TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Prancis Pastikan Israel Tidak Sendirian Melawan Hamas

Macron sebut tujuan utama ialah membebaskan sandera di Gaza

bendera Prancis (pexels.com/Atypeek Dgn)

Jakarta, IDN Times - Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji bahwa Paris tidak akan membiarkan Israel terisolasi dalam perjuangannya melawan Hamas. Ungkapan itu disampaikannya saat Macron bertemu Presiden Israel Isaac Herzog di Yerusalem pada Selasa (23/10/2023).

“Saya ingin Anda yakin bahwa Anda tidak sendirian dalam perang melawan terorisme ini. Adalah tugas kita untuk melawan terorisme, tanpa kebingungan dan tanpa memperbesar konflik ini," kata Macron.

Macron mengatakan, Prancis berdiri bahu bahu-membahu dengan Israel, namun tujuan pertama saat ini adalah membebaskan semua sandera di Jalur Gaza.

Macron tiba di Tel Aviv Selasa pagi. Di bandara Ben Gurion, ia bertemu dengan warga negara Israel-Prancis yang kehilangan orang yang mereka cintai dalam serangan 7 Oktober dan keluarga sandera yang ditahan oleh kelompok Hamas.

Baca Juga: PM Malaysia Anwar Ibrahim Ajak Warganya Demo Bela Palestina 

1. Macron disebut akan mendorong gencatan senjata

Dilansir Reuters, para penasihat Macron mengatakan bahwa selain menunjukkan solidaritas dengan Israel, presiden Prancis itu ingin membuat proposal untuk mencegah eskalasi, membebaskan sandera, menjamin keamanan Israel dan berupaya menuju solusi dua negara.

Mereka menambahkan, ia akan berupaya mendorong gencatan senjata kemanusiaan.

Di Israel, Macron dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemimpin oposisi berhaluan tengah Benny Gantz dan Yair Lapid, menurut Istana Elysee.

Otoritas Palestina mengatakan, Macron juga akan bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Ramallah, Tepi Barat.

2. Kebijakan Macron dinilai bersifat bias

Pakar menilai kemampuan Macron untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa di kawasan tampaknya dibatasi oleh apa yang menurut beberapa analis merupakan pergeseran ke arah pendekatan Anglo-Amerika yang lebih pro-Israel. Hal ini berbeda dengan pendekatan Gaullist Perancis yang secara tradisional khas dan lebih pro-Arab.

“Soft power Prancis di selatan Mediterania telah memudar. Kami mendapat kesan bahwa saat ini tidak ada yang membedakan Prancis dari negara-negara Barat lainnya,” kata Karim Emile Bitar, pakar kebijakan luar negeri di lembaga pemikir Prancis IRIS yang berbasis di Beirut.

Ia menambahkan, keputusan Prancis untuk menerapkan larangan menyeluruh terhadap protes pro-Palestina, sebelum dibatalkan oleh pengadilan, adalah salah satu alasan Macron kehilangan penghargaan di dunia Arab.

Namun, para pejabat Prancis menentang gagasan bahwa kebijakan Macron bersifat bias. Mereka mengatakan Macron terus menegaskan hak-hak warga Palestina dan posisi solusi dua negara.

“Ini adalah tujuan yang tidak pernah menyimpang dari Prancis,” kata penasihat tersebut.

Baca Juga: RS Indonesia di Gaza Mati Listrik karena Kehabisan Bakan Bakar 

Verified Writer

Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya