TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kelompok HAM Klaim Militer Myanmar Eksekusi Dua Aktivis

Ada 123 tahanan yang divonis hukuman mati

Bendera Myanmar. (Pexels.com/Gu Bra)

Intinya Sih...

  • Rezim militer Myanmar eksekusi dua aktivis antikudeta tanpa proses hukum yang adil.
  • Lima aktivis pro-demokrasi lainnya berisiko dieksekusi setelah divonis bersalah di pengadilan tertutup pada Mei 2023.
  • Militer menyebut mereka yang dieksekusi adalah pembunuh yang pantas dihukum, bukan aktivis. Sejak kudeta, militer telah menjatuhi hukuman mati terhadap 123 tahanan.

Jakarta, IDN Times - Kelompok hak asasi manusia Jaringan Perdamaian Perempuan mengatakan rezim militer Myanmar telah mengeksekusi dua aktivis antikudeta pada Senin (23/9/2024). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan adanya kemungkinan eksekusi oleh junta.

Militer yang merebut kekuasaan melalui kudeta pada Februari 2021, dikecam atas hukuman mati terhadap empat aktivis pro-demokrasi pada Juli 2022. Eksekusi itu merupakan yang pertama kalinya sejak akhir 1980-an.

1. Diklaim akan eksekusi lima aktivis lagi

Ilustrasi gantungan tali hukuman mati. (Pixabay.com/ArtWithTammy

Jaringan Perdamaian Perempuan mengatakan dua aktivis itu adalah Maung Kaung Htet dan istrinya Chan Myae Thu, yang dieksekusi pada jam empat pagi. Pasangan itu dihukum tanpa proses hukum yang adil atas dugaan keterlibatan dalam serangan bom parsel di Penjara Insein Yangon pada Oktober 2022.

Kelompok tersebut juga memperingatkan ada lima aktivis pro-demokrasi lainnya, Kaung Pyae Sone Oo, Zeyar Phyo, Hsann Min Aung, Kyaw Win Soe dan Myat Phyo Myint, yang berisiko dieksekusi pada Selasa.

Mereka divonis bersalah di pengadilan tertutup pada Mei 2023 setelah ditahan sejak September 2021 atas dugaan penembakan yang menewaskan empat petugas polisi di kereta api Yangon.

“Dengan membunuh lebih banyak orang, junta akan semakin berani mengeksekusi 120 tahanan lainnya yang juga didakwa dengan hukuman mati palsu,” kata Jaringan Perdamaian Perempuan, dikutip dari Al Jazeera.

Pemerintah Myanmar belum membuat pengumuman tentang eksekusi tersebut.

2. Aktivis yang akan dieksekusi mengalami pelecehan seksual

Ilustrasi pelecehan seksual. (Pexels.com/Anete Lusina)

Anggota Parlemen Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR), mendesak para pemimpin regional memimpin upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis.

“Hentikan kesunyian. Para menteri luar negeri ASEAN harus bersuara menentang kebijakan eksekusi SAC," kata Mercy Chriesty Barends, ketua APHR dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.

APHR menambahkan pihaknya telah diberitahu bahwa lima aktivis yang menghadapi eksekusi telah mengalami penyiksaan dan kekerasan seksual tanpa akses ke dukungan hukum yang dapat diandalkan.

“Kami sangat prihatin bahwa hukuman mati digunakan untuk membungkam orang-orang yang memiliki pandangan berbeda di Myanmar,” kata Arlene D Brosas, anggota dewan APHR dan anggota parlemen di Filipina.

3. Penyelidik PBB terima informasi eksekusi

Ilustrasi hukuman pancung (IDN Times/Mardya Shakti)

Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar (IIMM), tim penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk negara itu, yang dibentuk pada 2018 untuk menganalisis bukti pelanggaran serius hukum internasional, mengatakan telah menerima informasi terkait beberapa individu yang dijatuhi hukuman mati dalam sidang tertutup pada 2023 dapat segera dieksekusi.

"Menjatuhkan hukuman mati, atau bahkan masa penahanan, atas dasar proses hukum yang tidak memenuhi persyaratan dasar peradilan yang adil dapat merupakan satu atau lebih kejahatan terhadap kemanusiaan atau kejahatan perang," kata Nicholas Koumjian, kepala IIMM, dikutip dari Reuters.

"Mekanisme ini memantau dan mengumpulkan informasi mengenai kasus-kasus terhadap orang-orang ini dan orang lain yang melibatkan penerapan hukuman mati dalam keadaan yang mungkin melanggar jaminan dasar peradilan yang adil."

Saat eksekusi dimulai kembali militer  membela dengan menyebutnya sebagai keadilan bagi rakyat dan menepis kemarahan internasional, termasuk dari negara-negara tetangga terdekatnya. Militer mengatakan mereka yang dieksekusi menerima proses hukum yang semestinya dan bukan aktivis, tapi pembunuh yang pantas dihukum.

Sejak berkuasa junta telah menangkap 20.934 orang dan menjatuhi hukuman mati terhadap 123 tahanan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang telah memantau tindakan keras sejak kudeta.

Saat ini negara tersebut berada dalam perang saudara antara militer di satu pihak dan pasukan perlawanan di pihak lain yang bergabung dengan pemberontak etnis minoritas.

Baca Juga: PBB: Pembunuhan dan Penangkapan Massal di Myanmar Makin Meningkat

Verified Writer

Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya