Pendukung Hizbullah Berduka atas Kematian Hassan Nasrallah
Warga kini bingung akan nasib mereka kedepannya
Jakarta, IDN Times - Kematian pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, meninggalkan luka mendalam bagi para pendukungnya, baik di Lebanon maupun luar negeri. Banyak dari mereka tak menyangka tokoh berpengaruh di Timur Tengah ini akan pergi begitu cepat, mengingat peran sentralnya dalam politik regional dan perjuangan kelompok tersebut selama bertahun-tahun.
Ulama Syiah ini terbunuh dalam serangan udara yang dilancarkan oleh Israel di pinggiran selatan Beirut, Dahiyeh, pada Jumat (27/9/2024). Ali Karki, komandan front selatan Hizbullah, dan sejumlah petinggi lainnya juga tewas dalam serangan itu.
Nasrallah, yang telah memimpin Hizbullah selama lebih dari tiga dekade, merupakan target paling kuat yang dibunuh oleh Israel selama beberapa minggu pertempuran yang semakin intensif antara kedua belah pihak.
“Saat pertama kali mendengar beritanya, saya mengira itu bohong. Saya berpikir, ‘Itu tidak mungkin benar’. Nasrallah adalah saudara kami dan kami selalu merasa aman bersamanya. Sekarang, kami tidak tahu bagaimana nasib kami nantinya," kata Mariam, seorang warga Dahiyeh, kepada Al Jazeera.
1. Kematian Nasrallah merupakan kemunduran besar bagi Hizbullah
Nasrallah menjadi pemimpin Hizbullah setelah Israel membunuh pendahulunya, Abbas al-Musawi, pada 1992. Ia dengan cepat mengubah Hizbullah dari sebuah gerakan pemberontakan menjadi salah satu kelompok bersenjata paling kuat di dunia, sekaligus menjadi benteng tangguh melawan agresi Israel.
Di bawah kepemimpinannya, Hizbullah berhasil membebaskan wilayah selatan Lebanon dari pendudukan Israel selama 18 tahun. Karisma dan kelihaiannya menjadikannya sebagai salah satu pemimpin yang paling dihormati dan ditakuti di Timur Tengah.
“Hassan Nasrallah adalah sosok yang luar biasa dalam hal politik di Timur Tengah. Jika boleh dikatakan, dialah tokoh utama, pengikat Iran. Dia benar-benar menciptakan Hizbullah menjadi kekuatan yang terorganisir dan berdisiplin seperti sekarang ini," kata jurnalis Al Jazeera, Stefanie Dekker.
“Dia bukan sekadar tokoh simbolis, dia adalah orang yang berada di balik pemikiran strategis, pemikiran militer. Tidak diragukan lagi ini akan menjadi kemunduran besar bagi organisasi tersebut," tambah Zeina Khodr, jurnalis Al Jazeera lainnya dari Beirut.
Baca Juga: Pemimpin Hizbullah Tewas, Lebanon Berkabung Selama 3 Hari
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.