyerukan kepada dunia untuk bangun dan membantu Sudan keluar dari mimpi buruk yang sedang dialaminya. Obat terbaik adalah kedamaian,” kata Tedros, menambahkan gencatan senjata segera sangat dibutuhkan.

3. Sudan butuh pasukan independen untuk lindungi warga sipil

Ilustrasi tentara. (Unsplash.com/Diego González)

Misi pencari fakta PBB menyerukan perlunya pasukan penjaga perdamaian independen dan tidak memihak untuk melindungi warga sipil. Hal itu diserukan setelah menemukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang "mengerikan", yang dapat merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dilansir dari Al-Monitor.

Laporan misi setebal 19 halaman, yang didasarkan pada 182 wawancara, mengatakan kedua pihak yang bertikai, dan sekutu mereka masing-masing melakukan serangan terhadap warga sipil. Metodenya termasuk serangan udara dan penembakan yang menargetkan sekolah, rumah sakit, jaringan komunikasi, serta pasokan air dan listrik.

Laporan tersebut merekomendasikan perluasan embargo senjata PBB yang berlaku, yang saat ini hanya berlaku di wilayah barat Darfur, untuk mencakup seluruh wilayah Sudan. 

Untuk mengakhiri konflik, Amerika Serikat (AS) telah mengundang pihak-pihak yang bertikai untuk berunding mengenai perdamaian di Jenewa pada Agustus. Namun, militer Sudan menolak untuk mengirim delegasi dan perundingan berakhir tanpa terobosan.

Tom Perriello, utusan khusus AS untuk Sudan, memulai lawatan regional pada Minggu, yang bertujuan memajukan upaya gencatan senjata. Departemen Luar Negeri mengatakan Perriello akan bertemu dengan pejabat pemerintah serta pengungsi Sudan dan para pemimpin sipil selama singgah di Riyadh, Kairo, dan Ankara.

Baca Juga: Militer Sudan Bersumpah Akan Terus Perangi RSF Walau Butuh 100 Tahun

Verified Writer

Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya